9. Langkah di Antara Keraguan
Ren kini tengah mengamati Ryuji yang terlihat bahagia, dikelilingi oleh empat siswi SMA paling populer di sekolah. Pemandangan itu membuat Ren mendesah pelan.
"Protagonis kita benar-benar terlihat seperti bajingan," gumamnya sambil menggelengkan kepala.
Setiap kali Ren melangkah, selalu ada bisikan dari para siswi di sekitarnya. Dia bisa dengan jelas mendengar pujian dan kekaguman mereka terhadap dirinya, meski dia berusaha mengabaikannya.
"Ren! Hei, kamu di sana?" seru seseorang, membuat Ren tertegun.
Ryuji tertawa kecil, melihat perubahan ekspresi Ren. "Hei, jangan cuma berdiri di situ seperti patung. Ayo ke sini!" ajaknya sambil melambai.
Ren menghela napas panjang. Dia sebenarnya lebih suka mengamati dari jauh, tapi tatapan penuh harap dari para siswi itu membuatnya tak punya pilihan. Dengan langkah ragu, dia mendekat.
"Wow, Ren, kamu benar-benar seperti pangeran di sekolah ini!" canda Ryuji sambil menepuk pundaknya. Siswi-siswi di sekeliling mereka tertawa kecil, membuat Ren semakin tidak nyaman.
"Dan kamu... seperti badut kerajaan," balas Ren datar, yang langsung disambut gelak tawa. Meski dia tidak berniat melucu, komentarnya sukses menghidupkan suasana.
Dalam hati, Ren bertanya-tanya, bagaimana caranya dia bisa terjebak dalam situasi seperti ini.
Ryuji terkekeh mendengar balasan Ren. "Badut kerajaan, ya? Setidaknya aku membuat semua orang tertawa. Itu keahlian yang berguna, kan?"
Ren hanya mengangkat bahu, mencoba menyembunyikan senyum kecil yang muncul di sudut bibirnya. Meskipun sering berselisih pendapat dengan Ryuji, dia tak bisa menyangkal bahwa pemuda yang satu ini memiliki cara unik untuk mencairkan suasana.
"Ren, kamu benar-benar keren," ucap Okabe Aoi, wajahnya sedikit memerah. "Aku suka cara bicaramu yang... tenang dan misterius."
Ren mengerjap sebentar, tidak tahu bagaimana harus merespon. Namun, sebelum dia bisa berkata apa-apa, Ryuji langsung menyelamatkannya.
"Tenang dan misterius? Percayalah, dia hanya pemalu. Jangan terlalu terpikat, nanti kalian kecewa!" kata Ryuji sambil tertawa, membuat para siswi ikut tertawa kecil.
Ren menatap Ryuji dengan tatapan bosan.
"Aku harus pergi," ujar Ren akhirnya, dengan nada dingin namun sopan. Dia mengangguk ringan pada mereka sebelum berbalik.
"Hei, kamu mau ke mana?" tanya Ryuji. "Tidak ada acara khusus, kan?"
Ren berhenti sejenak, lalu menoleh. "Ke tempat di mana tidak ada badut," balasnya dengan nada setengah serius, membuat Okabe Aoi tertawa.
Okabe Aoi bergumam pelan, "Aku sering melihat dia bersama Miyuki."
"Mereka berteman, jadi wajar kalau sering ngobrol," ujar Ryuji santai, seolah menjawab gumaman Aoi.
Hoshino Rin ikut berbicara, "Ren itu lucu sekali, ya. Cara bicaranya benar-benar unik."
"Lucu?" Ryuji menoleh, penasaran.
"Iya, dia berbicara seperti tidak peduli, tapi tidak pernah menyindir siapapun, kan?" Rin menjelaskan sambil tersenyum kecil.
"Benar sekali," tiba-tiba Fujikawa Miyu menyela, suaranya terdengar tegas namun lembut.
Ryuji merasa tidak nyaman saat mereka terus membicarakan hal-hal yang terlalu banyak melibatkan Ren, terutama karena Okabe Aoi tampak paling penasaran ingin tahu tentang dirinya.
"Teman-teman, lebih baik kita ganti topik. Tidak baik terlalu banyak membicarakan seseorang yang sudah pergi," kata Ryuji dengan nada tegas, mencoba menghentikan pembicaraan itu.
Namun, Okabe Aoi dengan cepat mengalihkan topik. "Ah, ngomong-ngomong, Ryuji, bagaimana hubunganmu dengan Miyuki?" tanyanya dengan tatapan penasaran.
Ryuji terdiam sejenak sebelum menjawab, "Miyuki? Oh, kami baik-baik saja... tapi belakangan ini dia terasa seperti menjauh dariku," ucapnya sambil menunduk, mencoba menyembunyikan rasa gelisah yang mulai menguasainya.
---
Ren melihat Miyuki yang sedang mengintip dengan tatapan penuh rasa penasaran. Ren menghampirinya dan bertanya, "Miyuki..."
