Chereads / Diary Sang Pemangsa / Chapter 15 - Awal Dari Perlawanan

Chapter 15 - Awal Dari Perlawanan

Dalam kehampaan yang tak berujung itu, Karla berdiri dengan tubuh tegap, simbol di tangannya bersinar terang, melawan kegelapan yang mengepung. Sosok pria berjubah hitam itu berdiri di kejauhan, matanya memancarkan kepuasan dingin, seperti seorang pemburu yang telah menjebak mangsanya.

"Kau mungkin berpikir telah menguasai dirimu, Karla," kata pria itu dengan nada meremehkan. "Tapi kau hanya alat dalam rencanaku. Cahaya dan kegelapan yang kau peluk hanyalah tali yang mengikatmu pada kehendakku."

Karla mengepalkan tangannya, merasa amarah yang membara namun terkontrol. "Aku bukan alatmu. Aku adalah kehendakku sendiri. Kau tidak akan memenangkan ini."

Pria itu mengangkat tangan, dan bayangan dari segala arah mulai merayap ke arah Karla, seperti makhluk hidup yang berusaha menelan keberadaannya.

---

Di luar ruang kegelapan...

Sementara itu, Raka, Nara, dan anggota kelompok lainnya mendapati diri mereka terlempar ke dalam ruangan berbeda yang penuh dengan reruntuhan dan kabut tebal. Mereka kehilangan Karla dan tidak tahu harus ke mana.

"Apa yang terjadi? Di mana Karla?" tanya Nara, panik.

Raka mencoba menenangkan dirinya, meskipun jelas dia merasa kehilangan arah. "Dia masih di sini, aku yakin. Kita hanya perlu menemukannya."

Namun, sebelum mereka bisa bergerak lebih jauh, sosok-sosok bayangan mulai bermunculan dari kabut, membawa aura mematikan.

"Persiapkan diri kalian!" teriak Raka, mengangkat senjatanya.

Kelompok itu terpaksa bertarung, melawan makhluk-makhluk bayangan yang tampaknya tak ada habisnya.

---

Kembali di ruang kehampaan...

Karla merasakan tekanan kegelapan semakin mendekat, tetapi dia tidak gentar. Di dalam dirinya, ada cahaya yang mulai tumbuh, sebuah kekuatan yang selama ini dia abaikan—bukan hanya dari kegelapan, tetapi dari ingatannya tentang orang-orang yang telah berjuang bersamanya, tentang tujuan yang ingin dia capai.

"Kau salah," kata Karla, menatap pria berjubah hitam itu. "Kegelapan memang bagian dari diriku, tapi itu tidak memberimu kendali. Karena aku juga memiliki sesuatu yang tidak pernah kau miliki—harapan."

Cahaya di simbol tangannya tiba-tiba meledak, menyinari seluruh ruang kehampaan itu. Bayangan yang mendekatinya mulai memudar, terhapus oleh kekuatan itu.

Pria berjubah hitam itu tampak terkejut. "Apa ini?!"

Karla berjalan maju, kekuatan di tubuhnya semakin kuat. "Ini adalah akhir dari rencanamu. Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dunia ini."

Pria itu mencoba melawan, mengangkat tangannya untuk memanggil lebih banyak bayangan, tetapi cahaya di sekitar Karla semakin terang, membakar semua yang menghalangi jalannya.

---

Di dunia nyata...

Raka dan kelompoknya tiba-tiba melihat langit di atas mereka mulai berubah. Kegelapan yang menyelimuti kota perlahan memudar, digantikan oleh cahaya yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Nara, menatap ke langit dengan mata melebar.

Raka tersenyum tipis. "Karla. Dia berhasil."

---

Kembali ke ruang kehampaan...

Pria berjubah hitam itu kini berdiri di ambang kehancuran, tubuhnya mulai terpecah oleh kekuatan yang dilepaskan Karla.

"Ini belum berakhir!" teriaknya, sebelum akhirnya tubuhnya menghilang dalam ledakan cahaya.

Karla jatuh berlutut, tubuhnya terasa lelah tetapi hatinya dipenuhi rasa lega. Ruang kehampaan di sekitarnya mulai runtuh, dan dalam sekejap, dia kembali ke dunia nyata, berdiri di depan altar yang sekarang telah kosong.

Raka dan yang lainnya berlari ke arahnya, wajah mereka dipenuhi rasa lega.

"Karla!" seru Raka, membantunya berdiri. "Kau berhasil!"

Karla tersenyum lemah. "Belum selesai. Kita menghancurkan sumber kekuatannya, tapi kegelapan itu masih ada. Kita hanya memperlambatnya."

Nara mengerutkan kening. "Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Karla menatap langit yang kini lebih cerah, meskipun masih ada sisa kegelapan di cakrawala. "Kita harus bersiap. Pertempuran sebenarnya baru saja dimulai."

Cahaya dari simbol di tangan Karla terus menyala terang, menghapus setiap jejak kegelapan yang sebelumnya memenuhi ruang kehampaan itu. Tubuhnya terasa ringan, seperti terbebas dari beban berat yang selama ini menghantuinya.

