Hari pertarungan akhirnya tiba. Arena Barat, sebuah bangunan kosong yang sering digunakan untuk pertarungan ilegal, dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menyaksikan duel antara Kenzi dan Daniel.
Kai dan Kenzi tiba lebih awal. Saat mereka memasuki arena, suasana langsung berubah tegang. Semua mata tertuju pada Kenzi, anak baru yang menjadi pusat perhatian.
Daniel sudah menunggu di tengah arena, berdiri dengan santai. Ia tersenyum saat melihat Kenzi.
"Kau benar-benar datang," katanya. "Aku suka keberanianmu."
Kenzi tidak menjawab. Ia berjalan ke tengah arena, siap untuk memulai pertarungan.
Kenzi berdiri di tengah arena, tubuhnya basah oleh keringat. Sorak-sorai dari penonton bergema di sekitarnya, tetapi ia tetap fokus pada lawannya. Di hadapannya, Daniel berdiri dengan senyum percaya diri, seperti seorang raja yang tak tergoyahkan.
"Aku akan memberimu kesempatan terakhir untuk mundur," kata Daniel, nada bicaranya terdengar penuh tantangan. "Kota Timur bukan tempat untuk anak polos seperti mu."
Kenzi mengepalkan tinjunya. "Aku tidak akan mundur. Jika aku ingin bertahan di sini, aku harus menghadapi orang sepertimu."
"Baiklah," jawab Daniel sambil bersiap. "Jangan salahkan aku jika kau terluka."
---
Saat bel berbunyi, Daniel langsung menyerang dengan kecepatan dan kekuatan yang luar biasa. Kenzi, meskipun memiliki tubuh atletis dan keterampilan bertarung yang hebat, segera menyadari bahwa Daniel berada di level yang berbeda.
Setiap serangan Daniel terasa seperti palu menghantam tubuhnya. Meskipun Kenzi mencoba bertahan dan menyerang balik, Daniel dengan mudah membaca gerakannya dan memanfaatkan celah.
Kai, yang berdiri di pinggir arena, menggertakkan gigi. "Kenzi, kau harus mundur! Dia terlalu kuat!"
Namun, Kenzi tetap bertahan. Dengan tekad yang kuat, ia terus melawan meskipun tubuhnya mulai lemah.
"Kau punya keberanian, aku akui itu," kata Daniel sambil melancarkan pukulan terakhir yang membuat Kenzi terjatuh ke tanah. "Tapi keberanian saja tidak cukup di kota ini."
---
Penonton bersorak riuh, merayakan kemenangan Daniel. Namun, di balik senyumnya yang penuh kemenangan, Daniel menyembunyikan niat sebenarnya. Ia mendekati Kenzi yang tergeletak di tanah, menatapnya dengan pandangan serius.
Dengan suara pelan, agar hanya Kenzi yang mendengar, Daniel berkata, "Aku tidak benar-benar ingin menjatuhkanmu. Tapi aku harus memastikan kau tidak mencolok di kota ini. Sumerman punya mata-mata di mana-mana, dan jika dia tahu tentangmu, kau akan berada dalam bahaya besar."
Kenzi, meskipun terluka, menatap Daniel dengan tatapan bingung. "Apa maksudmu?"
Daniel menghela napas. "Kau tidak akan mengerti sekarang. Tapi percayalah, aku membutuhkanmu untuk melawan seseorang yang jauh lebih berbahaya dari aku."
---
Setelah pertarungan, Kai membawa Kenzi keluar dari arena dan menuju tempat persembunyian sementara mereka. Sepanjang jalan, Kai tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.
"Kenapa kau harus melawan dia? Apa kau tidak lihat dia jauh lebih kuat?" seru Kai.
Kenzi, yang masih lemah, menjawab pelan. "Aku tidak punya pilihan. Jika aku ingin bertahan di kota ini, aku harus menghadapi orang seperti dia."
Kai menghela napas panjang. "Kau keras kepala. Tapi aku tidak bisa membiarkan kau mati sia-sia."
Selama beberapa hari berikutnya, Kenzi beristirahat untuk memulihkan diri. Sementara itu, Kai mulai menyusun rencana untuk membantu latihan Kenzi lebih keras.
---
Beberapa hari setelah pertarungan, Daniel secara diam-diam menemui Kenzi di tempat persembunyiannya.
"Aku tahu kau pasti tidak suka bagaimana aku memperlakukanmu," kata Daniel tanpa basa-basi. "Tapi percayalah, itu adalah cara terbaik untuk melindungimu."
Kenzi, yang masih merasa sakit hati, membalas dengan nada sinis. "Kau pikir menjatuhkanku di depan semua orang adalah cara melindungiku?"
Daniel menatapnya dengan serius. "Sumerman bukan orang biasa. Dia adalah penguasa bayangan Kota Timur. Setiap orang yang mencolok akan langsung menjadi targetnya. Kau terlalu mencolok, Kenzi. Aku harus memastikan kau tetap rendah hati sementara kita menyusun rencana."
Kenzi terdiam. Meskipun sulit diterima, ia mulai memahami apa yang dimaksud Daniel.
"Aku butuh mu untuk menjatuhkan Sumerman," lanjut Daniel. "Shanszhu mungkin adalah alasanmu datang ke kota ini, tapi jika kau benar-benar ingin bertemu dengannya, kau harus melewati Sumerman dulu. Dan aku tidak bisa melakukannya sendirian."
Meskipun masih ragu, Kenzi akhirnya menyetujui tawaran Daniel.
"Aku akan membantu," kata Kenzi. "Tapi hanya karena aku ingin menemukan Shanszhu."
Daniel tersenyum tipis. "Itu cukup untuk sekarang."
