Cahaya matahari pertama menyelinap masuk melalui celah jendela kamar Mei Ling. Namun, pagi itu terasa berat baginya. Kata-kata Lin Hao semalam masih berputar di pikirannya. Meski ia tahu Lin Hao akan melakukan segalanya untuk melindunginya, Mei Ling tak bisa menepis rasa takut yang terus menghantui hatinya.
Saat ia menyiapkan teh untuk ibunya di dapur, Nyonya Wu memperhatikan gerak-gerik putrinya dengan seksama. "Mei Ling, apa kau benar-benar tidak mau bercerita pada Ibu? Kau terlihat sangat gelisah belakangan ini," tanya ibunya sambil menyeruput teh.
Mei Ling tersenyum tipis, tetapi senyumnya tak mampu menyembunyikan kegundahan di hatinya. "Aku hanya sedikit lelah, Bu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jawabnya dengan nada datar.
Nyonya Wu mengangguk pelan, tetapi raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tak sepenuhnya percaya.
Sebuah Undangan Tak Terduga
Saat Mei Ling sedang melamun di depan jendela, seorang pelayan dari keluarga kaya desa itu datang mengetuk pintu rumah mereka.
"Selamat pagi, Nyonya Wu. Tuan besar keluarga Liu mengundang Anda dan putri Anda untuk menghadiri jamuan makan malam di rumah mereka malam ini," ujar pelayan itu dengan sopan.
Mei Ling terkejut mendengar nama keluarga Liu disebut. Mereka adalah keluarga terkaya di Desa Lianhua, terkenal dengan kekuasaan dan pengaruhnya. Ia tak pernah merasa memiliki alasan untuk diundang ke rumah mereka.
Nyonya Wu mengangguk hormat. "Terima kasih atas undangannya. Kami akan datang," katanya sambil tersenyum.
Setelah pelayan itu pergi, Nyonya Wu segera memandang Mei Ling dengan tatapan penuh arti. "Ini kesempatan bagus, Mei Ling. Mungkin keluarga Liu memiliki rencana untuk menjodohkanmu dengan salah satu putra mereka."
Mei Ling terdiam. Pikiran tentang dijodohkan dengan seseorang yang bahkan tak dikenalnya membuat hatinya semakin berat.
Persiapan Malam
Sore hari, Mei Ling mengenakan cheongsam sederhana yang diberikan ibunya. Rambutnya disanggul dengan rapi, memperlihatkan keanggunan khas seorang gadis desa. Meski ia terlihat memukau, di dalam dirinya ada badai emosi yang tak bisa ia kendalikan.
Di sisi lain desa, Lin Hao mendengar tentang undangan itu dari teman-temannya. Ia langsung merasa gelisah. Apakah keluarga Liu mencoba mendekati Mei Ling? Atau lebih buruk lagi, apakah ini awal dari rencana untuk menjauhkan mereka?
Jamuan yang Sarat Makna
Rumah keluarga Liu berdiri megah di atas bukit, dengan taman luas yang dipenuhi bunga-bunga eksotis. Saat Mei Ling dan ibunya tiba, mereka disambut dengan hangat oleh nyonya rumah, Liu Yan.
"Ah, ini dia gadis cantik yang sering dibicarakan orang-orang," ujar Liu Yan dengan senyum penuh arti.
Mei Ling hanya tersenyum sopan, sementara hatinya terasa seperti sedang ditelanjangi.
Saat makan malam dimulai, percakapan berputar di sekitar berbagai hal, tetapi Mei Ling bisa merasakan tatapan intens dari salah satu putra keluarga Liu, Liu Wen. Ia adalah seorang pria muda dengan wajah tampan dan sikap percaya diri yang memancarkan pesona.
"Mei Ling, aku mendengar kau sangat pandai menenun. Mungkin suatu hari kau bisa mengajarkanku," kata Liu Wen dengan nada menggoda.
Mei Ling hanya tersenyum tipis, tetapi Nyonya Wu terlihat sangat senang.
Lin Hao yang Resah
Sementara itu, Lin Hao duduk di tepi sungai, menatap air yang mengalir dengan pikiran yang berkecamuk. Ia tahu bahwa keluarga Liu adalah ancaman nyata bagi hubungannya dengan Mei Ling.
"Aku tidak bisa membiarkan mereka mengambilnya dariku," gumamnya pelan, mengepalkan tangannya.
Dalam keheningan malam, Lin Hao memutuskan bahwa ia harus bertindak. Ia tidak bisa hanya diam dan membiarkan cinta mereka dihancurkan.
Malam semakin larut ketika Mei Ling dan ibunya kembali dari jamuan makan malam di rumah keluarga Liu. Sepanjang perjalanan pulang, Nyonya Wu terus memuji keramahan keluarga Liu dan menyebutkan betapa tampannya Liu Wen, putra sulung keluarga itu.