Namun, pria berjubah hitam itu tidak menyerah. Dari dalam dirinya, muncul kekuatan baru yang lebih gelap, lebih pekat. Dia mengangkat tangannya, dan dari kegelapan yang tersisa, muncul bayangan besar berbentuk seperti naga dengan mata merah menyala.

"Kau pikir kau sudah menang, Karla?" tanya pria itu dengan suara yang menggema. "Aku adalah bagian dari dunia ini, dan selama ada kegelapan di hati manusia, aku akan terus ada."

Karla memandang naga bayangan itu, menyadari bahwa pertempuran ini belum berakhir. Dia menggenggam simbol di tangannya lebih erat, merasakan aliran energi yang menguat di tubuhnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu terus memanfaatkan kegelapan untuk menghancurkan segalanya," jawab Karla dengan suara tegas. "Kegelapan memang ada di hati setiap manusia, tapi begitu juga cahaya. Dan itu yang akan menghentikanmu."

Pria itu tertawa dingin. "Cahaya? Kau terlalu naif, Karla. Dunia ini dikuasai oleh kekuatan, bukan oleh harapan."

Naga bayangan itu mengaum keras, suaranya mengguncang seluruh ruang kehampaan. Dengan cepat, ia menyerang Karla, mengibaskan ekornya yang seperti pusaran kegelapan.

---

Di dunia nyata...

Raka, Nara, dan yang lainnya menyaksikan langit yang berubah dengan cemas. Cahaya yang semula mulai menyinari kota perlahan-lahan tergantikan oleh awan gelap yang bergulung-gulung.

"Apa yang sedang terjadi?" tanya Nara, memandang ke arah altar yang masih memancarkan aura misterius.

Raka menggenggam senjatanya lebih erat. "Karla sedang bertarung di sana. Kita tidak bisa hanya diam. Kita harus membantunya."

Nara menatap Raka dengan ragu. "Tapi bagaimana? Kita bahkan tidak tahu bagaimana masuk ke sana."

Raka menghela napas dalam-dalam. "Kita tidak perlu tahu. Yang kita butuhkan hanyalah keyakinan. Fokuskan semua energi kita untuk mendukungnya. Karla tidak sendirian."

Mendengar kata-kata Raka, Nara dan yang lainnya mulai berkumpul di sekitar altar, menutup mata mereka dan memusatkan pikiran pada Karla.

---

Di ruang kehampaan...

Karla terhempas ke belakang oleh serangan naga bayangan, tubuhnya terasa sakit, tetapi dia tidak menyerah. Setiap kali dia terjatuh, dia selalu bangkit lagi.

Pria berjubah hitam itu mengamati dengan tatapan sinis. "Berhenti melawan, Karla. Kau tahu kau tidak bisa menang."

Karla terengah-engah, tetapi matanya penuh dengan determinasi. "Aku mungkin tidak bisa menang sendirian, tapi aku tidak pernah sendirian."

Simbol di tangannya tiba-tiba memancarkan cahaya yang lebih terang dari sebelumnya. Energi itu terasa hangat, seperti pelukan dari orang-orang yang peduli padanya. Karla bisa merasakan kehadiran Raka, Nara, dan yang lainnya.

"Kau merasa itu?" tanya Karla sambil berdiri tegak. "Itu adalah kekuatan yang tidak akan pernah bisa kau pahami—kekuatan dari kebersamaan."

Naga bayangan kembali menyerang, tapi kali ini Karla tidak menghindar. Dia menghadangnya dengan tangan yang bercahaya, melepaskan ledakan energi yang begitu kuat sehingga naga itu terhenti di tempat.

Pria berjubah hitam itu terlihat panik. "Tidak! Ini tidak mungkin!"

Karla menatapnya tajam. "Kegelapan memang selalu ada, tapi begitu juga dengan cahaya. Dan selama ada cahaya, kau tidak akan pernah menang."

Dengan satu gerakan, Karla mengarahkan simbol di tangannya ke arah naga bayangan. Cahaya terang meledak, menghapus kegelapan yang tersisa di ruang itu. Pria berjubah hitam berteriak kesakitan, tubuhnya mulai memudar bersama naga bayangan.

"Aku akan kembali!" teriaknya sebelum lenyap sepenuhnya.

---

Karla membuka matanya, dan dia kembali ke dunia nyata. Tubuhnya gemetar, tetapi dia tersenyum lega. Di depannya, altar yang sebelumnya memancarkan aura gelap kini berubah menjadi batu biasa, tanpa ada tanda-tanda kekuatan jahat.

Raka dan yang lainnya segera berlari mendekatinya.

"Karla! Kau berhasil!" teriak Raka sambil membantunya berdiri.

Karla tersenyum lemah. "Ya... tapi ini baru permulaan. Kegelapan itu mungkin hilang untuk sementara, tapi tidak akan pernah sepenuhnya lenyap. Kita harus terus berjaga."

Nara mengangguk. "Dan kita akan selalu ada di sisimu. Kau tidak perlu melakukannya sendirian."

Karla menatap langit yang kini mulai cerah. Meskipun pertempuran ini telah usai, dia tahu masih banyak tantangan yang menunggu. Tapi kali ini, dia tidak merasa takut.

Karena dia tahu, selama ada cahaya di hati manusia, kegelapan tidak akan pernah menang.