Setelah berhasil memperoleh Nexus Fragment dari Sylvan Arcanis, Sasuga dan timnya kembali ke markas Terra Nexus dengan rasa kemenangan yang tercampur kekhawatiran. Meski mereka telah memperoleh dua fragmen yang sangat penting, kesadaran akan ancaman yang lebih besar terus mengusik pikiran mereka. Sasuga masih merasa ada kekuatan gelap yang mengintai di balik setiap langkah mereka, meski mereka telah mengalahkan Abyss Core dan bertahan dalam ujian berat lainnya.
Malam itu, setelah makan malam yang tenang di ruang bersama, Sasuga memutuskan untuk menjauh sejenak dan merenung. Langit di luar markas terhampar luas, dipenuhi bintang-bintang yang berkelap-kelip, memberikan sedikit rasa damai di tengah hiruk-pikuk pertempuran yang terus mengancam multiverse.
"Ada yang mengganggumu?" suara Luna terdengar dari belakangnya.
Sasuga menoleh dan melihat Luna berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan ekspresi penuh perhatian.
"Ada banyak hal yang tak terjawab, Luna," jawab Sasuga pelan, sambil memandang fragmen kedua yang kini tergeletak di meja. "Aku merasa kita hanya mengikis permukaan dari sesuatu yang jauh lebih besar. Ada sesuatu yang lebih gelap yang sedang bangkit, dan aku takut kita belum siap menghadapi itu."
Luna mendekat dan duduk di sampingnya. "Aku tahu perasaanmu. Tapi kita telah melalui banyak hal bersama-sama. Kita bisa melewati apa pun, asalkan kita tidak menyerah."
Sasuga menggenggam tangannya, merasakan kenyamanan dalam kedekatan itu. Namun, ada perasaan aneh yang tetap menyelimuti hatinya. Ia merasa ada sesuatu yang tak beres di dalam dirinya, sesuatu yang mungkin akan muncul ketika kekuatan Nexus Fragment sepenuhnya terkuak.
Keesokan harinya, tim Terra Nexus memulai perjalanan baru mereka. Tujuan mereka kali ini adalah menemukan Nexus Fragment ketiga, yang diyakini berada di dalam dimensi yang disebut The Twilight Realm. Dimensi ini dikenal dengan aliran waktunya yang tidak stabil dan atmosfer yang suram. Tidak ada yang tahu pasti apa yang menanti di sana, namun mereka tidak punya pilihan lain selain melangkah ke dalamnya.
Perjalanan menuju The Twilight Realm memakan waktu beberapa jam, namun saat mereka akhirnya tiba, suasana yang menyambut mereka sungguh mengejutkan. Langit berwarna ungu gelap, dengan kilatan petir yang saling menyambar, menciptakan suasana yang menegangkan. Di bawahnya, tanah tampak terpecah, seolah dunia itu terbelah oleh kekuatan besar yang tidak terlihat.
"Tempat ini… terasa tidak biasa," ujar Aetherion, matanya menyapu seluruh lanskap yang tampak suram dan misterius.
"Dimensi ini memang tak pernah benar-benar stabil," jawab Lyra. "Mungkin di sinilah kita akan menemukan jawaban yang kita cari."
Mereka mempersiapkan diri untuk menjelajah lebih dalam, meski rasa khawatir semakin mendalam di hati Sasuga. Setiap langkah mereka ke dalam Twilight Realm seolah semakin membawa mereka lebih dekat dengan misteri yang tak terpecahkan, namun mereka harus terus maju, apa pun yang terjadi.
Ketika mereka berjalan lebih jauh, mereka tiba di sebuah reruntuhan kuno yang tampaknya telah ada sejak zaman dimensi itu pertama kali terbentuk. Reruntuhan itu terdiri dari bangunan yang tampak seperti kuil, dengan patung-patung besar di setiap sisi pintu masuknya. Namun, yang paling mencolok adalah sebuah altar di tengah-tengah bangunan, yang memancarkan cahaya redup.
Saat mereka mendekat, tiba-tiba ada suara yang menggema dari dalam reruntuhan itu, suara yang terasa familiar, namun mengandung unsur kegelapan yang menakutkan.
"Selamat datang di Twilight Realm," suara itu berkata, bergema di seluruh ruangan. "Kau sudah menemukan jalan menuju takdirmu, Sasuga."
