Chereads / At The Edge Of Absolute Infinity / Chapter 7 - ATEOAF 07

Chapter 7 - ATEOAF 07

"Tuanku, keputusan apakah yang akan kau ambil?" tanya Anethra dengan suara yang menggetarkan hati. Ia tampak diliputi keresahan yang mendalam, seolah merasakan ancaman bahaya yang dapat datang kapan saja. Situasi yang mereka hadapi saat ini begitu genting; kekuatan mereka melemah, sebagaimana tergambar jelas dalam laporan yang baru saja disampaikan oleh Anethra.

Di tengah keputusasaan yang melanda klan para elf, sebuah suara menggema di antara langit dan bumi. Suara itu begitu indah, penuh dengan keagungan, namun sarat dengan penderitaan. Bahkan, suaranya mampu menenangkan hati yang dilanda ketakutan. Suara tersebut terdengar seperti seorang wanita yang tengah menahan rasa sakit yang teramat dalam.

"Anak-anakku, janganlah kalian khawatir akan masa depan kalian. Aku, sebagai Pohon Dunia, bersumpah atas nama Dewi Theia, akan melindungi kalian dari segala marabahaya yang mengancam," ujar Pohon Dunia dengan nada yang sedikit tertatih namun penuh keyakinan.

Para elf yang sebelumnya diliputi rasa putus asa kini terdiam, menyimak suara penuh kasih tersebut. Perlahan, air mata menetes dari mata mereka, dan isakan kecil mulai terdengar, "Ibu..." ujar mereka dengan suara lirih. Mereka baru saja menyadari bahwa selama ini, sang Pohon Dunia, yang mereka panggil sebagai ibu, telah melindungi mereka dengan segenap kekuatannya sejak kedatangan energi kosmik kuno.

Hal itu terbukti dari kondisi benua-benua lain di luar wilayah klan elf. Langit di sana tampak kelabu, gelap, dengan kilatan cahaya yang mengancam, seolah-olah langit tersebut dapat runtuh hanya dengan sentuhan lembut. Sebaliknya, wilayah para elf tetap utuh, tenteram, terlindungi oleh pengorbanan tanpa henti sang Pohon Dunia.

Di suatu alam abadi, tempat para dewa dan dewi purba menetap dalam harmoni ilahi, berdiri seorang dewi agung bernama Theia. Ia adalah penjaga tatanan semesta, pemelihara keseimbangan antara dunia-dunia yang tak terhitung jumlahnya. Dalam pengawasannya yang tiada henti, pandangannya tertuju pada planet Orbis, sebuah dunia yang memancarkan kehidupan dari akar hingga langitnya.

Namun, sebuah kejanggalan menarik perhatian Theia. Pohon Dunia, yang ditanamnya sebelum terciptanya makhluk hidup, kini menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Yggdrasil, yang selama ini memancarkan energi vital ke seluruh penjuru Orbis, perlahan kehilangan cahayanya. Batangnya yang kokoh mulai meranggas, dan dedaunan yang biasa berkilau bagai zamrud tampak layu, seakan kehidupan sedang terhisap dari intinya.

Gelisah menyelimuti hati Theia. Ia telah merawat Yggdrasil dengan penuh kasih dan kehati-hatian, memastikan agar pohon itu menjadi sumber harmoni dan keseimbangan bagi seluruh kehidupan di Orbis. Namun kini, ia merasakan keberadaan energi asing yang menyusup, sesuatu yang asing namun samar. Pada awalnya, ia mengabaikan firasat itu, meyakinkan dirinya bahwa fenomena tersebut tidak akan membawa malapetaka.

Namun, keraguan itu tak kunjung sirna. Kesadarannya yang tajam sebagai penjaga semesta membunyikan lonceng peringatan dalam dirinya. Theia tak bisa lagi berdiam diri. Dengan tekad yang bulat, ia membangkitkan kekuatan kunonya dan membuka sebuah wormhole, sebuah gerbang melintasi ruang dan waktu. Gerbang itu bersinar dengan cahaya yang melampaui bintang, menghubungkan alam abadi dengan Orbis.

