Chereads / kristal Heksagon : Warisan 6 elemen / Chapter 20 - BAB 20 : DREAMS IN THE DARKNEES

Chapter 20 - BAB 20 : DREAMS IN THE DARKNEES

---

Dimas merasa seperti jatuh tanpa henti, terjebak dalam ruang penuh kegelapan. Udara dingin menyelimuti tubuhnya, membuat napasnya tercekat. Jantungnya berdegup kencang saat ia menyadari dirinya tidak sendirian di sana. Suara langkah berat terdengar, semakin lama semakin dekat. Dalam pekatnya kegelapan, seorang pria tinggi berkerudung hitam muncul. Sebagian wajahnya tersembunyi dalam bayang-bayang, namun tatapan dinginnya begitu tajam, menusuk hingga ke sumsum tulang Dimas.

Senyum tipis menghiasi wajah pria itu saat mengenali Dimas. "Ah, Dimas…" suaranya terdengar lembut, namun penuh ancaman. "Kita akhirnya bertemu, meski hanya dalam mimpimu. Sudah lama aku menantikan saat ini."

"Master Shadow…" Dimas berusaha menguatkan diri, tetapi suaranya bergetar. Ia menatap pria itu dengan waspada. "Kenapa kau di sini?"

Master Shadow melangkah mendekat, matanya berkilat penuh kepuasan. "Oh, aku ke sini untuk membangunkan sesuatu dalam dirimu, Dimas. Sesuatu yang kau tolak selama ini."

Dimas mengerutkan kening, mencoba mengerti maksudnya. "Apa yang kau bicarakan?"

Pria itu mendengus kecil, lalu berkata, "Kegelapan, Dimas. Kegelapan di dalam dirimu. Kau tahu, kau punya potensi besar, tetapi selama ini kau menutupinya dengan cahaya dan harapan bodoh."

"Aku tidak ingin kegelapan itu," sergah Dimas, nadanya tegas walau hatinya gemetar. "Aku bukan sepertimu. Aku tidak akan menyerah pada kegelapan."

Master Shadow hanya tertawa, sebuah tawa yang dingin dan meremehkan. "Oh, Dimas, kau sungguh naif. Kegelapan itu bukan sesuatu yang bisa kau tolak begitu saja. Semakin kau menolaknya, semakin besar kekuatan yang ia bangun. Ia sudah menjadi bagian dari dirimu, dan tidak ada cahaya yang bisa melenyapkannya."

"Tidak!" Dimas melangkah mundur, matanya penuh keteguhan. "Aku tidak akan menjadi sepertimu, tidak akan pernah."

Master Shadow tersenyum, tatapannya menusuk. "Apakah kau tahu kenapa aku bisa sehebat ini, Dimas? Karena aku menerima kegelapan itu, aku merangkulnya, dan aku menjadi lebih kuat dari siapa pun yang hanya bergantung pada cahaya. Kau punya potensi untuk menjadi lebih hebat dari siapa pun… termasuk aku, jika kau berani menerimanya."

Dimas mengepalkan tangan, berusaha menahan gemetar tubuhnya. "Aku tidak membutuhkan kekuatan kegelapan. Aku… aku akan melindungi orang-orang yang aku sayangi dengan kekuatanku sendiri."

"Lalu kenapa kau terlihat begitu lemah?" ujar Master Shadow, mengejek. "Dengan kekuatan yang kau miliki sekarang, kau hanya akan menjadi beban bagi teman-temanmu. Apa kau pikir mereka akan selalu menunggumu yang lambat berkembang?"

Dimas terdiam, teringat pada rasa ragu yang sering menghantuinya. Namun, ia menggeleng cepat, mengusir pikiran itu. "Aku tidak peduli. Mereka menerima aku apa adanya. Aku lebih baik berjuang dengan kekuatanku sekarang daripada jatuh dalam kegelapan seperti kau."

Master Shadow mendekat, suaranya kini lebih lembut namun penuh rayuan. "Kau hanya berbohong pada dirimu sendiri, Dimas. Di dalam hatimu, kau tahu kau menginginkan kekuatan lebih. Kau tidak ingin menjadi yang paling lemah di antara mereka, bukan?"

Dimas tersentak. Kata-kata itu seakan menekan titik terlemah dalam dirinya. "Aku… Aku tidak…."

Pria itu tersenyum, merasakan keraguan yang mulai tumbuh dalam hati Dimas. "Lihatlah dirimu, Dimas. Berapa kali kau merasa direndahkan? Berapa kali kau merasa tertinggal? Kau sudah lelah dengan semua itu, bukan? Kau tidak harus menjadi yang lemah, Dimas. Aku bisa memberimu kekuatan yang kau inginkan."

"Apa maksudmu?" tanya Dimas dengan nada penuh kebingungan. "Kekuatan apa yang kau bicarakan?"

