Chereads / Gairah di Desa Lianhua / Kegelisahan yang Tersembunyi

Kegelisahan yang Tersembunyi

Mei Ling kembali ke rumah dengan langkah yang pelan. Matahari mulai meninggi, menyinari desa kecil itu dengan kehangatan yang tidak mampu menenangkan kegelisahannya. Apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Lin Hao masih membayang di pikirannya, seolah-olah adegan itu terus terulang tanpa henti.

Dia memegang bibirnya yang masih terasa hangat, mengenang setiap sentuhan yang Lin Hao berikan. Perasaan yang bercampur aduk antara bahagia, cemas, dan malu membuat dadanya terasa sesak.

Saat dia melangkah melewati pintu depan rumah, Yan'er menyambutnya dengan senyuman lebar. "Kau pergi pagi-pagi sekali. Apa kau bertemu seseorang?" tanyanya sambil menggoda, membuat Mei Ling tersentak.

"Tidak, aku hanya berjalan-jalan," jawab Mei Ling cepat, berharap Yan'er tidak melihat wajahnya yang memerah.

Yan'er mengangkat alisnya, tetapi dia tidak bertanya lebih lanjut. "Baiklah, kau pasti lapar. Aku sudah menyiapkan makan siang," katanya sambil menarik tangan Mei Ling ke ruang makan.

Tatapan yang Mengungkapkan Segalanya

Saat mereka makan bersama, Mei Ling merasa sulit untuk fokus pada percakapan dengan Yan'er. Setiap kali Yan'er menatapnya, dia merasa seolah sahabatnya itu bisa membaca pikirannya.

"Mei Ling, kau terlihat berbeda hari ini," kata Yan'er tiba-tiba, memecah keheningan.

Mei Ling meletakkan sumpitnya dan memandang Yan'er dengan gugup. "Berbeda bagaimana?" tanyanya, mencoba terdengar santai.

Yan'er menyipitkan matanya, seolah mencoba mencari jawaban di wajah Mei Ling. "Aku tidak tahu. Kau terlihat... lebih cerah, tetapi juga sedikit gugup. Apakah ada sesuatu yang ingin kau ceritakan?" tanyanya dengan nada penuh selidik.

Mei Ling menggeleng cepat. "Tidak ada apa-apa. Mungkin aku hanya lelah," jawabnya sambil memaksakan senyum.

Yan'er tidak terlihat sepenuhnya yakin, tetapi dia memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh. "Baiklah, tapi jika kau butuh seseorang untuk diajak bicara, kau tahu aku selalu ada untukmu," katanya dengan lembut.

Pertemuan yang Tak Terduga

Setelah makan siang, Mei Ling memutuskan untuk membantu Yan'er membersihkan halaman belakang. Mereka bekerja dalam diam, tetapi pikiran Mei Ling terus melayang-layang, kembali pada momen pagi itu di paviliun.

Ketika dia sedang menyapu dedaunan, suara langkah kaki mendekat membuatnya menoleh. Lin Hao berdiri di sana, dengan senyum yang sama seperti sebelumnya.

"Lin Hao?" panggil Yan'er, terdengar terkejut tetapi senang. "Apa yang membawamu ke sini?"

Lin Hao melirik Mei Ling sejenak sebelum menjawab. "Aku hanya lewat dan melihat kalian. Kupikir aku bisa membantu," katanya santai, tetapi tatapannya tidak pernah benar-benar meninggalkan Mei Ling.

Mei Ling merasa dadanya berdebar lagi. Dia mencoba menghindari tatapan Lin Hao, tetapi kehadiran pria itu membuatnya sulit untuk berkonsentrasi.

"Kalau begitu, kau bisa membantuku memindahkan pot bunga ini," kata Yan'er sambil menunjuk ke arah pot besar di sudut halaman.

Lin Hao mengangguk dan berjalan mendekat. Saat dia melewati Mei Ling, dia berbisik pelan, cukup keras untuk didengar hanya olehnya, "Kita perlu bicara nanti."

Mei Ling hanya bisa mengangguk kecil, merasa gugup tetapi juga penasaran dengan apa yang akan dia katakan.

Setelah membantu Yan'er menyelesaikan pekerjaan di halaman, Lin Hao berpamitan. Namun, sebelum dia benar-benar pergi, dia melirik ke arah Mei Ling, seolah memberi isyarat agar gadis itu mengikutinya. Mei Ling hanya berdiri mematung, tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

"Mei Ling, kau baik-baik saja?" tanya Yan'er, menyadari kecanggungan temannya.