Wormhole adalah suatu fenomena alam semesta yang dapat memungkinkan melakukan perjalanan dengan melipat struktur dari ruang waktu itu sendiri.

Tanpa ragu, Theia melangkah memasuki wormhole, siap menghadapi apa pun yang menanti di ujungnya. Keberangkatannya bukan sekadar perjalanan; itu adalah panggilan untuk melindungi ciptaan yang pernah ia tanam dengan cinta dan harapan. Dengan setiap langkah, ia membawa keagungan dan kewibawaan sebagai seorang dewi, siap memulihkan keseimbangan yang telah terganggu.

Namun, ketenangan mereka (elf) mendadak terkoyak oleh kehadiran sebuah fenomena yang tak terduga. Sebuah portal gelap berputar liar, memancarkan aura kehancuran yang memekakkan sanubari. Cahaya merah menyala dari celah portal itu seperti darah yang mendidih, dan hawa dingin yang mencekam menjalari seluruh penjuru.

High Lord Caelith, pemimpin agung bangsa elf, berdiri dengan sorot mata yang dipenuhi keterkejutan dan kewaspadaan. Ia mengenali apa yang terpampang di hadapannya-sebuah gerbang menuju dunia iblis. Bagi Caelith, keberadaan portal itu merupakan isyarat dari sesuatu yang jauh lebih buruk. Selama puluhan ribu tahun, klan iblis bahkan tak berani menunjukkan bayangan mereka di dunia ini, apalagi berusaha menyeberang. Namun kini, bukan sekadar bayangan yang melintasi batas, melainkan kehadiran fisik mereka yang penuh keberanian dan penghinaan.

Dari kegelapan yang berputar di dalam portal, sosok penuh wibawa namun memancarkan keburukan muncul perlahan. Matanya terpejam seolah mencemooh dunia di sekitarnya. Ketika ia membuka mata, tatapan penuh kebanggaan dan kesombongan memancar, menusuk seperti belati yang berlumur racun. Dialah Azareth, Raja Iblis yang legendaris. Dengan senyum licik, ia mengamati penderitaan yang mulai mencengkeram bangsa elf. Tawanya menggema, menggetarkan bumi di bawah kaki mereka, menyiratkan rasa superioritas tanpa batas. Azareth berdiri dengan aura yang begitu mendominasi hingga hanya dengan satu serangan, ia mampu melenyapkan seluruh klan elf dari muka dunia.

Namun ancaman itu tidak berakhir pada dirinya. Perlahan, satu demi satu muncul dari dalam portal tujuh sosok lain, masing-masing membawa kehadiran yang sama mengerikannya. Mereka adalah para jenderal iblis, representasi nyata dari tujuh dosa besar manusia: keserakahan, iri hati, kerakusan, nafsu, murka, kemalasan, dan kesombongan. Kehadiran mereka membawa aroma kehancuran yang tak terelakkan, seolah menyatakan bahwa neraka kini telah mencengkeram dunia elf dalam genggamannya.

Ketegangan merajalela. Para elf, yang sebelumnya dikenal sebagai bangsa abadi yang bijaksana, kini dipaksa menghadapi musuh yang mereka pikir telah lenyap dalam bayang-bayang masa lalu. Yggdrasil, yang menjadi penopang kehidupan di dunia itu, bergetar oleh kehadiran energi kegelapan yang kini merasuk hingga ke akar-akarnya. Masa depan bangsa elf tergantung pada keberanian mereka, tetapi juga pada sekutu yang tak terduga. Neraka telah membuka pintunya, dan dunia tak akan pernah sama lagi.

Ribuan entitas kegelapan membentuk barisan rapi, seolah bumi sendiri tunduk pada kehadiran mereka. Di depan barisan itu, Azareth mengangkat tangannya ke langit, matanya bersinar dengan kebencian yang mendalam. Suaranya menggema seperti guruh yang meruntuhkan cakrawala.

"Akulah sang pemimpin! Akulah yang akan menyesatkan dan membinasakan setiap makhluk hidup yang kau ciptakan, Theia!" serunya dengan penuh dendam. "Aku bersumpah akan membantai mereka, mengulitinya hidup-hidup, hingga bahkan kau tak mampu mengenali ciptaanmu sendiri!"

