Chereads / Bintang Jatuh di Senja / Chapter 5 - Bab 5: Menghadapi Ketidakpastian

Chapter 5 - Bab 5: Menghadapi Ketidakpastian

Setelah beberapa bulan menjalani kehidupan yang penuh rutinitas, Arjuna mulai merasakan perubahan yang signifikan dalam dirinya. Ia kini bukan lagi hanya seorang pemuda dari desa yang bernyanyi untuk dirinya sendiri, tetapi seorang artis yang setiap tindakannya diawasi oleh banyak orang. Di tengah kesibukannya, ada satu hal yang selalu menggantung di benaknya—ketidakpastian tentang masa depan.

Suatu pagi yang cerah, Arjuna duduk di ruang tamu studio rekaman, menatap kosong ke layar ponselnya. Ia baru saja menerima pesan dari manajernya, yang memberitahukan bahwa albumnya yang baru saja dirilis tengah menduduki posisi teratas di tangga lagu. Meskipun itu kabar baik, ada rasa cemas yang menyelip di hatinya. Apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah dia bisa mempertahankan ketenaran ini? Semua pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya, membuatnya merasa semakin bingung.

Mas Bram melihat kegelisahan Arjuna yang semakin jelas. Tanpa ragu, ia mendekati pemuda itu. "Ada yang mengganggumu, Arjuna?" tanya Mas Bram dengan nada lembut, mencoba memahami perasaan Arjuna.

Arjuna menghela napas panjang dan menatap Mas Bram. "Kadang saya merasa terjebak, Pak. Semua ini datang begitu cepat. Saya takut tidak bisa mempertahankannya."

Mas Bram tersenyum dan duduk di sebelah Arjuna. "Ingat, Arjuna, kamu tidak bisa mengendalikan semuanya. Dunia hiburan ini penuh dengan ketidakpastian. Namun, yang bisa kamu kontrol adalah bagaimana kamu menanggapi semua itu. Ketika kamu mulai merasa terjebak, itu tandanya kamu lupa pada alasan kenapa kamu mulai. Kamu dulu bernyanyi karena cinta, bukan karena ketenaran."

Arjuna merenung mendalam. Kata-kata Mas Bram kembali menyentuh hati. Ia mulai menyadari bahwa kecemasannya berasal dari keinginan untuk selalu diakui, untuk selalu berada di puncak. Tetapi, di saat yang sama, ia juga tahu bahwa keinginannya untuk tetap menjadi dirinya sendiri lebih penting daripada apa yang orang lain harapkan.

Beberapa hari setelah percakapan itu, Arjuna diberi kesempatan untuk tampil di acara musik terbesar tahun itu. Semua mata akan tertuju padanya, dan ia tahu bahwa ini adalah momen yang sangat penting. Namun, rasa cemas kembali datang. Ia merasa tidak siap menghadapi tekanan yang begitu besar. Apa yang terjadi jika ia gagal? Apa yang akan orang katakan jika ia tidak tampil sempurna? Semua ketakutan itu membuatnya ragu.

Hari-H saat tampil di panggung akhirnya tiba. Suasana di belakang panggung sangat sibuk, dengan para kru yang berlarian mempersiapkan semuanya. Arjuna berdiri di ruang ganti, memandang dirinya di cermin. Ia mengenakan kostum yang telah dipilihkan untuknya, tetapi meskipun penampilannya sempurna, ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Ia merasa seperti berada di luar dirinya sendiri, seperti ada beban besar yang harus ia pikul.

"Arjuna, kamu siap?" tanya Mas Bram, yang muncul di pintu dengan senyum tenang. Ia bisa melihat ketegangan yang meliputi pemuda itu.

Arjuna menatap Mas Bram dan mengangguk pelan. "Saya rasa saya siap, Pak. Tapi... rasanya tidak mudah."

Mas Bram mendekat dan meletakkan tangan di bahu Arjuna. "Tidak ada yang mudah di dunia ini, Arjuna. Tapi ingat, kamu bukan hanya bernyanyi untuk dirimu sendiri. Kamu bernyanyi untuk semua orang yang telah mendukungmu, untuk mereka yang menunggu mendengarkan suaramu. Jangan biarkan rasa takut mengendalikanmu. Ketika kamu berdiri di atas panggung, ingatlah untuk menikmati setiap detiknya."

Arjuna mengangguk, mencoba menenangkan dirinya. Ia menyadari bahwa malam ini bukan hanya tentang tampil sempurna, tetapi tentang berbagi perasaan dengan para penonton. Ia mengingat kata-kata ibunya yang selalu mengingatkannya untuk tetap rendah hati dan tidak melupakan alasan kenapa ia mulai bernyanyi.

Saat nama Arjuna dipanggil untuk naik ke panggung, jantungnya berdegup kencang. Namun, begitu ia melangkah ke panggung, lampu sorot yang membutakan matanya membuat segala ketakutan dan kegelisahannya seakan menguap. Ia hanya memfokuskan dirinya pada lagu yang akan ia nyanyikan. Ia menarik napas dalam-dalam dan mulai bernyanyi. Suaranya mengalun merdu, mengisi setiap sudut ruang konser yang dipenuhi ribuan pasang mata. Ia merasa seperti menemukan kembali dirinya, merasa satu dengan musik yang ia ciptakan.

Di atas panggung, ia menyadari bahwa keberhasilannya tidak bergantung pada ketenaran atau ekspektasi orang lain, melainkan pada bagaimana ia bisa menyampaikan perasaan lewat musik. Ketika lagu terakhir selesai, sorakan penonton menggemuruh. Arjuna tersenyum, merasa lega dan bahagia. Ia tahu, meskipun dunia hiburan penuh dengan ketidakpastian, ia tidak perlu takut untuk terus maju. Selama ia bisa tetap jujur pada dirinya sendiri, ia tahu bahwa ia akan selalu menemukan jalannya.

Setelah tampil, Arjuna berjalan menuju ruang ganti dengan perasaan yang jauh lebih ringan. Ia merasa seolah-olah beban besar yang selama ini ia rasakan akhirnya terangkat. Ketika ia memasuki ruang ganti, Mas Bram sudah menunggunya dengan senyuman.

"Bagaimana rasanya?" tanya Mas Bram.

Arjuna menghela napas dan tersenyum. "Saya merasa bebas, Pak. Saya rasa saya mulai mengerti apa yang sebenarnya saya cari."

Mas Bram tersenyum puas. "Kamu baru saja melewati ujian besar, Arjuna. Sekarang, kamu sudah siap untuk melangkah lebih jauh."

Arjuna merasa lebih siap dari sebelumnya. Ia tahu perjalanan ini tidak akan mudah, namun ia kini memiliki kekuatan untuk menghadapi apapun yang datang. Dengan semangat baru dan keyakinan pada dirinya sendiri, ia melangkah ke masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, namun ia siap menghadapinya.