Dengan Arman sebagai sekutu baru, Kenzi dan timnya mulai menyusun rencana untuk menggoyahkan kekuasaan Reza di SMA Mawar tanpa memulai perang terbuka. Arman memberikan informasi mendalam tentang dinamika internal sekolah itu, termasuk siapa saja yang setia kepada Reza dan siapa yang mulai meragukannya.
"Reza punya tiga pilar kekuatan utama," jelas Arman saat pertemuan rahasia di markas Kenzi. "Bima, sebagai tangan kanannya, Axel yang bertanggung jawab atas pertahanan, dan Jefri, yang menjaga aliansi dengan pihak luar. Jika kita bisa menjatuhkan salah satu dari mereka, kekuatan Reza akan goyah."
"Lalu siapa yang paling mungkin dijadikan target pertama?" tanya Kenzi.
Arman berpikir sejenak sebelum menjawab. "Axel. Dia tipe yang lebih fokus pada kekuatan fisik daripada strategi. Jika kita mengalahkannya secara terbuka, itu akan menjadi pukulan besar bagi moral pasukan Reza."
---
Kai dan Ivan diberi tugas untuk memancing Axel keluar dari sekolah. Mereka menggunakan informasi dari Arman untuk mengetahui rutinitas Axel, termasuk tempat dia sering berlatih.
Suatu malam, Axel sedang berlatih sendirian di sebuah gudang tua di pinggir kota. Kai muncul dengan senyum tipis di wajahnya.
"Hei, Axel. Kudengar kau adalah salah satu petarung terbaik di Kota Timur," kata Kai dengan nada mengejek. "Tapi aku penasaran, seberapa kuat sebenarnya kau?"
Axel menatap Kai dengan tajam. "Siapa kau? Apa kau ingin mati?"
"Aku hanya ingin menguji siapa yang lebih kuat," jawab Kai sambil memasang kuda-kuda.
Axel menerima tantangan itu tanpa berpikir dua kali. Pertarungan mereka berlangsung sengit, dengan Axel menunjukkan kekuatan pukulan yang luar biasa. Namun, Kai lebih lincah dan memiliki strategi yang lebih baik, membuat Axel kehabisan energi dalam waktu singkat.
Setelah Axel terjatuh, Kai mendekat dan berkata, "Kekuatanmu hebat, tapi kau tidak berpikir jauh ke depan. Kau hanya alat bagi Reza. Bagaimana jika kau berpihak pada kami? Kami bisa memberikanmu tempat yang lebih baik."
Axel, yang masih terengah-engah, hanya terdiam.
---
Kesokan harinya Kabar tentang kekalahan Axel segera menyebar di SMA Mawar. Banyak siswa mulai meragukan kemampuan Reza untuk melindungi mereka. Bahkan Bima, tangan kanan Reza, mulai menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran.
"Ini tidak bisa dibiarkan," kata Bima saat berbicara dengan Reza di ruangannya. "Orang-orang mulai kehilangan kepercayaan padamu. Kita harus segera bertindak sebelum mereka berpaling ke pihak lain."
Reza mengangguk perlahan. "Aku tahu. Tapi kita tidak bisa bertindak gegabah. Cari tahu siapa yang melakukan ini. Jika mereka cukup berani untuk menantang kita, aku akan memastikan mereka tidak punya kesempatan kedua."
---
Sementara itu, Kenzi dan timnya menggunakan momentum ini untuk merekrut lebih banyak siswa dari SMA Mawar. Dengan Axel yang kini netral dan Arman yang bekerja di dalam, mereka mulai menarik perhatian kelompok-kelompok kecil yang sebelumnya setia pada Reza.
"Kita harus bergerak cepat sebelum Reza menyadari rencana kita sepenuhnya," kata Kenzi kepada timnya.
Marco mengangguk. "Aku akan mulai berbicara dengan kelompok-kelompok kecil lainnya. Jika kita bisa mendapatkan setengah dari mereka, Reza tidak akan punya cukup kekuatan untuk melawan."
---
Suatu malam, saat Kenzi sedang berjalan pulang sendirian, ia bertemu dengan Bima yang tampak menunggunya di depan markas kecil mereka.
