Keesokan harinya, fajar mulai menyingsing di langit sekte Naga Putih. Kabut tipis menyelimuti halaman latihan, menciptakan suasana yang tenang namun penuh ketegangan.
Shen Wei berdiri di tengah-tengah lapangan latihan, dikelilingi oleh Mei Er, Lin Xia, Yu Lan, dan Chen Guang.
Hari ini berbeda dari latihan sebelumnya.
"Hari ini, kita akan berlatih dengan pedang." Suara Shen Wei tegas, namun tetap lembut.
Mei Er, yang masih sedikit gugup setelah pengakuannya semalam, mencoba berkonsentrasi. Tetapi setiap kali ia mencuri pandang ke arah Shen Wei, wajahnya kembali memanas.
Shen Wei menyadarinya. Dengan senyum tipis, ia mendekati Mei Er dan perlahan mengelus rambutnya.
"Mei Er, apakah kamu lelah?" tanyanya lembut.
Mei Er terdiam. Jantungnya berdegup kencang.
"T-Tidak, Senior! Aku akan berlatih hari ini!" ucapnya cepat, mencoba menyembunyikan rasa malunya.
Shen Wei tertawa kecil, lalu kembali berdiri tegak. "Baiklah, kalau begitu mari kita mulai."
Lin Xia, Yu Lan, dan Chen Guang saling berpandangan, lalu menghela napas.
Lin Xia berbisik ke Yu Lan, "Sepertinya Mei Er semakin dekat dengan Senior, ya…"
Yu Lan hanya tersenyum tipis. "Ya, tapi itu wajar. Aku sudah menduganya sejak lama."
Chen Guang, yang berdiri di samping mereka, mengerutkan kening. "Kita seharusnya fokus pada latihan."
Latihan dimulai. Shen Wei memimpin mereka dalam teknik pedang, mulai dari serangan dasar hingga teknik tingkat lanjut.
Pedang mereka berkilauan di bawah sinar matahari pagi.
Shen Wei mengawasi mereka satu per satu.
Lin Xia bergerak dengan gesit, tekniknya cepat dan presisi.
Yu Lan lebih metodis, setiap tebasannya penuh perhitungan.
Chen Guang memiliki kekuatan besar, setiap ayunannya membawa tekanan yang luar biasa.
Mei Er, meskipun sedikit terganggu dengan keberadaan Shen Wei, tetap menunjukkan perkembangan yang baik.
Namun, di tengah latihan, Mei Er kehilangan keseimbangan saat mengayunkan pedangnya.
Dalam sekejap, Shen Wei melangkah maju dan menangkap tangannya sebelum ia jatuh.
Mei Er menatap Shen Wei dari jarak dekat. Jantungnya kembali berdebar kencang.
"Hati-hati, Mei Er."
Mei Er menggigit bibirnya, lalu mengangguk dengan malu.
Lin Xia dan Yu Lan yang melihat kejadian itu hanya bisa saling berpandangan.
"Mei Er benar-benar…" gumam Lin Xia sambil menghela napas.
Yu Lan terkekeh. "Biarkan saja. Senior memang memperlakukannya dengan istimewa."
Latihan berlanjut selama berjam-jam. Keringat mengalir dari dahi mereka, tetapi mereka semua merasa semakin kuat.
Ketika latihan selesai, semua murid terengah-engah dan duduk di tanah, mencoba mengatur napas.
Shen Wei berdiri di tengah-tengah mereka, melihat wajah-wajah penuh tekad.
"Bagus. Kalian semakin berkembang. Tetapi kita tidak bisa berhenti di sini."
Semua murid mengangguk.
Chen Guang menyeka keringat di dahinya. "Senior, latihan hari ini sangat berat, tetapi aku merasa semakin dekat dengan pedangku."
Shen Wei tersenyum. "Itu tujuan latihan ini. Pedang bukan hanya senjata, tetapi perpanjangan dari diri kita."
Mereka semua mendengarkan dengan penuh perhatian.
Namun, Shen Wei tidak bisa mengabaikan perasaan tidak nyaman dalam hatinya.
Ancaman dari Dewi itu masih menggantung di udara.
Setelah semua murid beristirahat, Shen Wei akhirnya berbicara.
"Kita tidak bisa hanya berlatih tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi."
Semua murid menoleh ke arahnya.
"Hari ini, kita akan mencari tahu apa tujuan Dewi itu."
Mereka semua terdiam sesaat.
Mei Er menggigit bibirnya. "Senior, apakah kita akan menghadapi Dewi itu langsung?"
Shen Wei menggeleng. "Tidak. Untuk sekarang, kita harus mengumpulkan informasi. Kita tidak bisa bertindak gegabah."
Lin Xia mengangguk setuju. "Kalau begitu, kita harus mencari tahu lebih dalam tentang siapa Dewi itu dan mengapa dia mengincar salah satu dari kita."
Chen Guang mengepalkan tangannya. "Apapun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti kita."
Yu Lan menambahkan, "Jika kita tahu apa tujuannya, mungkin kita bisa mencari cara untuk menghadapinya."
Shen Wei tersenyum tipis. Murid-muridnya sudah semakin matang.
"Baiklah. Kita akan memulai perjalanan ini besok."
Malam itu, mereka semua tidur lebih awal, bersiap menghadapi perjalanan yang akan datang.
Namun, di balik kedamaian yang mereka rasakan, sesosok mata mengamati mereka dari kejauhan, tersembunyi di balik bayangan malam…
(Bersambung ke Bab 42…)