Setelah selesai sarapan, Havi berpamitan kepada kedua orang tua nya. Dia ingin sekali menjelajah salah satu desa yang terkenal di Kota Telaga, yang kebetulan juga merupakan desa kelahiran nya, Desa Loban.
Havi meminta izin kepada kedua orang tua nya bahwa sudah lama dia tidak menjelajah di sekitaran desa. Sudah cukup lama, kata Havi.
Kembali kedua orang tua Havi, Pak Ridho dan Bu Saras terkejut. Mereka berdua saling memandang satu sama lain. Semakin di pikirkan, semakin aneh kelakuan Havi.
Havi ibarat seorang perantau yang sudah pergi sangat lama dan baru saja kembali dari merantau nya di kota, dan ingin segera bernostalgia dengan tanah kelahiran nya. Kedua orang tua nya hanya mengerutkan kening nya.
"Pak.. Kok Havi jadi aneh begitu ya? Apa ini cuma perasaan ibu saja ya?", tanya Bu Saras kepada suami nya.
"Bu.. Bapak juga berpikiran hal yang sama. Kita lihat dulu perkembangan Havi beberapa hari ini. Jika kita nemuin masalah sama Havi, sebaik nya kita bawa Havi ke dokter saja", jawab Pak Ridho kepada istri nya.
"Ibu justru takut kalau Havi ini tertekan dengan permintaan kita, jadi Havi berkelakuan seperti itu Pak", kata Bu Saras khawatir.
"Maksud Ibu?", tanya Pak Ridho lagi.
"Itu lho Pak. Kita kan menyuruh Havi supaya belajar lebih giat lagi, biar di masa depan Havi gak kayak kita Pak", jawab Bu Saras kepada Pak Ridho.
Pak Ridho termenung untuk sesaat. Apa yang di katakan oleh istri nya kali ini ada benar nya juga. Hingga akhir nya Pak Ridho mengambil sebuah keputusan.
"Bu.. Bapak merasa perkataan Ibu ini ada benar nya juga. Gimana kalau mulai saat ini kita tidak terlalu menekan Havi?", saran Pak Ridho.
"Ibu setuju Pak.. Kita juga jangan mimpi ketinggian dulu. Meskipun anak kita Havi berprestasi sampai ke provinsi, tapi bagiamana pun, Havi masih sangat muda untuk memikirkan kehidupan ini", jawab Bu Saras menyetujui saran Pak Ridho.
"Iya Bu.. Mulai sekarang kita harus lebih santai. Jangan ngoyo kayak biasa nya ya. Oh iya Bu.. 3 hari lagi kan ulang tahun Havi, gimana rencana kita nanti? Apa kita jadi pergi ke pusat Kota Telaga?", tanya Pak Ridho lagi.
"Iya Pak.. Jadi.. Sudah lama juga Havi pengen punya sepeda. Kita beli aja ya", jawab Bu Saras sambil mengangguk.
Kedua orang tua Havi, Pak Ridho dan Bu Saras akhir nya kembali melanjutkan aktifitas nya.
Pak Ridho pergi ke area pinggiran hutan untuk mencari buah-buahan atau apa saja yang bisa di jadikan uang untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga nya.
Sedangkan Bu Saras, seperti biasa nya, berjalan berkeliling menjajakan gorengan di sekitaran Desa Loban. Kedua orang tua Havi terkenal jujur dalam hal pekerjaan nya, hingga mereka sangat di hormati di Desa Loban.
=======================
Kembali kepada Havi yang saat ini sedang berjalan-jalan di sekitaran Desa Loban. Dengan perasaan yang begitu bahagia, Havi berkeliling desa sambil menyapa setiap orang yang di kenal nya.
Segera, ingatan tentang kehidupan pertama nya tentang nama-nama orang yang di kenal nya, mengalir deras ke kepala seperti air yang mengalir.
Para warga Desa Loban yang mengenal nya pun, menyambut sapaan baik dari Havi. Mereka tahu bahwa Havi ini adalah murid cerdas yang mengharumkan nama desa nya.
Berkat peringkat Havi yang masuk ke dalam peringkat 3 besar di provinsi, secara tidak langsung, Desa Loban yang selama ini belum di kenal baik oleh Kota Telaga, lambat laun menjadi lebih baik dan juga lebih terkenal dari sebelum nya.