"Mei Ling, ini adalah kesempatan langka. Kau tahu, Liu Wen memiliki reputasi yang baik. Jika dia tertarik padamu, hidupmu akan berubah total," ujar ibunya dengan nada penuh semangat.
Namun, Mei Ling hanya terdiam. Baginya, setiap kata ibunya adalah tekanan yang semakin memberatkan dadanya.
Setibanya di rumah, Mei Ling melangkah ke kamarnya dengan kepala penuh pikiran. Dia mencoba memejamkan mata, tetapi bayangan Lin Hao terus menghantuinya. Di sisi lain, senyum Liu Wen dan cara dia memandangnya juga tak bisa diabaikan.
Pertemuan Rahasia
Di luar, Lin Hao mengawasi rumah Mei Ling dari kejauhan. Saat lampu di ruang tamu padam, dia tahu ini adalah waktu yang tepat. Dengan langkah hati-hati, dia menuju jendela kamar Mei Ling, mengetuk perlahan seperti yang biasa dia lakukan.
Mei Ling membuka jendela dengan tergesa. "Lin Hao! Apa yang kau lakukan di sini? Ini terlalu berbahaya!" bisiknya dengan nada khawatir.
"Aku harus bicara denganmu," jawab Lin Hao, suaranya tegas namun lembut. "Aku dengar tentang jamuan malam itu. Apa yang mereka katakan padamu?"
Mei Ling menghela napas, menundukkan kepalanya. "Ibu berharap aku bisa dijodohkan dengan Liu Wen," jawabnya dengan suara bergetar.
Lin Hao meraih tangannya, menggenggamnya erat. "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Mei Ling, kau adalah milikku. Kita sudah berjanji, bukan?"
Mei Ling mengangguk pelan, tetapi air mata mulai mengalir di pipinya. "Tapi, Lin Hao, apa yang bisa kita lakukan? Keluarga Liu begitu berkuasa. Jika mereka menginginkanku, aku tidak punya pilihan."
Lin Hao menarik Mei Ling ke dalam pelukannya. "Kita akan mencari cara. Aku tidak peduli harus melawan siapa pun, aku hanya ingin kau bersamaku."
Keputusan yang Berbahaya
Keesokan harinya, Lin Hao mendengar bahwa keluarga Liu telah mengirimkan hadiah ke rumah Mei Ling sebagai tanda awal lamaran. Hal itu membuat darahnya mendidih.
Dengan tekad bulat, dia mendatangi salah satu temannya yang dikenal sebagai penjaga rahasia di desa. Temannya itu, seorang pria bernama Zhang, adalah orang yang licik namun setia.
"Apa kau benar-benar ingin mengambil risiko ini, Lin Hao?" tanya Zhang sambil menghisap pipa tembakau.
"Aku tidak peduli. Aku butuh bantuanmu untuk menghentikan mereka," jawab Lin Hao dengan tegas.
Zhang menyeringai. "Baiklah, tapi ini tidak akan mudah. Kau tahu keluarga Liu punya mata-mata di mana-mana. Jika kita tertangkap, akibatnya bisa fatal."
Lin Hao hanya mengangguk. Dia tahu risikonya, tetapi dia tidak peduli.
Tekanan dari Keluarga
Sementara itu, Mei Ling menghadapi tekanan besar dari ibunya. Nyonya Wu terus membujuknya untuk menerima lamaran keluarga Liu, tetapi Mei Ling hanya bisa menggelengkan kepala.
"Ibu, aku tidak mencintainya," ucap Mei Ling dengan suara lemah.
"Cinta? Apa cinta bisa memberimu kehidupan yang layak? Kau harus memikirkan masa depanmu, Mei Ling," balas ibunya dengan nada tajam.
Mei Ling tidak tahu harus berkata apa lagi. Di satu sisi, dia ingin melawan, tetapi di sisi lain, dia tidak ingin mengecewakan ibunya.
Rencana di Balik Bayangan
Malam itu, Lin Hao dan Zhang berkumpul di sebuah gudang tua di pinggir desa. Mereka menyusun rencana untuk menggagalkan lamaran Liu Wen.
"Kita harus membuat keluarga Liu berpikir dua kali sebelum melanjutkan lamaran ini," ujar Zhang sambil memetakan langkah mereka.
Lin Hao mengangguk. "Aku tidak peduli seberapa sulitnya. Yang penting Mei Ling tetap aman."
Namun, di balik tekad Lin Hao, ada ketakutan yang mengintai. Jika rencana ini gagal, dia tahu bahwa semuanya akan berakhir lebih buruk daripada yang dia bayangkan.