"Kegelapan dalam dirimu, Dimas," bisik Master Shadow, tatapannya intens. "Jika kau menerimanya, kau akan menjadi tak terkalahkan. Tidak ada lagi yang bisa menghina atau meremehkanmu. Kau akan melindungi teman-temanmu dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari yang mereka miliki."

Dimas menatapnya ragu. "Dan bagaimana jika aku kehilangan diriku dalam prosesnya? Bagaimana jika aku menjadi seperti kau, hanyut dalam kegelapan tanpa bisa kembali?"

Master Shadow tertawa kecil. "Kau meremehkan dirimu sendiri, Dimas. Kau berbeda dariku, mungkin… tapi tidak sepenuhnya. Ada bagian dari dirimu yang haus akan kekuatan, yang ingin diakui. Jangan menipu dirimu sendiri dengan idealisme kosong. Dunia ini keras, Dimas. Hanya yang kuat yang bisa bertahan."

Dimas terdiam. Kata-kata itu menggaung dalam benaknya, menyentuh keraguan dan ketakutan terdalamnya. "Mungkin kau benar… mungkin aku ingin lebih kuat. Tapi aku tidak akan mengorbankan diriku untuk itu."

Pria itu mendekat, nyaris berbisik di telinganya. "Kau tidak perlu mengorbankan apa pun, Dimas. Kau hanya perlu menerima bagian yang sudah ada dalam dirimu. Berhentilah menolaknya. Kau bisa menjadi lebih kuat tanpa harus melawan takdirmu sendiri."

Dimas menggigit bibirnya, bingung dan terpukul. "Aku tidak tahu… aku hanya takut bahwa aku akan berubah menjadi seseorang yang tidak kuinginkan."

Master Shadow menggeleng, senyumnya penuh kepastian. "Kegelapan itu bukan musuhmu, Dimas. Ia hanya alat yang bisa kau kendalikan. Dan jika kau tidak bisa mengendalikan kegelapan itu, maka ia akan mengendalikanmu. Kau yang harus memilih."

Dimas mencoba mencerna kata-kata itu, tetapi hatinya tetap dipenuhi ketakutan. "Aku… Aku akan menemukan jalanku sendiri. Aku akan menguasai kekuatanku tanpa menyerah pada kegelapan."

Master Shadow mendengus, tampak sedikit kesal. "Kau masih berpegang pada harapan bodoh itu. Tapi tak apa. Aku akan menunggumu, Dimas. Cepat atau lambat, kegelapan dalam dirimu akan bangkit, dan saat itu tiba, kau akan tahu ke mana harus berpaling."

Dimas menarik napas dalam, memandang Master Shadow dengan tatapan penuh tekad. "Aku tidak akan menyerah padamu. Tidak sekarang, tidak selamanya."

Pria itu tersenyum dingin, seperti menikmati perlawanan Dimas. "Kita lihat saja, Dimas. Kita lihat siapa yang akan menang pada akhirnya—kau atau kegelapan yang ada dalam dirimu."

Dimas merasa sesak, namun ia berusaha keras meneguhkan hatinya. "Aku akan membuktikan bahwa kau salah. Aku akan menunjukkan bahwa ada cara lain selain jatuh dalam kegelapan."

Master Shadow tertawa, sebuah tawa yang menggetarkan jiwa. "Kau pikir bisa melawanku? Kau pikir bisa menguasai kegelapan tanpa menerimanya? Ah, Dimas… betapa menyedihkannya."

"Jika itu membuatku tetap menjadi diriku sendiri, maka ya, aku akan melakukannya," balas Dimas dengan suara penuh tekad.

Master Shadow terdiam sejenak, lalu berkata pelan, "Kita akan bertemu lagi, Dimas. Ketika saatnya tiba, aku akan memastikan kau melihat kebenaran ini. Aku akan berada di sini… dalam bayanganmu."

Seketika, sosok pria itu menghilang, menyisakan Dimas yang berdiri di tengah kegelapan, tersengal-sengal dengan jantung berdebar kencang.

---

Dimas tersentak bangun, tubuhnya menggigil, keringat dingin membasahi wajahnya. Ruangan itu terasa asing, namun perlahan ia menyadari bahwa ia berada di kamarnya sendiri di tempat pelatihan para Legenda. Saat menoleh ke samping, sosok Raiden sudah duduk di sana, menatapnya dengan cemas.

"Dimas? Kau baik-baik saja?" tanya Raiden lembut. "Aku merasakan aura gelap dari kamarmu barusan. Apa yang terjadi?"

Dimas mengatur napas, terasa berat. "Aku… aku bermimpi bertemu Master Shadow. Dia bilang ada… kegelapan dalam diriku."

Raiden menatap Dimas serius. "Kegelapan? Kau bilang, kekuatan elemen terakhirmu sudah bangkit dalam mimpi?"

