Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

William Afton X Henry Emily

Cygnus X-1

Growth of civilization has been augmented continuously by the colossal presence of technology. A hundred years ago, earth suffered devastating calamities and humans weren’t able to survive in it anymore. Humanity almost perished but a few skilled technologists came together to weave seven space stations that were capable of housing thousands, albeit a few. The space stations banded together to form a single massive station named “The Sanctuary”, where about 7,000 people lived. Resources were scarce and all crimes no matter their severity were punishable by death, unless the transgressor was under 18 years of age. After the Sanctuary’s life support systems were found to be deteriorating, 202 skilled military personnel were dispatched to one of the the nearest planets, a promising candidate for supporting life. The main mission of the military personnel was to scout a planet for a few strange creatures that were capable of resisting radiation and thriving in unfavorable conditions. Humanity had never forgotten to reclaim its lost home, hence various projects were launched yearly with the sole aim of finding a solution to earth’s biggest problem— extremely high level radiation. Project Helix was finally supported by the Assembly although it raised ethical concerns. The project focused on introducing animal genes into humans, with the belief that humans would be able to survive the harsh conditions of earth. Many problems were considered before the Assembly finally gave their support. Would the genes from these animals be compatible with the human genome? Would they be able to integrate into human cells and function as intended? How would the genes be edited and regulated to ensure they don’t disrupt other essential human genes or processes? Could introducing these genes have unintended consequences, such as altering human physiology, behavior, or cognitive abilities? Would the introduction of animal genes into humans raise ethical concerns, such as the potential for unforeseen side effects or the blurring of lines between species? Each one of these problems was enough to dissuade the upper echelons of the Assembly but the deteriorating life support systems was a major concern hence humanity decided to take a big risk, or perhaps a leap of faith. Let’s delve deep into this story so as to enjoy the alluring taste it has to offer, as Miguel Morien creates a new path for humanity, a path along which humans are able to fuse with the genes of beasts, thereby bringing out their lethality and battle prowess, further dazzling the entirety of the world with it.
Miguelita · 422 Views

Kacamata Untuk Emily

Julian, seorang bocah miskin yang tinggal sederhana bersama neneknya didesa. Dia dikucilkan oleh teman-temanya, bahkan orang disekitarnya karena kemiskinannya. Pada suatu hari, ada murid pindahan yang bernama Emily. Emily merupakan seorang gadis yang lugu, berambut pendek, dan berkacamata. Ia berasal dari keluarga yang mampu. Mereka berteman dari kecil hingga dewasa. Namun saat SMA, Emily tiba-tiba pergi meninggalkan Julian tanpa penjelasan. Hal tersebut membuat luka mendalam di hati Julian. Bertahun-tahun kemudian, dengan tekad dan kerja kerasnya, Julian bangkit dari keterpurukan. Kini, dia bukan lagi anak miskin yang diremehkan, melainkan pria sukses dengan karier gemilang dan bisnis yang berkembang pesat. Julian juga memiliki ambisi untuk mendirikan perusahaannya sendiri. Ketika hidup Julian sudah berubah, Emily kembali hadir di dalam kehidupannya. Tapi, kali ini dengan nasib yang terbalik. Apa yang membuat Emily kembali datang ke kehidupan Julian? Lalu bagaimanakah kisah mereka didalam menghadapi bayang-bayang masa lalunya? Dan konflik apa saja yang akan ditemui Julian dalam menggapai cita-citanya untuk mendirikan perusahaannya sendiri? Ikuti kisah selengkapnya di dalam Novel ini. Novel Kacamata untuk Emily ini memadukan berbagai genre meliputi "Romance, Slice Of Life, Remaja, Pengembangan Karir, CEO, dan Bisnis Fiksi." Dibalut dengan gaya penulisan menggunakan sudut pandang orang pertama, dan dialog yang ekspresif sebagai pembentuk cerita, serta story progress yang "Slow Pacing" membuat novel ini diharapkan dapat memberikan pengalaman membaca yang lebih realistis, dan imersif. [NOTE] Tentang novel ini: Disini anda akan merasakan suasana seolah-olah menjadi sang MC, karena novel ini ditulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Nikmati bagaimana tokoh tersebut menjalani kehidupannya didalam cerita dan rasakan pengalaman emosionalnya seperti saat merenung, merasakan sesuatu, dan bereaksi terhadap sebuah situasi. Bukan hanya itu, Novel ini juga menggunakan dialog sebagai pembentuk dan penggerak cerita sehingga suasana cerita terasa lebih realistis dan dinamis. Lalu, Novel ini juga memiliki set progress cerita "Slow Pacing" yang akan membuat para pembaca merasakan bagaimana hubungan tiap karakter tumbuh dan berkembang secara lebih dalam pada tiap bab. Alih-alih mengejar Plot yang cepat, Pembaca justru dapat menikmati detail setiap adegan, gerak tubuh, ekspresi wajah, bahkan keheningan di antara para tokoh secara kompleks. Lalu, biarkan cerita terungkap secara perlahan. Resolution sering akan anda temui diakhir bab daripada Cliffhanger, karena ini digunakan sebagai kesimpulan perkembangan sang MC dalam cerita. Karena plot novel ini memang fokus kepada sang MC . Semoga ini bisa memberikan pengalaman membaca yang unik dan bermakna bagi para pembaca Novel "Kacamata Untuk Emily"
TriYulianto · 5.9K Views
Related Topics
More