Kai, yang mendengarkan dari sudut ruangan, menyela. "Kalau kita ingin melawan Sumerman, kita butuh rencana yang lebih baik. Kau tahu apa yang kita hadapi?"
Daniel mengangguk. "Aku tahu, dan itu sebabnya kita harus mulai dari bawah. Kita akan menghancurkan fondasinya satu per satu."
---
Dengan aliansi baru yang terbentuk, Kenzi, Kai, dan Daniel mulai merencanakan langkah pertama mereka melawan Sumerman. Mereka tahu ini adalah pertempuran panjang dan berbahaya, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain.
---
Menembus Bayangan Kota Timur
Kenzi menatap Daniel dan Kai dengan penuh tekad. Pertarungan dengan Daniel telah memberinya pelajaran berharga—ia harus belajar bermain cerdas, bukan hanya mengandalkan kekuatan.
"Apa langkah pertama kita?" tanya Kenzi.
Daniel mengambil peta besar dari laci meja dan meletakkannya di atas meja. "Sumerman memiliki jaringan yang sangat luas di Kota Timur. Kita tidak bisa langsung menyerangnya. Kita harus memotong akar-akarnya terlebih dahulu."
Kai menyela, menunjuk sebuah area di peta. "Ini wilayah Selatan. Sumerman menggunakan gudang di sana sebagai tempat penyimpanan senjata dan barang selundupan. Jika kita bisa menghancurkan itu, kita bisa melemahkannya sedikit demi sedikit."
Daniel mengangguk. "Tepat. Tapi gudang itu dijaga ketat oleh kelompok Black Fang, salah satu cabang Sumerman yang paling kejam. Kita harus sangat berhati-hati."
---
Rencana yang Berbahaya
Kenzi memandangi peta dengan cermat. Ia tahu misi ini berisiko, tetapi ini adalah satu-satunya cara untuk mendekati Shanszhu.
"Bagaimana kita bisa masuk tanpa menarik perhatian?" tanya Kenzi.
Daniel tersenyum tipis. "Kita tidak akan masuk tanpa perhatian. Kita akan menciptakan gangguan di pintu depan sementara seseorang menyelinap dari belakang dan menghancurkan persediaan mereka."
Kai mengerutkan kening. "Dan siapa yang akan jadi pengalih perhatian itu?"
Daniel menatap Kai dengan senyum sinis. "Aku akan melakukannya. Aku lebih terbiasa menghadapi orang-orang seperti mereka."
---
Malam itu, mereka bergerak. Kenzi dan Kai menyelinap ke belakang gudang, sementara Daniel memulai serangan frontal di pintu depan. Suara dentingan logam dan teriakan segera memenuhi udara saat Daniel menghadapi para penjaga dengan penuh percaya diri.
Kenzi dan Kai memanfaatkan kekacauan itu untuk masuk ke dalam. Gudang itu penuh dengan peti berisi senjata dan barang selundupan lainnya.
"Kita harus menghancurkan ini secepat mungkin," bisik Kai sambil menyiapkan bahan peledak kecil yang ia bawa.
Namun, sebelum mereka selesai, suara langkah kaki terdengar dari belakang mereka. Seorang pria besar dengan tatapan ganas muncul dari bayang-bayang.
"Berani sekali kalian masuk ke wilayah kami," katanya sambil menghunus pisau besar.
Kenzi segera mengambil posisi bertarung. "Kai, lanjutkan. Aku akan mengurus dia."
---
Pria itu menyerang dengan brutal, tetapi Kenzi berhasil menghindari serangan-serangannya dengan lincah. Dengan serangan balasan yang cepat dan tepat, Kenzi mulai mendominasi pertarungan.
Sementara itu, Kai berhasil menyalakan bahan peledak di beberapa titik gudang. "Kenzi, kita harus pergi sekarang!" serunya.
Kenzi memberikan pukulan terakhir, menjatuhkan lawannya ke lantai sebelum berlari keluar bersama Kai. Mereka berhasil keluar tepat sebelum ledakan besar mengguncang gudang.
---
Kembali ke markas, Daniel menyambut mereka dengan senyum puas. "Kerja bagus. Itu pasti membuat Sumerman marah."
Namun, Kenzi tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Sumerman pasti akan membalas, dan itu berarti bahaya yang lebih besar bagi mereka.
Sementara mereka berdiskusi, salah satu anak buah Daniel masuk dengan tergesa-gesa. "Kita punya masalah. Sumerman telah mengirim pesan. Dia tahu siapa yang menyerangnya."
Daniel menghela napas panjang. "Aku sudah menduganya. Dia tidak akan tinggal diam."
Kenzi menatap Daniel dengan serius. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Kita bersiap," jawab Daniel tegas. "Ini perang terbuka sekarang, dan kita harus menang."
---
Malam itu, Kenzi duduk sendirian di atap markas, memandangi langit gelap Kota Timur. Ia memikirkan Shanszhu—bagaimana pria yang dulu ia anggap sebagai kakak kini menjadi bagian dari kekuatan yang ingin ia tumbangkan.
Kai bergabung dengannya, membawa dua botol air. "Kau terlihat terlalu serius," kata Kai sambil duduk di sebelahnya.
"Aku hanya berpikir," jawab Kenzi pelan. "Apa yang sebenarnya terjadi pada Shanszhu? Bagaimana dia bisa terlibat dengan orang seperti Sumerman?"
Kai menghela napas. "Kota Timur mengubah orang. Tidak peduli seberapa baik seseorang, lingkungan ini bisa menghancurkan mereka."
Kenzi mengepalkan tangannya. "Aku akan menemukannya. Aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Kai menepuk bahu Kenzi. "Kita akan menemukannya. Tapi untuk sekarang, fokuslah pada apa yang ada di depan kita. Sumerman tidak akan berhenti sampai dia menyingkirkan kita semua."