Sasuga terkejut dan segera menoleh. Sosok yang muncul di hadapannya bukanlah siapa pun selain… dirinya sendiri.
"Tapi bukan diriku yang sekarang," lanjut sosok itu, matanya bersinar dengan warna merah pekat. "Aku adalah bagian dari dirimu yang terpendam, bagian yang telah tersegel selama ini."
Sasuga merasa jantungnya berdegup kencang. "Apa yang kau inginkan?"
"Aku ingin kau menerima diriku, Sasuga. Aku adalah sisi gelap dari kekuatanmu. Aku adalah bagian dari masa lalumu yang telah lama hilang."
Sosok itu melangkah lebih dekat, dan Sasuga bisa merasakan kekuatan yang luar biasa emanasi dari tubuhnya. "Kau telah menahan dirimu terlalu lama. Sekarang, waktunya untuk melepaskan semuanya. Aku adalah amarahmu, ketakutanmu, dan keinginanmu untuk mengendalikan segala sesuatu."
"Aku tidak akan membiarkanmu menguasai diriku!" tegas Sasuga, meskipun ada sedikit keraguan di suaranya.
Namun, sosok itu hanya tertawa, suara tawa itu menggema seperti kilat yang menyambar di kegelapan. "Kau tidak akan bisa menahan diriku lebih lama lagi, Sasuga. Aku adalah bagian darimu yang tak bisa kau hindari. Terimalah aku, atau semuanya akan hancur."
Sasuga merasakan pertempuran batin yang hebat. Di satu sisi, ia tahu bahwa ia harus tetap mengendalikan dirinya sendiri, tidak membiarkan sisi gelap itu mengambil alih. Namun, di sisi lain, ia merasa ada daya tarik yang kuat untuk menerima kekuatan itu, untuk melampiaskan amarah dan ketakutannya.
Seiring dengan semakin dekatnya sosok itu, Sasuga merasakan dirinya mulai tergoda untuk melepaskan kontrol. Hatinya bergejolak, amarah yang telah lama ia tahan mulai bangkit. Dalam sekejap, sosok itu menyerang, dan Sasuga tanpa sadar membalas serangan itu dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari yang ia perkirakan.
Ledakan energi terjadi, menghancurkan sekeliling mereka. Luna, Aetherion, dan Lyra terhuyung mundur karena gelombang kekuatan yang tiba-tiba itu. Mereka melihat dengan cemas saat Sasuga mulai berubah, tubuhnya dipenuhi cahaya yang semakin intens.
Namun, meskipun tubuhnya dipenuhi dengan kekuatan yang luar biasa, Sasuga tetap mempertahankan pikirannya yang jelas. Dia tahu bahwa ini bukan jalan yang benar. Dengan tekad yang kuat, ia memfokuskan kekuatannya untuk menahan sisi gelap itu.
"Tidak!" teriak Sasuga dengan suara yang menggema. "Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan diriku!"
Dengan sekuat tenaga, ia mengalihkan energi gelap itu kembali ke dalam dirinya, menekan kekuatan yang ingin menghancurkan semuanya. Dalam proses itu, cahaya yang menyelimuti tubuhnya berubah menjadi lebih lembut, dan dengan satu gerakan kuat, ia berhasil mengatasi sisi gelap itu.
Sosok gelap itu menghilang, meninggalkan Sasuga dengan napas terengah-engah dan tubuh yang terasa sangat lelah. Namun, di dalam hatinya, ia merasa lebih kuat dari sebelumnya.
"Kau berhasil, Sasuga," kata Luna, yang kini mendekat dengan penuh perhatian. "Kau mengalahkan sisi gelap itu."
Sasuga hanya bisa mengangguk, meskipun perasaan lega itu disertai dengan rasa kekhawatiran yang semakin dalam. Ia tahu bahwa perjalanan mereka masih jauh dari selesai, dan ancaman yang lebih besar mungkin masih menunggu di depan.
"Fragment ketiga telah kita temukan," kata Aetherion sambil memegang fragment itu, "dan ini membawa kita lebih dekat ke inti dari semua kekuatan ini."
Namun, Sasuga tahu bahwa ancaman yang mereka hadapi bukan hanya berasal dari luar, tetapi juga dari dalam dirinya sendiri.