Chereads / Ready for Love / Chapter 1 - Chapter 1

Ready for Love

reanaclayfton
  • 14
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 64
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 1

Cuaca di Bandung pagi hari itu cerah. Reana tersenyum sambil melangkahkan kakinya masuk ke sebuah bangunan. Hari itu dia akan menghadiri sebuah seminar yang salah satu pembicaranya adalah pak Menhan, Prabowo Subianto.

Karena suasana hatinya cerah secerah Bandung, Reana mengenakan satu set blazer berwarna biru muda. Roknya sepanjang lutut. Dan ia mengenakan kemeja putih polos.

Di bahu kirinya tersampir sebuah tas kanvas berukuran cukup besar yang diisi dengan laptop. Di tangan kanannya Reana memeluk sebuah tas kecil yang berisikan buku-buku.

Rambut panjangnya ia biarkan terurai. Reana mengenakan kacamata hitam sambil berjalan menyusuri bangunan kampus.

Acara hari ini akan dimulai jam 10 pagi dan terbuka untuk umum. Hanya saja peserta tetap perlu membeli tiket, karena terbatas untuk 100 orang. Reana merasa beruntung karena dia berhasil mendapatkan tiketnya.

Sebenarnya dia iseng mencari-cari seminar di Bandung. Tanpa sengaja dia menemukan seminar yang akan dihadiri pak Prabowo. Ia tertarik dan membaca lebih lanjut.

Karena waktunya tepat, Reana memutuskan untuk mengikuti seminar pak Prabowo. Tiketnya gratis, tapi terbatas. Reana tersenyum saat ia berhasil mendapatkan tiketnya.

Sesampainya di depan aula seminar, ruangan itu tidak terlalu ramai. Reana berjalan melangkah mendekat ke arah meja registrasi. Setelahnya, ia menyerahkan tiketnya yang ditukarkan dengan nomor duduk kursi.

Panitia menjelaskan bahwa Reana harus duduk sesuai dengan nomor yang tertera di tiket. Reana mengangguk. Oleh panitia lalu Reana dipersilahkan untuk menikmati snacks yang sudah disediakan sembari menunggu.

Reana lalu menyempatkan diri untuk ke kamar kecil sebelum masuk ke dalam aula. Gadis itu sudah menebak bahwa di dalam aula ia akan merasa kedinginan. Jadinya ia sudah membawa syal kesayangannya untuk mengurangi rasa dingin.

Reana berjalan masuk ke dalam aula yang cukup besar. Kursi sudah ditata dengan rapi. Barisan kursi itu dibagi menjadi dua bagian, kiri dan kanan. Reana bisa melihat sudah ada beberapa orang berada di dalam ruangan aula.

Seketika gadis itu agak menyesali keputusannya mengenakan rok. Harusnya ia mengenakan celana 7/8 agar kakinya tidak terlalu dingin.

Reana lalu memperhatikan nomor kursi yang tertera di tiketnya. 'Delapan..', gumamnya dalam hati. Ia melangkahkan kakinya ke arah salah satu panitia yang berjaga dan menanyakan dimana ia harus duduk.

Panitia itu lalu menunjukkan Reana ke tempat duduknya. Rupanya ia mendapatkan tempat duduk di barisan paling depan. Gadis itu tersenyum lebar. Ini berarti ia bisa lebih fokus ke pak Prabowo dan pembicara lainnya.

Reana lalu duduk dan meletakkan tas yang ia bawa di lantai. Ia bersantai sejenak sambil menunggu acara dimulai. Ia mengeluarkan handphonenya dan mengabari sang ibu. Reana melihat jam, ternyata sebentar lagi acara akan dimulai.

Satu persatu bangku di sekitaran Reana mulai terisi. Reana menyadari beberapa bangku di sebelah kanannya masih kosong. Ia berpikir mungkin ada peserta yang datang terlambat atau memutuskan untuk tidak datang. Reana lalu mengeluarkan notes dari dalam tasnya.

Jam 9 lebih acara pun dimulai. Di buka dengan sambutan dari panitia dan beberapa dosen dari kampus. Ketua BEM juga sempat memberikan sambutan. Lalu lampu mulai meredup dan pak Prabowo berjalan masuk dari tengah. Reana bertepuk tangan menyambut kehadiran sang MenHan.

Setelahnya, pak Prabowo memberikan kata sambutan dan duduk kembali ke kursinya. Tak lama, acara dimulai dengan pembicara pertama, salah satu dosen dari kampus.