Ucapan itu memicu sorak sorai dari pasukan neraka. Jenderal-jenderalnya-tujuh sosok yang merepresentasikan dosa-dosa besar-tersenyum puas. Aura kegelapan semakin pekat ketika Azareth mengayunkan tangannya, memberikan perintah terakhir yang dinanti oleh semua.

"Habisi mereka!"

Dengan satu teriakan, neraka melepaskan amarahnya. Pasukan iblis menyerbu tanpa ampun, membakar rumah-rumah, menebang pohon-pohon suci, dan meluluhlantakkan setiap kehidupan yang mereka temui. Bangsa elf yang dikenal tenang dan anggun kini berubah menjadi sosok-sosok yang diliputi ketakutan. Mereka berlarian tanpa arah, mencoba menyelamatkan diri dari kehancuran yang tak terelakkan.

Di tengah kekacauan itu, seorang pria melindungi keluarganya dengan keberanian yang tiada tara. "PERGILAH!" teriaknya kepada istrinya, mendorongnya dan kedua anak mereka menjauh dari bahaya.

"Ayah!" teriak anak-anaknya, tangisan mereka mengiris hati. Sang istri, dengan air mata yang mengalir deras, meraih tangan anak-anaknya dan berlari menuju High Lord Caelith, tak sanggup menoleh ke belakang saat suaminya dicincang dan dikuliti hidup-hidup oleh iblis-iblis buas.

Namun, di puncak kehancuran itu, sebuah keajaiban terjadi. Cahaya yang begitu terang turun dari langit, membelah kegelapan dengan keagungan yang tak terlukiskan. Bersamaan dengan itu, Dewi Theia, pencipta dunia Orbis, turun dengan kekuatan ilahinya yang tak tertandingi. Di sisinya, empat belas malaikat agung berdiri dengan pedang bercahaya, membawa harapan di tengah kepedihan.

Para malaikat segera bergerak, melindungi yang lemah dan menengahi perang. Beruntung, sang ayah elf berhasil diselamatkan, meski tubuhnya penuh luka. Tidak ada korban jiwa lainnya, meskipun kehancuran masih menyelimuti tanah bangsa elf.

Gabriel, pemimpin malaikat, maju mendekati Theia dengan penuh hormat. "Dewi Theia Yang Agung, kerusakan yang ditimbulkan makhluk hina ini begitu besar. Mereka bahkan berani menginjakkan kaki di dunia atas," ucapnya dengan nada murka yang terkendali.

Theia menatap Azareth dengan tatapan yang memancarkan kuasa tanpa batas. Sang Raja Iblis, yang sebelumnya begitu sombong, kini dipenuhi rasa takut yang mencekam. Bagaimana mungkin ia tidak gentar? Di hadapannya kini berdiri sang pencipta, Dewi yang membentuk Orbis dari kehampaan.

Ketujuh jenderal iblis, yang biasanya tak kenal takut, kini gemetar. Pasukan mereka mencoba melarikan diri, berlari menuju portal yang menjadi satu-satunya jalan kembali ke neraka. Namun, harapan mereka pupus ketika Gabriel, dengan satu ayunan pedang ilahi, menghancurkan portal itu menjadi serpihan.

Azareth dan jenderal-jenderalnya kini terjebak, tanpa jalan keluar, di bawah bayang-bayang murka Dewi Theia. Orbis, meskipun porak-poranda, telah terselamatkan oleh kedatangan penciptanya. Namun perang ini bukan akhir-ini adalah awal dari pertempuran abadi antara terang dan gelap, kehidupan dan kehancuran.

Seluruh iblis terdiam, merasakan sebuah ketakutan yang begitu dalam. Dewi Agung Theia, dengan wibawa yang tiada tanding, memerhatikan sekeliling dengan tatapan yang tajam, menghitung setiap kerusakan yang telah ditimbulkan oleh klan iblis. Sementara itu, para elf yang hadir sejak awal, menundukkan kepala dan bersujud dengan penuh penghormatan, perasaan lega yang mendalam mengalir dari dalam diri mereka, disertai dengan rasa syukur kepada Yggdrasil dan Dewi Agung Theia yang telah melindungi mereka.