"Aku... aku hanya merasa sedikit pusing. Mungkin aku akan masuk ke dalam dan beristirahat sebentar," jawab Mei Ling cepat, mencoba menghindari perhatian lebih lanjut.

Yan'er mengangguk. "Kau seharusnya beristirahat. Biarkan aku yang menyelesaikan sisanya."

Mei Ling tersenyum kecil sebelum berjalan masuk ke dalam rumah, tetapi saat dia yakin Yan'er tidak memperhatikannya, dia keluar lewat pintu belakang dan menyusul Lin Hao.

Pertemuan Rahasia

Lin Hao menunggunya di bawah pohon tua di dekat ujung desa, tempat yang cukup jauh dari pandangan orang-orang. Ketika Mei Ling mendekat, dia tersenyum, tetapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Mei Ling merasa gugup sekaligus penasaran.

"Kau datang," kata Lin Hao dengan nada rendah, hampir seperti bisikan.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Mei Ling, mencoba terdengar tegas meskipun suaranya sedikit bergetar.

Lin Hao mendekatinya perlahan, membuat jarak di antara mereka semakin sempit. "Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu," katanya tanpa basa-basi, membuat Mei Ling terkejut.

"Lin Hao, kita tidak boleh"

"Aku tahu," potong Lin Hao, suaranya terdengar tegas. "Tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaanku. Kau telah membuatku kehilangan akal."

Mei Ling menatapnya dengan mata melebar, tetapi dia tidak bisa mengingkari bahwa kata-kata Lin Hao membuatnya merasakan sesuatu yang serupa.

"Kenapa aku?" tanyanya pelan, hampir seperti dirinya sendiri.

"Karena kau berbeda," jawab Lin Hao sambil menyentuh pipinya dengan lembut. "Kau membuatku merasa hidup, sesuatu yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya."

Api yang Mulai Berkobar

Mei Ling mencoba mundur, tetapi tangan Lin Hao menahan pinggangnya dengan lembut. "Lin Hao, jika seseorang melihat kita..."

"Tidak ada yang akan melihat. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu," bisik Lin Hao, suaranya penuh keyakinan.

Mei Ling merasa dirinya semakin terhanyut. Dia ingin melawan, tetapi pesona Lin Hao terlalu kuat untuk diabaikan. Ketika Lin Hao mendekatkan wajahnya, Mei Ling merasa jantungnya berdetak begitu kencang hingga dia hampir tidak bisa bernapas.

Ciuman mereka kali ini lebih intens, lebih dalam dari sebelumnya. Lin Hao memeluknya erat, seolah tidak ingin melepaskannya. Mei Ling tidak lagi melawan; dia menyerah pada perasaan yang selama ini dia coba tolak.

Saat tangan Lin Hao mulai menjelajahi punggungnya, Mei Ling merasakan seluruh tubuhnya bergetar. Dia tahu bahwa apa yang mereka lakukan salah, tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak ingin menghentikannya.

"Lin Hao..." bisiknya, suaranya penuh keraguan tetapi juga gairah.

Lin Hao berhenti sejenak, menatapnya dengan mata yang penuh keinginan. "Katakan padaku jika kau ingin aku berhenti," katanya, memberikan Mei Ling kesempatan untuk memilih.

Mei Ling menelan ludah, lalu menggeleng pelan. "Jangan berhenti," jawabnya akhirnya, suaranya nyaris tidak terdengar.

Saat yang Tidak Terlupakan

Mereka berdua terhanyut dalam momen itu, melupakan dunia di sekitar mereka. Di bawah naungan pohon tua, mereka berbagi sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Lin Hao menyentuh Mei Ling dengan penuh kelembutan, seolah dia adalah sesuatu yang rapuh dan berharga. Mei Ling, meskipun gugup, mulai membuka dirinya, membiarkan Lin Hao masuk ke dalam dunianya yang selama ini tersembunyi.

Ketika akhirnya mereka berhenti, Lin Hao menatap Mei Ling dengan senyum lembut. "Kau tidak akan menyesalinya, Mei Ling. Aku akan memastikan itu."

Mei Ling hanya bisa mengangguk, merasa bahwa hidupnya telah berubah selamanya.