"Apa kamu akan ikut bersama mereka, Ren? Apa kamu akan berteman dengan mereka?" tanyanya pelan, namun nadanya terdengar serius.
Ren terdiam sejenak, memandangi Miyuki sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Hmm..." hanya itu jawabannya, meninggalkan pertanyaan Miyuki menggantung di udara.
"Apa kamu khawatir aku berteman dengan geng gadis-gadis itu dan mengabaikanmu?" tanya Ren sambil menatap Miyuki dengan sorot mata penuh keyakinan.
Miyuki tertegun. Pertanyaan itu begitu tepat menebak isi hatinya, membuatnya gugup. "T-tidak! Aku tidak memikirkan hal seperti itu—" ucapnya tergesa-gesa, suaranya sedikit gemetar.
Ren menaikkan alis, ekspresinya seolah menantang. "Benarkah?"
Miyuki tersentak, lalu buru-buru mengangguk. "Ya, ya! Mana mungkin aku seperti itu, kan?" jawabnya, mencoba tersenyum, meski ada sedikit rasa panik dalam suaranya.
"Aku punya rencana. Kalau kamu ingin berteman dengan mereka, aku akan menemanimu," ujar Ren dengan nada tenang.
Miyuki terkejut mendengarnya dan menundukkan kepalanya. "Tidak usah. Mereka sepertinya tidak menyukaiku, dan itu akan sangat menyulitkan, apalagi melihat Ryuji-kun begitu senang bersama mereka."
"Jangan terlalu cemburu. Abaikan saja," jawabnya dengan tenang.
"Ya...?" Miyuki merespon ragu, masih tidak sepenuhnya yakin.
Ren tiba-tiba tertawa, membuat Miyuki bingung. "Aku tidak serius tentang itu. Apakah kamu mencari aku atau hanya ingin melihat mereka?" tanyanya.
Miyuki menjawab dengan ragu, "Aku mencari kamu. Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Ah, jadi sekarang kamu tergantung padaku?" tanya Ren dengan nada menggoda, sambil tersenyum.
"B-bukan, bukan begitu," jawab Miyuki, wajahnya memerah. "Aku tidak bergantung padamu, hanya saja... aku butuh saran, ya, saran darimu, Ren."
Ren terkekeh melihat reaksi Miyuki yang terlihat canggung. "Saran? Tentang apa?" tanyanya, masih dengan senyum menggoda di wajahnya.
Miyuki menundukkan kepala, mencoba menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. "Aku... aku sedang bingung dengan keputusan besar," ucapnya pelan. "Aku tidak tahu harus bagaimana."
Ren mengernyit, merasa serius dengan pernyataan Miyuki. "Keputusan besar? Apa itu? Kamu bisa bilang padaku."
"Aku... aku ingin mencoba mengikuti nasihatmu untuk mementingkan diri sendiri dan meraih apa yang aku inginkan. Tapi, Ren... kamu tahu, yang benar-benar aku inginkan adalah bisa bersama Ryuji-kun. Kadang, aku sering mengikuti bimbingan hanya untuk dekat dengannya."
Ren terdiam, mendengar pengakuan Miyuki. Dia memandang gadis itu dengan sorot mata yang sulit diterka. Setelah beberapa detik hening, dia akhirnya berbicara, "Jadi, apa yang menghalangimu untuk terus mencoba?"
Miyuki menggigit bibir bawahnya, tampak ragu. "Aku takut dia tidak pernah melihatku lebih dari sekadar teman atau... bahkan mungkin tidak peduli sama sekali."
Ren menghela napas panjang. "Miyuki, kamu tidak akan tahu apa yang dia pikirkan jika kamu tidak mencobanya. Kalau kamu hanya berdiri di tempat yang sama, berharap sesuatu berubah tanpa bertindak, kamu akan kecewa."
"Tapi... bagaimana jika aku gagal? Bagaimana jika dia benar-benar tidak peduli?" tanya Miyuki, matanya mulai berkaca-kaca.
"Kalau begitu, setidaknya kamu tahu jawaban sebenarnya. Bukankah itu lebih baik daripada terus hidup dalam keraguan?" Ren menjawab dengan nada datar, tapi ada ketulusan dalam ucapannya.
Miyuki menunduk, memikirkan kata-kata Ren. "Kamu selalu terdengar begitu tenang dan bijak, Ren... Kadang aku berpikir, bagaimana caramu bisa selalu terlihat tak tergoyahkan?"
Ren tersenyum tipis. "Aku tidak selalu seperti itu. Aku hanya belajar untuk tidak membiarkan apa yang tidak bisa kuubah memengaruhiku terlalu banyak."
Miyuki menatap Ren, seolah mencoba memahami pemikiran di balik kata-katanya. "Terima kasih, Ren. Aku akan mencoba memberanikan diri untuk berbicara dengan Ryuji-kun," ucapnya akhirnya, meski masih terdengar sedikit ragu.