Pagi di akademi terasa seperti biasanya, dingin dan penuh dengan bisikan murid-murid yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Namun, bagi Ardyn, hari ini terasa berbeda. Sistem telah memberinya misi baru: "Temukan Sekutu".
Ia berjalan menuju aula utama untuk menghadiri kelas, pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan. Sekutu? Siapa yang harus ia cari? Dan mengapa sistem tiba-tiba memberinya misi seperti itu?
Saat ia melangkah masuk ke aula, pandangan murid-murid lain langsung tertuju padanya. Bisikan-bisikan kembali terdengar, tetapi kali ini tidak lagi sekadar ejekan. Ada rasa penasaran di mata mereka.
"Aku dengar dia berhasil keluar dari hutan terlarang."
"Bagaimana mungkin dia bisa melakukannya tanpa sihir?"
"Mungkin hanya keberuntungan."
Ardyn mengabaikan mereka seperti biasa, tetapi perhatian itu membuatnya sedikit tidak nyaman. Ia duduk di barisan belakang, berharap tidak ada yang mengganggunya.
Kelas berjalan seperti biasa, sampai seorang instruktur bernama Profesor Kael memasuki ruangan dengan langkah tegas.
"Dengar baik-baik," kata Kael sambil melirik para murid. "Dalam beberapa minggu ke depan, kalian akan menghadapi ujian lapangan. Ujian ini akan mengukur kemampuan kalian untuk bekerja sama dalam situasi berbahaya."
Ardyn langsung merasa was-was. Ia tahu bahwa ujian seperti ini biasanya mengharuskan setiap murid memiliki kelompok, dan itu adalah masalah besar baginya. Tidak ada yang mau bekerja sama dengan seseorang seperti dia.
Kael melanjutkan, "Kalian akan dikelompokkan berdasarkan undian. Tidak ada pengecualian."
Mendengar itu, bisikan langsung memenuhi ruangan. Sebagian besar murid merasa keberatan dengan sistem undian, terutama mereka yang terbiasa memilih rekan terbaik. Namun, Kael tidak memberi mereka pilihan lain.
Saat undian dimulai, Ardyn hanya bisa menunggu dengan perasaan bercampur aduk. Ketika tiba gilirannya, Kael menarik sebuah nama dari kotak dan membacanya.
"Ardyn Grey akan berpasangan dengan… Lyra Valen."
Suara kelas langsung berubah menjadi gumaman penuh kejutan. Lyra adalah salah satu murid terbaik di akademi, sementara Ardyn adalah murid yang paling sering diremehkan. Kombinasi ini terdengar seperti lelucon bagi banyak orang.
Lyra yang duduk di barisan depan menoleh ke arah Ardyn. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tetapi ia mengangguk singkat sebelum kembali fokus pada Kael.
Setelah kelas berakhir, Lyra mendekati Ardyn yang sedang membereskan barang-barangnya.
"Kelihatannya kita satu tim," katanya dengan nada datar.
Ardyn menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Kelihatannya begitu."
Lyra menyilangkan tangan. "Kita perlu merencanakan strategi. Aku tidak mau gagal karena salah satu dari kita tidak siap."
"Aku tidak akan menghalangi," jawab Ardyn singkat.
Lyra memiringkan kepalanya, sedikit bingung dengan sikap dingin Ardyn. "Baiklah. Kalau begitu, kita mulai latihan besok pagi. Jangan terlambat."
Sebelum Ardyn bisa menjawab, Lyra sudah berjalan pergi. Ia hanya bisa mendesah pelan, merasa bahwa situasi ini akan menjadi lebih rumit dari yang ia bayangkan.
Malam harinya, suara sistem kembali terdengar di kepalanya.
"Misi kemajuan: Berlatih bersama Lyra Valen. Hadiah: Kekuatan Magic Lv. 1."
Ardyn menghela napas. Sistem ini benar-benar tidak membiarkannya beristirahat. Namun, ia tahu bahwa menyelesaikan misi ini adalah satu-satunya cara untuk menjadi lebih kuat.