Dimas terdiam sejenak, berusaha memahami apa yang baru saja ia alami. "Aku… tidak yakin, Raiden. Rasanya seperti… ada sesuatu yang begitu kuat di dalam diriku, tapi sekaligus menakutkan."

Raiden mengangguk pelan. "Dimas, kekuatan kegelapan bukan musuhmu, tapi alatmu. Ia bisa menjadi senjata jika kau yang mengendalikannya."

"Tapi Raiden," Dimas menatap Raiden penuh keraguan, "bagaimana jika aku tidak cukup kuat? Bagaimana jika kegelapan ini menguasai diriku, seperti yang terjadi pada Master Shadow?"

Raiden tersenyum tipis. "Kau berbeda, Dimas. Kau memiliki hati yang penuh cahaya. Master Shadow memilih menyerah pada kegelapan, tapi kau punya pilihan lain."

Dimas menunduk, mencerna kata-kata Raiden. Bayangan senyum jahat Master Shadow masih terpatri jelas di benaknya.

"Apa yang akan terjadi jika aku gagal?" Dimas bertanya dengan nada rendah. "Bagaimana jika aku tak bisa mengendalikannya dan menjadi ancaman bagi kalian semua?"

Raiden tertawa pelan, lalu menepuk bahu Dimas. "Kalau kau mulai menyerang seperti singa yang mengamuk, yah… kami akan pastikan kau kembali ke dirimu. Mungkin dengan membiarkan Shoko mengikatmu dengan rantai, atau Kael memperlambat waktu biar kau tenang dulu."

Dimas sedikit tersenyum, merasa lega dengan gurauan itu, meskipun ia tahu Raiden serius dengan janjinya.

"Raiden, aku hanya… takut. Semua ini terasa begitu baru, dan aku tidak tahu bagaimana aku bisa mengendalikannya," katanya, setengah berbisik.

Raiden menatapnya dalam-dalam, penuh pengertian. "Kau tidak sendiri, Dimas. Kami semua di sini untuk mendukungmu. Percayalah pada dirimu dan pada kami. Kami ini tim, kan?"

Dimas mengangguk, merasa lebih tenang. "Ya… terima kasih, Raiden. Aku akan berusaha sebaik mungkin. Aku tidak akan membiarkan Master Shadow atau siapa pun menguasai kegelapan ini."

Raiden mengangguk dengan bangga. "Itu dia. Kegelapan mungkin tampak menakutkan, tapi dalam kendali yang benar, ia bisa menjadi pelindung yang sangat kuat. Kau punya kekuatan itu, Dimas."

Dimas menghela napas, perasaan lega menyelimuti hatinya. "Aku akan ingat kata-katamu, Raiden. Mungkin aku harus mulai belajar untuk menerima sisi gelap ini, alih-alih menolaknya."

"Yap, itu dia," Raiden tertawa kecil. "Dan hey, siapa tahu? Mungkin suatu hari nanti kau bisa mengalahkan Master Shadow dengan kegelapanmu sendiri."

Dimas tersenyum, merasa ada percikan semangat dalam dirinya. "Kurasa itu kedengarannya cukup keren. Tapi tetap saja, Raiden… aku berharap kita bisa menyelesaikan semua ini tanpa harus menyerah pada kegelapan."

Raiden menepuk pundaknya sekali lagi. "Percaya saja, Dimas. Kami semua percaya padamu, jadi kau juga harus percaya pada dirimu sendiri. Kegelapan ini adalah bagian dari perjalananmu, tapi kau yang memegang kendali atasnya."

Dimas mengangguk tegas. Ia tahu perjalanan ini masih panjang, namun dengan dukungan dari Raiden dan teman-temannya, ia merasa lebih siap untuk menghadapi tantangan yang akan datang. Perlahan, ia kembali berbaring, mencoba memejamkan mata.

Raiden berdiri, hendak meninggalkan kamar. Namun, sebelum ia pergi, Dimas memanggilnya. "Raiden… kalau nanti aku mulai aneh, jangan sungkan-sungkan untuk menjitakku, ya."

Raiden tertawa kecil. "Oh, itu janji, Dimas. Dan mungkin aku akan mengajak Shoko untuk berjaga-jaga juga. Siapa tahu dia lebih efektif menenangkanmu."

Dimas tertawa kecil, meskipun masih ada ketakutan dalam dirinya. "Terima kasih, Raiden. Semoga aku bisa mengatasi semua ini."

Raiden mengangguk sekali lagi sebelum pergi. "Kau pasti bisa, Dimas. Kau tidak sendirian."

Saat Raiden meninggalkan kamarnya, Dimas memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya. Ia tahu, dengan kekuatan baru ini, banyak tanggung jawab yang akan ia emban. Namun dengan teman-temannya di sisinya, ia merasa yakin bahwa perlahan-lahan, ia bisa menguasai kegelapan di dalam dirinya dan menggunakannya untuk melindungi mereka yang ia sayangi.