"Kenzi, aku tahu kau yang ada di balik semua ini," kata Bima dengan nada serius.
Kenzi tersenyum tipis. "Apa yang kau inginkan, Bima? Jika kau di sini untuk bertarung, aku siap."
Bima menggelengkan kepala. "Aku tidak di sini untuk bertarung. Aku hanya ingin tahu, apa tujuanmu sebenarnya? Kenapa kau menargetkan SMA Mawar?"
"Tujuanku adalah melawan Sumerman," jawab Kenzi dengan tegas. "Aku tidak punya masalah pribadi dengan Reza, tapi aku butuh kekuatan SMA Mawar untuk mencapai tujuan itu."
Bima terdiam sejenak sebelum berkata, "Jika kau benar-benar ingin melawan Sumerman, maka kau lebih gila dari yang aku kira. Tapi aku tidak bisa menyangkal bahwa Reza mulai kehilangan kendali."
"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Kenzi.
Bima menatap Kenzi dengan tatapan tajam. "Aku akan mengawasi. Jika kau benar-benar punya rencana yang lebih baik, mungkin aku akan berpihak padamu. Tapi untuk sekarang, aku masih setia pada Reza."
---
Dengan Bima yang mulai goyah dan Axel yang netral, Kenzi merasa semakin dekat dengan tujuannya untuk menggoyahkan SMA itu. Namun, ia tahu bahwa langkah berikutnya harus dilakukan dengan hati-hati.
"Kita hampir sampai," kata Kenzi kepada timnya. "Tapi Reza tidak akan tinggal diam. Kita harus siap menghadapi serangan balik."
Kai tersenyum. "Serangan balik mereka hanya akan membuat kita lebih kuat. Reza mungkin punya pengalaman, tapi kita punya sesuatu yang lebih penting: keberanian."
Namun, di balik keyakinan mereka, ancaman Sumerman semakin mendekat. Kenzi tahu bahwa ini baru awal dari perjuangan panjang mereka di Kota Timur.
---
Serangan balik.
Ketika Reza mulai kehilangan pengaruh, ia menyadari bahwa posisinya di SMA Mawar semakin terancam. Sebagai langkah terakhir untuk menunjukkan kekuatannya, Reza memutuskan untuk melancarkan serangan terhadap kelompok Kenzi secara langsung.
Malam itu, saat Kenzi dan timnya sedang berdiskusi di markas, seorang informan datang dengan kabar buruk.
"Reza sedang mengumpulkan anak-anak SMA Mawar. Mereka berencana menyerang markas kita malam ini," kata informan itu dengan wajah cemas.
Ivan mengepalkan tinjunya. "Aku tahu dia tidak akan tinggal diam. Kita harus bersiap!"
Kenzi mengangguk. "Jika mereka datang, kita akan bertarung. Tapi ingat, tujuan kita bukan menghancurkan mereka, melainkan menggoyahkan keyakinan mereka pada Reza."
---
Beberapa jam kemudian, kelompok Reza tiba di markas Kenzi. Mereka membawa puluhan siswa, lengkap dengan senjata seadanya seperti tongkat kayu dan rantai besi. Reza memimpin mereka dari depan, menunjukkan aura dominannya.
"Kenzi! Keluar dan hadapi aku!" teriak Reza dari luar.
Kenzi keluar dengan tenang, diikuti oleh timnya. Meski kalah jumlah, mereka tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut.
"Reza, aku tidak ingin melawanmu," kata Kenzi dengan suara tegas. "Tapi jika kau memaksa, aku tidak akan mundur."
Reza tertawa sinis. "Kau terlalu percaya diri. Kau pikir bisa mengalahkanku dengan tim kecilmu itu?"
"Kami tidak butuh jumlah besar untuk mengalahkanmu," jawab Kenzi sambil memasang kuda-kuda.
Pertarungan itu pun dimulai.
---
Sementara tim mereka saling bertarung, Kenzi dan Reza bertarung satu lawan satu. Reza memiliki kekuatan pukulan yang luar biasa, tetapi Kenzi lebih cepat dan taktis. Pertarungan mereka berlangsung sengit, dengan masing-masing mencoba mencari celah untuk menjatuhkan lawan.
