Chereads / JADILAH PACARKU / Chapter 8 - 8. Antara Harapan dan Ketakutan

Chapter 8 - 8. Antara Harapan dan Ketakutan

8. Antara Harapan dan Ketakutan

Miyuki merasa sangat bahagia karena akhirnya ia bisa mengobrol dengan Ryuji, sesuatu yang selama ini ia harapkan seperti sebelum-sebelumnya, sebelum Ryuji mengenal geng Four Flowers.

Miyuki senang bisa berbicara banyak dengannya tanpa harus merasa terganggu oleh Four Flowers.

"Sekali lagi, terima kasih, Ren. Semua ini berkat kamu. Kalau tidak ada kamu, pasti akan sulit bagiku melakukannya sendiri. Hehe~"

Ren melahap telur gulung dengan santai. Dia mengunyah pelan sambil menatap kotak bekal yang terisi penuh di hadapannya, yang merupakan hadiah dari Miyuki sebagai ucapan terima kasih atas semua bantuan dan nasihat yang telah diberikannya.

Ren bicara, "Jangan terlalu berpuas diri. Seseorang punya rasa bosan, dan jika mereka bosan, mereka akan mencari yang baru—"

"Kamu jahat sekali, mana mungkin Ryuji-kun akan seperti itu."

"Siapa yang tahu... enak sekali masakanmu."

Miyuki tersenyum malu-malu.

"Agar... agar itu tidak terjadi, apa yang harus kulakukan?" tanya Miyuki dengan gugup.

"Yang seperti itu tergantung dengan orangnya, kita hanya bisa berusaha agar sesuatu yang tidak diinginkan tidak terjadi."

"Aku tidak mau kalau yang seperti itu sampai terjadi. Kenyataan itu sangat menakutkan. Aku tidak bisa membayangkannya kalau Ryuji-kun tidak memilih aku—"

"Tinggal cari yang lain."

"Ya...?" Miyuki menatap Ren dengan bingung.

"Jika kamu dan dia tidak berjodoh, cari yang lain. Memang kesetiaan itu penting, tentang janji atau semacamnya, tapi perlu kamu ingat, janji bisa diingkari."

"..."

Miyuki terdiam. Kata-kata Ren terasa seperti tamparan halus yang membangunkannya dari mimpi indahnya.

"Tapi... aku tidak mau begitu saja menyerah." Suaranya lirih, hampir tenggelam di antara dentingan sendok dan garpu di kantin.

Ren menatapnya sejenak sebelum menyandarkan punggungnya di kursi. "Kalau begitu, kamu harus siap berjuang. Tapi jangan lupa satu hal, Miyuki."

"Apa?"

"Jangan sampai kamu kehilangan dirimu sendiri demi seseorang." Ren menaruh sumpitnya di kotak bekal dan menatap Miyuki dengan serius. "Kalau kamu terlalu bergantung, kamu bisa lupa siapa dirimu sebenarnya."

Miyuki menunduk, merenungkan kata-kata Ren. Dalam hatinya, ia tahu ada kebenaran di sana, tetapi pikirannya masih dipenuhi oleh kekhawatiran tentang masa depannya dengan Ryuji.

"Kalau aku berubah menjadi lebih baik, itu cukup, kan?" tanya Miyuki, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Ren menghela napas pelan. "Berubah itu bagus, tapi pastikan kamu berubah karena kamu menginginkannya, bukan karena takut kehilangan seseorang."

Miyuki terdiam lagi. Dia tidak bisa menyangkal bahwa sebagian besar usahanya selama ini memang didorong oleh ketakutannya akan kehilangan Ryuji.

"Aku akan berusaha," ucapnya akhirnya, meski suara hatinya masih diliputi keraguan.

Ren mengangkat bahu dan tersenyum kecil. "Bagus. Kalau butuh saran lagi, aku ada di sini."

Miyuki mengangguk, lalu tersenyum lemah. Meski hatinya masih terasa berat, percakapan ini memberinya sedikit kejelasan. Kini, ia tahu bahwa mempertahankan hubungannya dengan Ryuji bukan hanya soal menyenangkan hati orang lain, tapi juga soal tetap setia pada dirinya sendiri.

---

Miyuki termenung, memandangi langit senja yang mulai berubah warna. Kata-kata Ren terus terngiang di pikirannya—setiap orang punya rasa bosan. Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak.

"Apa mungkin daya tarikku memang hanya sebatas ini? Tidak bertahan lama?" gumam Miyuki lirih.

Dia merasa heran sekaligus terluka melihat bagaimana Ryuji perlahan kembali tertarik pada geng Four Flowers. Rasanya seperti semua usahanya untuk mendekatkan diri pada Ryuji sia-sia begitu saja.

Miyuki mengepalkan tangan di pangkuannya, mencoba menahan perasaan kecewa yang mulai menguasainya.