Sudah ada beberapa orang kaya yang menginvestasikan uang nya untuk membangun pabrik atau usaha-usaha lain di Desa Loban.
Itu arti nya, semakin mengurangi jumlah pengangguran di Desa Loban, karena pabrik atau usaha baru itu mengutamakan perekrutan karyawan yang asli berasal dari Desa Loban ini.
Setelah berbasa-basi sebentar dengan penduduk warga Desa Loban, Havi kembali melanjutkan 'petualangan' nya. Sambil berpikir keras, Havi mengamati lingkungan sekitar desa nya.
Terbesit ide untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi desa ini. Havi berencana untuk memanfaatkan keindahan alam Desa Loban sebagai tempat pariwisata.
Di kehidupan sebelum nya, baru beberapa tahun ini Desa Loban kembali di kenal sejak diri nya membanggakan penduduk desa dengan masuk ke dalam 3 besar peringkat provinsi.
Tapi sejak Havi berubah dari murid cerdas menjadi residivis, banyak warga dari desa atau kota lain yang menghujat Desa Loban.
Bahkan mereka berspekulasi dengan pernyataan yang membuat Havi cukup sakit hati saat itu.
Penduduk dari desa lain banyak yang mengatakan, 'untuk apa mempunyai otak pintar tapi ujung-ujung nya menjadi penjahat. Warga Desa Loban ini benar-benar pandai menyembunyikan penjahat kelas kakap ya'.
Dan pernyataan para penduduk dari desa lain ini juga lah yang membuat pabrik-pabrik yang sudah di bangun megah di sekitaran Desa Loban menjadi terkena dampak nya. Usaha-usaha lain pun tidak berbeda jauh dengan pabrik-pabrik itu.
Pabrik dan usaha mereka tidak beroperasi lagi karena banyak nya kecaman dari penduduk desa lain, sehingga sebagian orang yang sebelum nya mengandalkan penghasilan nya dari gaji pabrik atau usaha, kini berubah kembali menjadi pengangguran.
Sadar akan hal ini, di kehidupan kedua nya kali ini, Havi dengan tekad bulat berjanji akan lebih mempercepat pembangunan di Desa Loban dengan pengalaman-pengalaman kehidupan nya dari masa lalu.
Ide pertama dalam benak Havi adalah pemanfaatan air terjun yang ada di Desa Loban.
Dengan keadaan lingkungan sekitar nya yang benar-benar masih asri, seharus nya di atas kertas akan sangat mudah untuk mengembangkan nya menjadi daerah wisata.
Namun, masalah lain kembali muncul saat menyadari jika di Desa Loban ini, rata-rata di setiap rumah belum teraliri listrik.
Itu adalah kendala besar mengingat di masa depan, listrik benar-benar menjadi sesuatu yang sangat penting di dalam kehidupan.
Pepatah di tahun ini mengatakan, desa belum bisa di katakan maju atau berkembang jika belum di aliri oleh listrik.
Meskipun pabrik-pabrik dan usaha lain itu sudah bisa menggunakan listrik, itu tentu saja bisa di maklumi.
Karena pabrik-pabrik itu terletak jauh dari pusat Desa Loban dan terletak di perbatasan antara Desa Loban dan Desa Wlahar.
Sedangkan Desa Wlahar sudah terkenal berkembang karena memang sudah di aliri listrik oleh pemerintah, sehingga pabrik-pabrik dan usaha lain di sekitar nya menyambungkan listrik itu melewati Desa Wlahar.
Ide gila dari Havi kembali muncul. Havi ingat saat pelajaran di sekolah, bahwa air bisa di gunakan menjadi sarana alternatif dengan membuat alat pembangkit listrik tentu nya.
Dengan kecerdasan dan kemampuan Havi, dia yakin jika dia sendiri mampu untuk membuat pembangkit listrik sederhana dengan memanfaatkan air terjun sebagai pusat pembangkit listrik nya.
Setidak nya, jika ini berhasil, maka sedikit nya 40 rumah termasuk rumah nya sendiri bisa segera di aliri listrik.
'Aku harus bisa mewujudkan nya. Tapi itu memerlukan uang yang tidak sedikit jumlah nya. Dari mana aku bisa mendapatkan uang secara instan? Di tahun sekarang ini, apa aku bisa mendapatkan uang dengan cuma-cuma? Setidak nya, aku harus mencoba dulu dengan menjual beberapa hasil alam di hutan', ujar Havi di dalam hati nya.
===========================