Dewi Theia, dengan anggun, menarik napas panjang, menghembuskan udara yang penuh kelegaan. Meskipun klan iblis telah menebarkan kehancuran, ia merasa cukup tenang karena Azareth, sang penguasa kegelapan, hanya menargetkan klan elf. Sementara itu, umat manusia masih berada dalam perlindungan yang aman. Dengan sebuah gerakan halus, ia mengangkat tangannya, dan seketika itu juga, cahaya ilahi yang begitu murni memancar, menyelimuti seluruh permukaan planet Orbis. Energi asing yang sebelumnya mendominasi dunia ini perlahan menghilang, seiring dengan semakin kuatnya cahaya tersebut.

Nyxaroth berusaha mendekat, menyaksikan peristiwa yang terjadi di hadapannya. Semua kejadian yang barusan terlihat hanya berlangsung dalam hitungan detik—35 detik yang penuh ketegangan—hingga akhirnya sebuah cahaya yang begitu terang menyelimuti seluruh penjuru planet Orbis. Keheranan melingkupi dirinya. Padahal, maksud kedatangannya hanyalah untuk mengamati kehidupan makhluk dari dunia lain itu. Tidak ada niatan untuk mengganggu, hanya keinginan untuk melihat dengan mata kepala sendiri. Walau demikian, tampaknya kehadirannya yang tak diundang mengusik Sang Pencipta semesta. Nyxaroth berharap Sang Pencipta tidak marah karena kehadirannya yang tanpa izin.

Plank Length, batas fundamental terkecil dalam skala fisika, telah menjadi alat bagiku untuk mengubah resonansi energi diriku dengan energi alam semesta. Dengan menyelaraskan keduanya, aku berhasil menciptakan keserasian yang melampaui batas-batas kausalitas. Namun, konsekuensinya sungguh tak terduga. Fluktuasi kuantum gravitasi di sekitarku meningkat hingga intensitas yang tak terbayangkan. Akibatnya, struktur ruang-waktu di sekelilingku kehilangan sifat hakikinya, lalu terurai dan terrekonstruksi menjadi entitas baru-busa kuantum, substansi misterius yang keberadaannya mengaburkan definisi realitas.

Fenomena ini mencapai puncaknya di planet Orbis. Di sana, hukum-hukum ruang-waktu runtuh, gravitasi menjadi liar, dan keteraturan berubah menjadi kekacauan. Hukum alam bertolak belakang satu sama lain, menciptakan paradoks eksistensi yang mengancam kestabilan semesta. Kejadian ini memantik perhatian Dewi Agung Theia, entitas yang dikenal sebagai arketipe pencipta, penyeimbang, dan penjaga harmoni kosmis. Ia segera menyadari adanya fluktuasi energi yang ganjil, yang ternyata berasal dari diriku-sang entitas yang melampaui hukum fisika.

Namun, Theia bukanlah entitas yang bertindak berdasarkan amarah. Bertolak belakang dengan sifat destruktif Nyxaroth, Theia memiliki kemampuan dan kehendak untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang aku ciptakan. Dengan kebijaksanaan dan kekuatan tak terukur, ia mulai mengembalikan harmoni di planet Orbis. Setiap ketimpangan yang aku hasilkan diluruskan dengan keanggunan dan kecepatan yang melampaui pemahaman setiap makhluk hidup.

Namun, segalanya tidak berakhir di sana. Kini, Theia berdiri di hadapanku. Sosoknya memancarkan cahaya suci yang agung, seolah-olah seluruh alam semesta bersujud di bawah kehadirannya. Ia mencoba berkomunikasi denganku, tetapi bahasanya adalah sesuatu yang asing, tak dikenal oleh akalku. Meskipun aku tak mampu memahami setiap kata, getaran energi dalam suaranya menyampaikan maksud yang jauh lebih dalam-sebuah konfrontasi, mungkin, atau sebuah undangan untuk memahami harmoni yang telah aku hancurkan.