"Kenapa... kenapa dia begitu mudah berpaling?" tanyanya dalam hati, meski ia tahu tidak ada jawaban yang bisa segera memuaskan kegelisahannya.

Miyuki terus berusaha meskipun tindakannya mungkin tampak memalukan bagi sebagian orang. Sementara itu, Okabe Aoi memperlihatkan ketidakpuasannya saat melihat sikap Miyuki yang seperti itu.

Ketika yang lain pergi bersama Ryuji, Aoi mendekati Miyuki dan berkata dengan nada tajam, "Apa yang sebenarnya kamu lakukan? Dekat-dekat dengan Ryuji seperti itu... Aku tidak suka caramu yang pura-pura baik."

Miyuki menatap Aoi dengan tenang, lalu tersenyum tipis.

"Maaf jika sikapku membuatmu merasa tidak nyaman, Aoi-san," ucap Miyuki dengan nada lembut. "Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin membantu dan bersikap ramah. Jika ada yang salah, tolong beri tahu aku agar aku bisa memperbaikinya."

Dia menundukkan kepala sedikit sebagai tanda hormat, berharap dapat meredakan ketegangan di antara mereka.

Aoi mengerutkan kening, merasa tidak puas dengan jawaban Miyuki yang terlalu lembut dan sopan. "Jangan berpura-pura polos seperti itu. Semua orang tahu bahwa kamu hanya mencoba menarik perhatian Ryuji. Tapi percayalah, dia bukan tipe orang yang akan bertahan lama dengan seseorang sepertimu," ucap Aoi dengan nada tajam sebelum berbalik pergi.

Miyuki tetap diam, menahan perasaan sakit yang perlahan merayap di hatinya. Kata-kata Aoi terasa menyakitkan, tetapi ada bagian dari dirinya yang bertanya-tanya apakah ada kebenaran di balik ucapan tersebut.

Hari-hari berikutnya, Miyuki mulai menjaga jarak dari Ryuji. Miyuki tidak lagi berusaha mendekatinya seperti sebelumnya. Meskipun hatinya terasa berat, ia memutuskan untuk fokus pada dirinya sendiri dan mencoba mengikuti saran Ren.

Ryuji memperhatikan perubahan sikap Miyuki. Saat mereka bertemu di koridor, Ryuji melambaikan tangan dan tersenyum, tetapi Miyuki hanya membalas dengan anggukan singkat sebelum melanjutkan langkahnya.

"Hei, Miyuki-chan!" panggil Ryuji sambil mengejarnya. "Apa yang terjadi? Mengapa kamu tiba-tiba menjauh?"

Miyuki berhenti, lalu menoleh dengan senyum tipis yang dipaksakan. "Aku tidak menjauh. Aku hanya merasa lebih baik jika kita tidak terlalu dekat. Aku tidak ingin menimbulkan masalah untukmu atau orang lain."

Ryuji mengernyit, jelas bingung dengan penjelasan itu. "Masalah? Siapa yang mengatakan bahwa kamu menimbulkan masalah?"

Miyuki menggeleng pelan. "Aku hanya merasa ini adalah keputusan yang terbaik, Ryuji-kun. Aku tidak ingin ada kesalahpahaman."

"Tapi—"

"Maaf." Miyuki memotong ucapan Ryuji, kali ini dengan suara yang lebih tegas. "Aku harus pergi. Sampai jumpa nanti."

Dia melangkah pergi sebelum Ryuji sempat mengatakan lebih banyak.

Di tempat lain, Ren memperhatikan Miyuki dari kejauhan. Ia bisa melihat bahwa Miyuki berusaha keras untuk menahan perasaannya. Meskipun keputusan itu sulit, Ren merasa sedikit lega karena Miyuki mulai memikirkan dirinya sendiri.

Namun, Miyuki tidak bisa sepenuhnya menghilangkan perasaannya terhadap Ryuji. Setiap kali melihatnya bersama geng Four Flowers, perasaan cemburu dan sedih muncul kembali. Tetapi kali ini, ia mencoba menyalurkan perasaan itu dengan cara yang lebih baik.

Ren mendekati Miyuki yang duduk sendirian di bangku taman sekolah.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Ren pelan, suaranya penuh perhatian.

Miyuki menoleh, tersenyum lemah. "Aku mencoba, tapi rasanya sulit..."

Ren duduk di sampingnya. "Tidak apa-apa merasa sedih. Tapi jangan biarkan itu membuatmu lupa betapa berharganya dirimu."

Miyuki menunduk, matanya berkaca-kaca.

Ren kembali bicara, "Kamu sudah melakukan yang terbaik. Kalau dia tidak melihat itu, mungkin dialah yang kehilangan sesuatu yang berharga."

Miyuki tersenyum kecil, merasa sedikit lebih lega berkat kata-kata Ren.