Beberapa bulan setelah penampilan spektakulernya di acara musik terbesar tahun itu, Arjuna semakin mantap dengan pilihannya. Kariernya semakin melambung, namun kesuksesan itu juga membawa tantangan yang tak terduga. Di balik sorotan kamera dan tepuk tangan penonton, ada banyak sisi lain dari dunia hiburan yang belum sepenuhnya ia pahami.
Setiap hari, Arjuna berjuang untuk menyeimbangkan hidup pribadi dan profesionalnya. Banyak waktu yang terbuang di perjalanan, di studio, dan di acara-acara promosi. Terkadang, ia merasa kehilangan kontak dengan kehidupan sederhana yang dulu ia jalani. Ia rindu suasana desa yang damai, dengan suara gemericik air sungai dan deru angin yang menyapa daun-daun pohon. Semua itu terasa jauh di mata, meskipun tetap dekat di hatinya.
Di tengah kesibukan tersebut, ia sering mendapat pesan-pesan dari keluarga dan sahabatnya di desa. Meskipun mereka bangga dengan pencapaiannya, mereka juga merasa khawatir. Arjuna yang dulu dikenal sebagai pemuda yang sederhana kini mulai berubah, begitu kata mereka. Pesan-pesan ini semakin menguatkan keraguan dalam diri Arjuna, apakah ia sudah terlalu jauh meninggalkan dirinya yang dulu.
Suatu hari, setelah menyelesaikan serangkaian wawancara di sebuah stasiun televisi, Arjuna berjalan keluar menuju mobil yang sudah menunggu. Langit sore itu cerah, namun hatinya terasa berat. Ia memutuskan untuk menghubungi ibunya.
"Ma, bagaimana kabar di rumah?" tanya Arjuna setelah panggilan tersambung.
"Ibu baik-baik saja, Nak. Kami semua sehat-sehat. Tapi... bagaimana kabarmu? Apa kabar di Jakarta? Ibu dengar kamu semakin sibuk," suara ibunya terdengar penuh perhatian.
Arjuna terdiam sejenak. Ia ingin mengungkapkan apa yang sebenarnya ia rasakan, namun kata-kata itu sulit keluar. "Ibu... kadang saya merasa jauh dari rumah, jauh dari kalian. Semua ini terasa begitu asing. Mungkin saya terlalu tenggelam dalam dunia ini," ujar Arjuna dengan suara yang perlahan hilang.
"Ibu mengerti, Nak. Hidup di Jakarta pasti sangat berbeda dengan hidup di desa. Tapi, ingatlah, kamu tidak perlu mengubah dirimu. Kami bangga dengan apa yang kamu capai, tapi yang paling penting adalah kamu tetap menjadi Arjuna yang dulu. Kami tidak ingin kamu kehilangan jati dirimu."
Kata-kata ibunya mengingatkan Arjuna pada nilai-nilai yang selama ini ia pegang. Ia teringat akan segala pelajaran yang didapat dari keluarga dan teman-temannya di desa. Sejak kecil, ia diajarkan untuk hidup dengan rendah hati, menghargai orang lain, dan selalu mengingat asal usulnya.
Setelah mengakhiri panggilan dengan ibunya, Arjuna merasa ada yang tergerak dalam hatinya. Ia harus kembali menemukan keseimbangan dalam hidupnya. Dunia hiburan memang menggiurkan, namun ia tidak ingin kehilangan diri sendiri dalam prosesnya.
Beberapa hari kemudian, Arjuna memutuskan untuk pulang ke desa untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Ia merasa perlu untuk kembali ke akar kehidupannya, untuk mengingatkan dirinya mengapa ia mulai bernyanyi. Meskipun jadwalnya sangat padat, Arjuna merasa bahwa ini adalah langkah yang tepat.
Pulang ke desa adalah pengalaman yang menghangatkan hatinya. Sesampainya di sana, ia disambut dengan hangat oleh keluarga dan teman-temannya. Mereka terkejut melihat Arjuna yang kembali setelah sekian lama, namun mereka semua begitu bahagia. Suasana di desa yang damai dan tenang memberikan kedamaian bagi Arjuna yang mulai merasa lelah dengan dunia yang penuh tekanan.
Pada malam harinya, Arjuna duduk di depan rumahnya, menikmati angin malam yang sejuk. Ia mengingat masa-masa kecilnya, saat ia pertama kali belajar bernyanyi di bawah sinar bulan. Tidak ada sorotan lampu panggung, tidak ada sorakan penonton, hanya dirinya dan musik. Ketika itu, musik terasa begitu murni—untuk dirinya sendiri.
Sejak malam itu, Arjuna bertekad untuk menjalani kariernya dengan lebih bijaksana. Ia tidak akan membiarkan kesuksesan mengubah siapa dirinya. Ia ingin menjadi seniman yang bisa terus berkarya dengan hati, dengan musik yang datang dari dalam dirinya, bukan hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain.
Pulang ke desa juga memberinya perspektif baru tentang hidup. Ia mulai menyadari bahwa dunia hiburan, meskipun memberikan banyak kemewahan dan ketenaran, bukanlah segalanya. Yang terpenting adalah memiliki kedamaian dalam hati dan tetap merasa terhubung dengan dunia yang lebih besar—dengan keluarga, teman, dan masyarakat.
Beberapa minggu setelah kembali ke Jakarta, Arjuna merasa lebih siap menghadapi dunia hiburan. Ia tahu bahwa perjalanan ini akan terus penuh dengan tantangan, tetapi ia merasa lebih kuat dan lebih jujur dengan dirinya sendiri. Ia mulai lebih selektif dalam memilih proyek musik, memastikan bahwa setiap lagu yang ia bawakan adalah bagian dari dirinya yang sejati. Tidak ada lagi rasa takut akan kehilangan popularitas, hanya keinginan untuk berbagi cerita lewat musik.
Album keduanya mulai dikerjakan, dan Arjuna memutuskan untuk memasukkan lebih banyak lagu-lagu yang menceritakan tentang perjalanannya—tentang keraguan, perjuangan, dan juga kebahagiaan. Lagu-lagu tersebut menjadi lebih pribadi, lebih dalam, dan lebih menceritakan siapa dirinya yang sebenarnya.
Ketika album kedua akhirnya dirilis, tanggapan dari penggemar sangat luar biasa. Arjuna merasa bangga dengan karya terbarunya, bukan hanya karena kesuksesannya, tetapi juga karena ia tahu bahwa ia telah mengungkapkan hatinya melalui setiap nada dan lirik.
Di balik gemerlap dunia hiburan, Arjuna kini menyadari satu hal yang paling penting: kesuksesan sejati bukan diukur dari seberapa banyak penghargaan yang diterima, tetapi dari seberapa jujur dan tulusnya kita dalam berkarya, dan bagaimana kita tetap menjaga diri kita di tengah semua perubahan yang terjadi.