Chereads / Gairah di Desa Lianhua / Chapter 3 - Dalam Pelukan Malam

Chapter 3 - Dalam Pelukan Malam

Malam itu terasa begitu sunyi. Hanya suara angin yang berhembus lembut di antara pepohonan di Desa Lianhua. Mei Ling duduk di tepi ranjang, membiarkan rambut panjangnya terurai. Setelah pertemuan siang tadi dengan Lin Hao, pikirannya tidak tenang.

Bayangan lelaki itu terus menghantui benaknya. Tatapan mata tajam yang selalu membuat dadanya bergetar, senyuman tipis yang terkesan acuh tapi begitu memikat semua itu tak bisa ia abaikan. Perasaan itu baru baginya, asing tetapi menggoda.

Dia mencoba memejamkan mata, tetapi suara ketukan di pintu membuatnya terjaga. Siapa yang datang malam-malam begini? Dengan hati-hati, Mei Ling membuka pintu, dan di sanalah dia Lin Hao berdiri dengan tubuh tegap, wajahnya terlihat jelas di bawah sinar rembulan.

"Lin Hao? Ada apa?" Mei Ling bertanya dengan suara berbisik.

"Maaf mengganggumu," jawab Lin Hao pelan, suaranya terdengar berat. "Tapi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak datang."

Mei Ling hanya bisa berdiri terpaku. Tubuhnya terasa hangat hanya karena kehadiran pria itu. "Kenapa kau ke sini?" tanyanya, meskipun dia tahu jawaban itu tidak akan membuatnya lebih tenang.

Lin Hao melangkah masuk tanpa menunggu izin. Tatapannya begitu intens, membuat Mei Ling merasa lemah di hadapannya. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," katanya.

"Aku baik-baik saja," jawab Mei Ling cepat. Tapi Lin Hao tidak seperti orang yang mudah percaya. Dia berdiri begitu dekat hingga Mei Ling bisa mencium aroma tubuhnya campuran keringat dan wangi khas yang membuat pikirannya semakin tidak tenang.

"Mei Ling…" Lin Hao memanggil namanya dengan nada rendah, dan sebelum dia sempat menjawab, Lin Hao sudah mendekatkan wajahnya.

Detik itu, ruang di antara mereka hampir lenyap. Nafas Lin Hao terasa hangat di kulit wajah Mei Ling, membuatnya bingung antara menahan atau menyerah.

"Kau tahu aku tidak bisa berhenti memikirkanmu, bukan?" bisik Lin Hao. Jemarinya terangkat, menyentuh lembut pipi Mei Ling. Sentuhan itu terasa seperti listrik yang mengalir ke seluruh tubuhnya.

Mei Ling tak mampu menjawab. Dia hanya bisa merasakan dadanya berdebar kencang, bibirnya gemetar, dan matanya terpaku pada bibir Lin Hao yang begitu dekat.

"Aku tahu ini salah," lanjut Lin Hao, "tapi aku tidak peduli lagi."

Dan sebelum Mei Ling sempat mengerti apa yang sedang terjadi, bibir Lin Hao sudah menyentuh miliknya perlahan, lembut, tetapi penuh dengan hasrat yang tertahan. Mei Ling terkejut, tetapi tubuhnya tidak melawan. Sebaliknya, dia tenggelam dalam ciuman itu, merasakan panas yang mulai membakar dari ujung rambut hingga ujung kakinya.

Tangan Lin Hao bergerak ke pinggangnya, menariknya lebih dekat, membuat tubuh mereka bersentuhan. Sentuhan itu membuat Mei Ling kehilangan kendali atas dirinya. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia merasa benar-benar hidup.

"Lin Hao…" bisik Mei Ling di sela ciuman mereka, suaranya terdengar serak.

Lin Hao berhenti sejenak, menatapnya dalam-dalam. "Katakan jika kau ingin aku berhenti," katanya. Tapi mata Mei Ling mengatakan hal yang sebaliknya.

