Dimensi Ilahi bergetar hebat. Cahaya emas dan kilatan energi memenuhi langit tanpa batas, menciptakan gelombang kekuatan yang nyaris merobek ruang di sekelilingnya.
Di tengah pertempuran, Shen Wei berdiri dengan napas terengah-engah.
Dua Dewa Langit, Bai Zhen dan Hao Lie, berdiri di hadapannya. Keduanya masih memiliki postur anggun, tetapi Shen Wei tahu bahwa mereka tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa mereka mulai kewalahan.
Dari sudut bibirnya, darah segar mengalir, tetapi Shen Wei hanya menyeka dengan punggung tangannya.
"Kalian berdua lebih kuat dari yang kuduga," katanya sambil tersenyum tipis. "Tapi aku tidak akan kalah."
Bai Zhen mengangkat alisnya sedikit, sementara Hao Lie mengeratkan genggamannya pada pedang panjang bercahaya yang ia pegang.
"Menarik... manusia sepertimu bisa bertahan sejauh ini," ujar Hao Lie. "Tapi jangan sombong dulu!"
Dalam sekejap, dua Dewa itu kembali menyerang.
Shen Wei menghindari serangan pedang ilahi Hao Lie dengan gesit.
Namun, sebelum ia sempat membalas, Bai Zhen muncul di belakangnya dan meninju punggungnya dengan kekuatan dahsyat.
"Ugh!" Shen Wei terlempar jauh, tubuhnya menghantam tanah bercahaya Dimensi Ilahi, menciptakan kawah besar di bawahnya.
Darah semakin banyak mengalir dari mulutnya.
Namun, saat debu menghilang, Shen Wei masih berdiri.
Matanya berkilat penuh determinasi.
"Aku tidak akan jatuh di sini."
Di dalam dirinya, kenangan tentang murid-muridnya, tentang Mei Er, tentang dunia yang ia lindungi, terus berputar.
Ia tahu bahwa jika ia gagal di sini, maka tidak ada yang akan bisa melindungi mereka.
"Aku harus lebih kuat."
"Aku harus menunjukkan pada para Dewa bahwa aku layak melindungi dunia ini."
Perlahan, Aura Shen Wei mulai berubah.
Cahaya keemasan yang semula samar kini semakin terang, menyebar dan melilit tubuhnya seperti nyala api suci.
Mata Bai Zhen menyipit. "Ini..."
Hao Lie melangkah mundur sedikit, merasakan tekanan yang semakin besar. "Aura ini... ini bukan sembarang energi!"
"Cahaya Ilahi..." bisik Bai Zhen.
"Tidak mungkin! Seorang manusia bisa mencapai tingkat ini?!"
Shen Wei mengepalkan tangannya. "Dewa atau bukan... jika kalian mencoba menentangku, aku akan membuat kalian berlutut!"
Dalam sekejap, Shen Wei menghilang.
Hanya dalam kedipan mata, ia muncul di hadapan Hao Lie dan meninju perutnya dengan kekuatan luar biasa.
"Kuh—!!"
Hao Lie terhempas ke udara seperti bintang jatuh, menghancurkan beberapa lapisan ruang di Dimensi Ilahi.
Bai Zhen mencoba menyerang dari belakang, tetapi Shen Wei sudah mengantisipasinya.
Dengan gerakan cepat, Shen Wei membalikkan tubuhnya dan menahan serangan Bai Zhen hanya dengan satu tangan!
"Mustahil...!" Bai Zhen terkejut.
Shen Wei menatapnya dingin. "Sekarang, giliranku."
Dalam satu gerakan cepat, ia melancarkan pukulan yang membuat Bai Zhen terlempar jauh, menghantam pilar energi Dimensi Ilahi.
Kedua Dewa kini terjatuh, terengah-engah.
Mereka menatap Shen Wei dengan mata yang penuh keterkejutan dan… rasa hormat.
Hao Lie berdiri dengan susah payah, sementara Bai Zhen menghela napas panjang.
"Aku tidak percaya..." Bai Zhen menggelengkan kepalanya. "Seorang manusia… berhasil mengalahkan kami."
Hao Lie tertawa kecil. "Sungguh luar biasa. Aku tidak pernah menyangka akan ada manusia yang bisa melampaui para Dewa."
Shen Wei masih berdiri tegak, cahayanya perlahan meredup.
Bai Zhen menatapnya dengan serius. "Shen Wei, kau telah membuktikan dirimu."
Ia kemudian menundukkan kepalanya sedikit, sebuah tanda penghormatan.
"Mulai sekarang, kau bukan hanya seorang kultivator. Kau adalah Pelindung Dunia ini."
Shen Wei tidak mengatakan apa-apa, tetapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa perjalanannya masih belum berakhir.
Setelah pertempuran itu, Shen Wei akhirnya kembali ke Sekte Naga Putih.
Namun, saat ia tiba di gerbang utama, tubuhnya mulai melemah.
"Senior!"
Mei Er, yang telah menunggu dengan cemas, langsung berlari dan memeluknya begitu melihat darah di bibirnya.
"Kau terluka lagi...!" katanya dengan suara gemetar.
Shen Wei hanya tersenyum lemah. "Aku baik-baik saja, Mei Er."
Tetapi Mei Er tidak mempercayainya. Ia menatapnya dengan mata berkaca-kaca, lalu mengelus pipinya yang penuh luka.
"Kenapa kau selalu bertarung sendirian, senior?" suaranya penuh kesedihan.
Yu Lan dan murid lainnya juga datang, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran.
Namun, Shen Wei hanya tersenyum.
"Aku berjuang... demi kalian semua."
Mei Er menggigit bibirnya. "Tapi kau tidak perlu menanggung semua ini sendirian."
Ia kemudian menyentuh luka di pipi Shen Wei, mengalirkan sedikit energi penyembuhan.
Meskipun kecil, sentuhan itu terasa begitu hangat.
Shen Wei menatapnya dalam-dalam, lalu mengangkat tangannya untuk membelai rambutnya dengan lembut.
"Terima kasih, Mei Er."
Mei Er hanya mengangguk, matanya masih berkaca-kaca.
Dan di dalam hatinya, Shen Wei tahu bahwa selama ia memiliki mereka… ia akan selalu punya alasan untuk terus bertarung.
(Bersambung ke Bab 52...)