Reana mulai fokus mendengarkan sambil sesekali mencatat hal yang menurutnya penting dan menarik. Handphone ia letakkan di pangkuannya.

Tak lama kemudian, bangku-bangku di sebelah kanan Reana mulai terisi. Beberapa orang di sekitaran Reana agak riuh, berbisik-bisik. Reana awalnya mengacuhkan sambil tetap fokus dengan acara di depan.

Tiba-tiba orang di belakang Reana terpekik. Reana reflek menoleh ke arah belakangnya dan mendapati orang itu menatap ke arah sampingnya.

Reana lalu mengalihkan pandangannya. Rupanya di sebelahnya duduk seseorang yang membuat riuh suasana. Reana mengerutkan dahinya sambil berpikir dalam hati, siapa gerangan orang ini yang membuat heboh sekitar.

Dia memandang sebentar ke arah orang itu lalu mengangkat bahunya dan fokus kembali ke si pembicara. Beberapa menit kemudian suasana mulai agak tenang. Ia fokus mencatat dan sesekali mengangguk menanggapi si pembicara.

Tiba-tiba orang di sebelahnya memanggil. "Permisi mbak..."Reana menoleh. Orang itu lalu melanjutkan sambil menunjuk ke arah layar handphone Reana. "Itu apa foto anaknya, mbak?".

Sesaat Reana terkejut. Tapi ia lalu tersenyum. "Ah, ini?", tanya Reana sambil mengangkat handphonenya dan menunjukkan layarnya.

Orang itu mengangguk dan tersenyum."Ini keponakan saya, mas", jawab Reana. Reana tersenyum sambil memandangi foto sang ponakan yang masih berumur 2 tahun itu.

Reana lalu balik bertanya, "Kenapa mas?".Orang itu tersenyum tipis, lalu mendekat ke arah Reana dan berbisik. "Oh nggak papa, mbak. Saya lihat kok lucu banget, makanya saya tanya..."

Reana tertawa pelan. Lalu berbisik balik ke arahnya, "Iya mas, emang lucu banget ini ponakan..."

Reana lalu kembali memfokuskan dirinya ke seminar.

Beberapa jam kemudian, lampu mulai dinyalakan. Akan ada waktu istirahat dan peserta bisa menikmati kudapan yang sudah disediakan.

Reana membereskan barangnya dan bersiap untuk berdiri. Ia melangkahkan kakinya ke arah stall kopi dan mengambil segelas. Setelah mengucapkan terimakasih, Reana berjalan kembali ke arah kursinya. Ia berencana untuk menghabiskan waktu istirahat dengan menikmati kopi dan duduk santai.

Beberapa menit kemudian, ada yang menghampiri Reana. Ternyata orang yang tadi duduk disebelahnya. Orang itu menganggukan kepalanya ke arah Reana yang dibalas olehnya.

Dia lalu mengulurkan tangannya dan mengajak Reana berkenalan. Reana dengan ramah menyambut uluran tangannya.

"Freddy", sahutnya.

Reana lalu membalas, "Reana".

Mereka berdua saling tersenyum. Reana baru ini memperhatikan wajah Freddy dengan seksama. Tadi saat pertama kali mereka berbicara, lampu agak redup. Reana hanya samar-samar melihat wajahnya.

Menurut Reana, wajah Freddy terbilang tampan. Kalau tersenyum, ada lesung pipi yang cukup dalam di sebelah kiri. Matanya bulat besar dan alisnya pun tebal. Rambutnya dipotong pendek, membuatnya terlihat rapi dan bersih.

Freddy sendiri mengamati Reana juga. Wajah gadis itu cantik, seperti ada blasteran dengan Jerman atau Belanda, salah satu itu tebak Freddy. Ini dipertegas dengan warna kedua bola matanya yang berwarna abu-abu. Bulu matanya pun lentik dan alisnya tebal.

Hidung gadis itu juga tinggi, seperti keturunan bule pada umumnya. Dan bibirnya. Bibirnya tidak terlalu tebal maupun tipis. Kalau tersenyum, bibir itu manis sekali. Samar-samar Freddy bisa melihat ada lesung pipi yang terbentuk di pipi kirinya.

Rambut gadis itu tebal dan lurus. Dibiarkan terurai ke belakang. Freddy bergumam dalam hati. Diam-diam dia mengagumi kecantikan gadis itu.