"Jangan berhenti…"

Mei Ling merasakan tubuhnya melebur dalam kehangatan yang Lin Hao bawa. Sentuhan lelaki itu begitu yakin, seolah-olah dia tahu persis apa yang diinginkan tubuh dan jiwanya. Setiap gerakan terasa lambat namun penuh dengan intensitas yang membuat Mei Ling lupa pada segala yang lain di dunia ini.

Lin Hao memeluknya lebih erat, mencium sepanjang lehernya dengan lembut tetapi tetap menggelitik rasa yang tak terlukiskan. "Kau membuatku gila, Mei Ling…" katanya dengan suara rendah, hampir seperti bisikan.

Mei Ling tidak menjawab, hanya menghela napas dalam, dadanya naik turun, mencoba mengendalikan diri di tengah badai perasaan yang melanda. Tangan Lin Hao yang kokoh mulai menyentuh punggungnya, menyusuri lekuk tubuhnya dengan hati-hati, seolah ia adalah sesuatu yang rapuh.

"Apa kau takut padaku?" tanya Lin Hao tiba-tiba, menatap langsung ke matanya.

Mei Ling menggeleng, tetapi tubuhnya tetap gemetar. "Aku tidak tahu… aku hanya…"

Lin Hao memotong kalimatnya dengan sebuah kecupan lagi, kali ini lebih dalam dan penuh gairah. Tangannya yang tadi berada di punggung Mei Ling kini berpindah, memegang kedua pipinya dengan lembut, seolah ingin memastikan bahwa gadis itu tidak akan melarikan diri.

"Aku sudah lama menunggu ini," bisik Lin Hao, nyaris tak terdengar.

Mei Ling tahu seharusnya dia menolak. Apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Tapi ada sesuatu tentang Lin Hao yang membuatnya merasa aman, meskipun hatinya terus-menerus berdebar keras.

"Kau tidak perlu takut padaku," kata Lin Hao lagi, tangannya turun ke tangan Mei Ling, menggenggamnya erat. "Katakan padaku jika kau ingin aku berhenti."

"Aku…" Mei Ling berusaha mengatakan sesuatu, tetapi suaranya serak. Dia tidak bisa memikirkan kata-kata yang tepat. Yang dia tahu hanyalah bahwa tubuhnya tidak ingin Lin Hao berhenti.

Lin Hao menatapnya lagi, mencari kepastian dalam matanya. Mei Ling, tanpa sadar, mengangguk pelan. Itu adalah tanda yang cukup bagi Lin Hao untuk melanjutkan.

Dia membimbing Mei Ling ke arah ranjang, tetapi tidak dengan terburu-buru. Segala yang Lin Hao lakukan terasa terukur, seperti seorang seniman yang menciptakan mahakarya. Tangan mereka tetap saling menggenggam, memberikan kehangatan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Malam itu menjadi malam yang tak terlupakan bagi Mei Ling. Setiap sentuhan, setiap bisikan, dan setiap gerakan Lin Hao terasa seperti sebuah penjelajahan ke dunia baru yang penuh gairah.

Lin Hao tidak hanya mendominasi; dia juga mendengarkan setiap reaksi Mei Ling, memastikan bahwa setiap hal yang mereka lakukan adalah sesuatu yang diinginkan oleh mereka berdua. Dia adalah campuran antara kelembutan dan kekuatan, sesuatu yang membuat Mei Ling benar-benar menyerah pada dirinya sendiri.

Ketika akhirnya pagi menjelang, Mei Ling terbangun dengan tubuh yang masih terasa hangat. Lin Hao sudah pergi, tetapi jejak kehadirannya masih terasa di setiap sudut kamar. Gadis itu menyentuh bibirnya, mengingat setiap ciuman yang Lin Hao berikan.

Apa yang mereka lakukan mungkin adalah sebuah kesalahan besar, tetapi Mei Ling tidak bisa menyangkal bahwa malam itu adalah malam terbaik dalam hidupnya.