"Kalau ini yang harus kulakukan, maka aku akan melakukannya," gumamnya dengan tekad baru.
Keesokan paginya, Ardyn berdiri di tengah lapangan latihan, tempat yang biasanya ia hindari. Murid-murid lain sudah berkumpul dalam kelompok masing-masing, tetapi pandangan mereka sekali lagi tertuju padanya.
Lyra tiba beberapa menit kemudian, langkahnya ringan namun penuh percaya diri. Ia membawa sebuah tongkat sihir pendek yang dihiasi kristal biru di ujungnya, tanda khas pengguna sihir elit.
"Kau datang tepat waktu," ucap Lyra sambil berdiri di sampingnya. "Itu awal yang baik."
Ardyn hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa.
"Baiklah," lanjut Lyra. "Kita harus mulai dengan sesuatu yang sederhana. Tunjukkan apa yang bisa kau lakukan dalam pertarungan jarak dekat."
Ardyn menatapnya dengan bingung. "Aku tidak memiliki sihir."
Lyra mengangkat bahu. "Aku tahu. Tapi kau masih memiliki tubuhmu, bukan? Pertarungan tidak selalu bergantung pada sihir."
Ia mengambil posisi bertahan, mengangkat tongkatnya dengan sikap santai namun siap. "Serang aku."
Ardyn ragu sejenak. Ia tidak pernah bertarung melawan seseorang seperti Lyra, tetapi ia tahu menolak bukanlah pilihan. Ia maju dengan langkah cepat, mencoba menyerang dengan tinju langsung.
Namun, Lyra menghindar dengan mudah, gerakannya luwes seperti menari. Sebelum Ardyn bisa bereaksi, tongkatnya meluncur ke arah lututnya, membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke tanah.
"Lambat," komentar Lyra, menawarkan tangan untuk membantunya berdiri. "Kau terlalu mudah diprediksi."
Ardyn mengabaikan tangannya dan bangkit sendiri. Ada sedikit rasa frustrasi di wajahnya, tetapi ia tidak berkata apa-apa.
"Kita harus meningkatkan refleksmu," kata Lyra sambil tersenyum tipis. "Kalau kau mau bertahan dalam ujian nanti, kau harus lebih cepat dan lebih tajam."
Latihan terus berlanjut sepanjang pagi. Lyra menguji kemampuan fisik Ardyn dengan berbagai cara, dari menghindari serangan hingga bertahan melawan tekanan sihir. Meskipun ia sering terjatuh dan hampir menyerah, Ardyn terus bangkit.
Setelah beberapa jam, Lyra akhirnya menghentikan latihan. "Itu cukup untuk hari ini," katanya sambil menyeka keringat di dahinya. "Kau punya potensi, tapi kau harus lebih percaya pada dirimu sendiri."
Ardyn menatapnya dengan sedikit bingung. Itu adalah pertama kalinya seseorang mengakui potensinya, meskipun dalam bentuk kritik.
"Kenapa kau peduli?" tanyanya pelan.
Lyra terdiam sejenak sebelum menjawab. "Karena aku tahu bagaimana rasanya diremehkan. Aku tidak selalu seperti ini, Ardyn. Aku juga pernah dianggap lemah."
Jawabannya membuat Ardyn terdiam. Ia tidak menyangka ada sisi lain dari Lyra yang selama ini ia anggap sempurna.
Malam itu, saat Ardyn kembali ke kamarnya, sistem akhirnya memberikan notifikasi baru:
"Misi Kemajuan: Latihan bersama Lyra selesai. Misi utama belum tercapai. Untuk menyelesaikan misi 'Temukan Sekutu,' bangun kepercayaan lebih dalam dengan target."
Ia mendesah pelan. Sistem ini benar-benar tidak akan puas sampai ia benar-benar menjalin hubungan dengan Lyra. Tapi bagaimana cara membangun kepercayaan dengan seseorang seperti dia?
Sambil menatap langit malam melalui jendela kecil di kamarnya, Ardyn memutuskan satu hal: jika ia ingin menjadi lebih kuat, ia harus belajar untuk menerima bantuan.