Chereads / kristal Heksagon : Warisan 6 elemen / Chapter 21 - BAB 21 : BAYANGAN KEGELAPAN

Chapter 21 - BAB 21 : BAYANGAN KEGELAPAN

----

Ruang latihan yang luas terasa semakin mencekam dengan suara detak jantung Dimas yang semakin cepat. Raiden berdiri di hadapannya, wajahnya serius, namun ada sedikit senyum yang tersembunyi. Dimas tahu, latihan kali ini akan jauh lebih berat dari yang pernah dia bayangkan.

"Baiklah, Dimas," kata Raiden sambil memutar tubuhnya. "Saatnya uji kemampuanmu. Aku ingin melihat sejauh mana kamu bisa mengendalikan kelima elemen yang sudah kamu kuasai. Dan yang paling penting, kegelapan yang ada di dalam dirimu."

Dimas meneguk ludah, perasaan cemas mulai menguasai dirinya. "Raiden... serius, nih? Aku bahkan baru bisa merasa nyaman dengan empat elemen, dan kamu sudah minta aku uji semuanya?"

Raiden hanya mengangkat bahu, seolah-olah ini adalah hal yang wajar. "Tentu saja. Jangan khawatir, ini latihan, Dimas. Kamu hanya butuh sedikit tekanan untuk berkembang."

Dimas memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan dirinya. "Baiklah, siap."

Raiden bergerak cepat, dan sebelum Dimas bisa bereaksi, Raiden mengarahkan tangan kirinya ke depan. Sebuah cahaya terang menyambar dan meledak di depan Dimas, membuatnya terhuyung mundur. Namun, Dimas segera menggerakkan tangan, memanggil elemen angin untuk menahan serangan itu.

"Kurang cepat, Dimas!" Raiden berteriak sambil meluncurkan serangan cahaya lainnya, kali ini berbentuk sinar tajam yang meluncur ke arah Dimas.

Dimas melompat ke samping, menambah kecepatan angin untuk menghindar, namun tiba-tiba Raiden melompat ke udara dan melepaskan gelombang energi cahaya besar yang melingkupi seluruh ruang latihan.

"Gunakan elemen tanah untuk bertahan!" teriak Raiden.

Dimas menutup mata sejenak dan mengeluarkan elemen tanahnya. Sebuah dinding tanah muncul di depannya, menahan serangan sinar cahaya Raiden yang meledak begitu keras. Meski dinding tanahnya kokoh, Dimas merasakan getaran kuat yang hampir meruntuhkan pertahanan itu. Dimas tahu, dia tidak bisa terus mengandalkan tanah saja.

"Baiklah, Raiden. Cukup! Aku tahu apa yang harus dilakukan!" teriak Dimas, dan seketika itu juga elemen air menyelimuti tubuhnya. Dengan kecepatan luar biasa, Dimas mengeluarkan gelombang air yang menghantam serangan Raiden, menghentikan sinar-sinar cahaya yang datang.

Raiden mengangguk kagum. "Bagus, kamu sudah mulai menguasai ritme. Sekarang, buktikan kemampuan api-mu."

Dimas menarik napas dalam dan menyalakan api di kedua tangannya. Dengan sekali gerakan, api itu membesar dan meluncur ke arah Raiden, menciptakan jalur api yang membakar udara.

Raiden tersenyum dan mengangkat tangan kanannya, menghasilkan perisai cahaya yang menyerap api Dimas tanpa meninggalkan bekas. "Kekuatanmu memang hebat, tapi aku masih lebih cepat."

Namun, tanpa Dimas duga, tubuh Raiden mulai mengeluarkan energi cahaya yang lebih terang, menciptakan dua sosok cahaya yang mengelilinginya seperti penjaga. Sinar-sinar itu menyala dengan kekuatan yang lebih besar, menghancurkan apapun yang ada di hadapannya.

Dimas tidak gentar. "Aku juga punya cara!" Dengan cepat, ia mengalihkan elemen anginnya untuk menciptakan angin puting beliung yang besar. Angin itu berputar dengan kekuatan luar biasa, melawan sinar cahaya yang datang.

"Aku ingin lihat kamu bisa bertahan sampai kapan, Dimas!" Raiden berteriak, menyatukan seluruh energi cahayanya dan melepaskan ledakan besar yang meluncur dengan kecepatan tinggi.

Dimas terhuyung mundur, tetapi kali ini dia tidak mundur begitu saja. Dengan kekuatan tanah yang kuat, dia menciptakan dinding tanah yang kokoh. Namun, sinar cahaya Raiden terus mengalir, menembus perlindungannya, dan membuat Dimas hampir terpojok.