Di tengah pertarungan, Kenzi menyadari sesuatu. Reza tampaknya bertarung bukan hanya untuk mempertahankan kekuasaannya, tetapi juga karena rasa takut.
"Kau tidak benar-benar ingin melakukannya, bukan?" tanya Kenzi sambil menghindari pukulan Reza.
Reza berhenti sejenak, terkejut dengan pertanyaan itu.
"Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Kau bertarung bukan karena ingin menang, tapi karena takut kehilangan semuanya," kata Kenzi. "Tapi kau tidak perlu takut. Aku tidak berniat menghancurkanmu. Aku hanya ingin kita bersatu untuk melawan seseorang."
Kata-kata Kenzi mulai menggoyahkan Reza. Ketika pertarungan mencapai puncaknya, Reza kehilangan fokus, dan Kenzi berhasil menjatuhkannya.
Semua orang yang menyaksikan pertarungan itu terdiam. Reza, yang selama ini dianggap tak terkalahkan, kini tergeletak di tanah.
Kenzi berdiri di atasnya, tetapi ia tidak memberikan pukulan terakhir. Sebaliknya, ia mengulurkan tangannya.
"Bergabunglah dengan kami, Reza," kata Kenzi. "Kita bisa melawan Sumerman bersama."
Reza menatap Kenzi dengan ragu-ragu sebelum akhirnya menerima uluran tangannya.
"Kau benar," kata Reza. "Aku sudah lelah mempertahankan kekuasaan ini sendirian. Jika kau benar-benar punya rencana, aku akan mendukungmu."
Dengan kekalahan Reza, SMA Mawar secara resmi bergabung dengan kelompok Kenzi. Ini menjadi pukulan besar bagi jaringan Sumerman, yang selama ini bergantung pada SMA Mawar sebagai salah satu kekuatan utamanya.
Di markas mereka, Kenzi dan timnya merayakan kemenangan ini. Namun, mereka tahu bahwa pertempuran sebenarnya belum dimulai.
"Kita telah mengambil langkah besar," kata Kenzi kepada timnya. "Tapi Sumerman pasti sudah mengetahui pergerakan kita. Kita harus bersiap untuk menghadapi serangan balik dari mereka."
Kai tersenyum tipis. "Biarkan mereka datang. Kita lebih dari siap untuk menghadapi apa pun yang mereka lemparkan kepada kita."
Namun, di tengah suasana kemenangan itu, sebuah pesan misterius tiba di markas mereka. Pesan itu hanya berisi satu kalimat:
"Kalian tidak tahu siapa yang sebenarnya kalian hadapi."
Kenzi membaca pesan itu dengan serius. la tahu bahwa ini adalah peringatan dari Sumerman, dan ia merasa bahwa pertempuran berikutnya akan jauh lebih berat dari sebelumnya.
----
Malam itu setelah berpesta dan bersenang senang semua orang pergi hanya meninggalkan Kenzi dan Kai di markas. Mereka berdua terus melihat pesan misterius itu dan memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya.
Tiba-tiba terdengar suara seseorang berjalan di tengah gelap malam menghampiri mereka berdua. Kenzi dan Kai berdiri dan memasang wajah serius.
"Tenanglah ini aku Daniel. Aku datang kesini untuk memberitahu sesuatu yang sangat penting." ucapnya sambil berjalan.
Kenzi dan Kai kembali duduk dan bertanya."apa yang membuatmu kesini malam-malam bukankah kau bisa menghubungi kita dulu.
"Tidak. Ini akan membuatmu sangat senang Kenzi." Ucap Daniel.
Kenzi menjawab."Apa itu?
Daniel melemparkan amplop ke arah Kenzi dan berkata temui orang itu dan kamu akan tau segalanya.
Setelah mengatakan itu Daniel menyuruh Kai dan Kenzi untuk pergi.
"Pergilah. Sebentar lagi akan ada tamu tidak di undang datang kesini. Kalian berdua pergilah secepat mungkin." Ucap Daniel
Setelah mengatakan itu Daniel duduk dan membakar rokok nya menunggu orang yang akan datang itu.