"Sudah cukup!" teriak Dimas, dan saat itu, kegelapan yang ada dalam dirinya mulai bangkit tanpa diduga. Urat-urat hitam mulai merambat di tubuhnya, menaiki tangannya, bahunya, dan wajahnya. Matanya berubah menjadi ungu terang, bersinar tajam.

Raiden menatapnya dengan serius. "Kegelapanmu mulai keluar. Ini saat yang tepat untuk mengujinya, Dimas."

Dimas merasa tubuhnya menjadi lebih berat, lebih kuat. Energi gelap mulai mengalir begitu deras. Bisikan aneh mulai memenuhi kepalanya. "Aku adalah kegelapan yang kau takuti... bebaskan aku."

"Raiden, aku tidak bisa mengendalikannya!" Dimas berteriak, merasakan kekuatan kegelapan itu semakin menguasai tubuhnya.

Raiden tidak panik. "Tenang, Dimas. Ini adalah bagian dari dirimu. Kamu hanya perlu mengendalikan kekuatan ini. Jangan biarkan ia menguasaimu."

Namun, kekuatan kegelapan yang ada dalam tubuh Dimas mulai meledak, menciptakan bayangan-bayangan hitam yang menyelimuti ruangan latihan. Ruangan itu menjadi gelap gulita, hanya dihiasi oleh cahaya-cahaya kecil yang dikeluarkan oleh Raiden.

"Dimas!" Raiden berteriak, tubuhnya menyala dengan cahaya yang lebih terang, mencoba menahan bayangan yang melanda. "Kamu harus kembali mengendalikan dirimu!"

Dimas berusaha keras, tetapi kegelapan itu semakin menguasainya. "Raiden... aku tak bisa..."

Namun, dalam detik terakhir, Dimas teringat akan sesuatu yang penting. Cahaya yang ada dalam dirinya. Dengan usaha terakhir, Dimas mengalihkan perhatian pada cahaya di dalam hatinya, mencoba untuk mengendalikan energi gelap yang ada.

Ketika Dimas mengarahkan pikirannya pada cahaya, urat-urat hitam itu mulai memudar, dan kekuatan kegelapan pun mulai reda. Matanya kembali normal, dan tubuhnya terasa ringan.

Raiden tersenyum, meskipun terlihat lelah. "Bagus, Dimas. Kamu berhasil mengendalikan kegelapan itu."

Dimas terengah-engah, tetapi tertawa kecil. "Raiden, latihan ini beneran gila... Aku pikir aku hampir jadi makhluk kegelapan itu."

Raiden mengangguk setuju, meskipun wajahnya tetap serius. "Kegelapan adalah bagian dari dirimu, Dimas. Kamu harus bisa mengendalikannya, bukan menolaknya. Karena suatu saat, kegelapan itu bisa membantu kamu, bukan hanya menjadi beban."

Dimas mengangguk, merasa sedikit lebih tenang. "Aku tidak tahu apakah aku bisa mengandalkannya, tapi setidaknya aku bisa mengendalikannya sekarang."

Raiden tersenyum lebar, melangkah mundur. "Sekarang kamu sudah lebih kuat. Kita lanjutkan latihan selanjutnya, Dimas."

Dimas hanya bisa menghela napas panjang. "Kalau kamu bilang begitu, aku nggak bisa bilang tidak."

Raiden tertawa ringan. "Jangan khawatir. Latihan ini nggak akan bikin kamu jadi monster, kok. Hanya saja, mungkin sedikit lebih jago. Siapa tahu, kamu bisa jadi yang terbaik dari kita semua."

Dimas tertawa tertahan, merasa lebih ringan setelah latihan berat ini. "Tunggu dulu, Raiden... kalau aku jadi jago, berarti kamu kalah, kan?"

Raiden hanya memandang dengan tatapan sinis. "Kamu pikir begitu, Dimas?"

Dimas tersenyum lebar. "Tunggu saja, Raiden. Aku nggak akan bikin kamu malu nanti."

Raiden menepuk pundak Dimas dengan lembut. "Baiklah, Dimas, latihan selesai. Tapi kita harus kembali ke Eclipsara segera."

Dimas mengerutkan kening, seolah tak mendengar dengan jelas. "Eclipsara? Lagi? Kenapa nggak santai-santai dulu sih?"

Raiden tertawa kecil. "Jangan khawatir, kamu akan punya banyak waktu untuk santai... setelah misi kali ini selesai."

Dimas mengeluh, mengusap wajahnya. "Aku sih lebih suka kalau ada waktu buat tidur dulu. Latihan gila ini bikin aku kehabisan energi."

Raiden tersenyum penuh arti. "Siapa bilang? Kamu kan sudah mulai jago, jadi tak perlu takut... tidur pun bisa sambil beraksi nanti."