Chereads / Bintang Jatuh di Senja / Chapter 8 - Bab 8: Kembali ke Akar

Chapter 8 - Bab 8: Kembali ke Akar

Musim semi datang dengan segala keindahannya, membawa perubahan baru dalam hidup Arjuna. Setelah serangkaian konser besar dan beberapa penghargaan yang diterimanya, ia merasa perlu untuk kembali ke tempat yang selalu memberinya ketenangan—desa kelahirannya. Meskipun ia telah mencapai banyak hal yang selama ini diimpikan, ada suatu rasa yang tidak bisa ia hindari: rasa rindu yang mendalam akan kedamaian dan kesederhanaan yang dulu ia nikmati.

Banyak waktu yang telah ia habiskan untuk mengejar impian besar, tetapi kini, setelah beberapa tahun berkarier di dunia hiburan, Arjuna mulai merasakan bahwa ia harus menyelaraskan dirinya dengan kehidupan yang lebih sederhana. Ia merindukan suara gemericik air sungai, langkah-langkah kaki di jalan setapak yang berdebu, dan aroma tanah basah setelah hujan. Itu adalah kenangan yang selalu membuatnya merasa hidup, jauh dari sorotan dan kehebohan dunia hiburan.

Suatu pagi, Arjuna memutuskan untuk beristirahat sejenak dari segala kesibukan. Ia menghubungi Mas Bram, yang sudah lama menjadi mentor dan sahabatnya. "Pak Bram, saya ingin kembali ke desa, sejenak untuk mencari ketenangan. Saya rasa saya perlu meluangkan waktu untuk diri sendiri," kata Arjuna melalui telepon.

Mas Bram, yang mengenal Arjuna lebih dalam, mengerti betul apa yang sedang dirasakan pemuda itu. "Itu keputusan yang bijaksana, Arjuna. Terkadang kita memang perlu mundur sejenak untuk melihat lebih jelas ke depan. Tapi jangan lupakan, dunia hiburan selalu menunggumu. Kapan saja kamu siap, panggung akan selalu terbuka."

Arjuna tersenyum mendengar kata-kata Mas Bram. Meskipun dunia hiburan telah memberi banyak hal padanya, ia tahu bahwa kedamaian yang ia cari tidak bisa dibeli dengan ketenaran. Ia membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri, untuk kembali menemukan inspirasi yang datang dari dalam hatinya.

Setibanya di desa, Arjuna disambut oleh keluarga dan teman-temannya dengan hangat. Mereka terkejut melihat Arjuna yang kini sudah menjadi seorang bintang besar, namun mereka semua sangat bangga. Suasana di desa begitu berbeda dengan hiruk-pikuk Jakarta. Arjuna merasa betul bahwa ia telah kembali ke tempat yang memberikan ketenangan sejati, di mana hidup terasa lebih sederhana dan bermakna.

Hari-hari di desa menjadi waktu yang penuh refleksi bagi Arjuna. Ia menghabiskan waktu berjalan kaki menyusuri sawah-sawah yang hijau, mendengarkan cerita-cerita orang tua di desa, dan bercengkrama dengan teman-temannya. Ia merasakan kedamaian yang selama ini hilang dalam kehidupannya yang sibuk. Ia merasa bahwa kembali ke akar, ke tempat yang memberinya kekuatan dan inspirasi, adalah hal yang sangat penting.

Di suatu sore yang cerah, Arjuna duduk di bawah pohon beringin besar, tempat ia dulu sering bernyanyi ketika masih kecil. Matahari mulai terbenam, dan langit di atas Gunung Lawu berubah menjadi warna jingga keemasan. Arjuna menatap pemandangan itu dengan penuh kekaguman, merasa seperti telah menemukan kembali dirinya. Tidak ada lagi kegelisahan atau kecemasan tentang masa depan. Yang ada hanyalah kebahagiaan dalam setiap hembusan angin dan sentuhan matahari yang hangat.

Tiba-tiba, seorang lelaki tua mendekat. Ia adalah Pak Joko, seorang petani yang sudah lama dikenal Arjuna. Pak Joko tersenyum ramah dan duduk di sampingnya. "Sudah lama tak melihatmu, Arjuna. Kapan-kapan kau harus sering-sering pulang. Desa ini tetap rumahmu, tempat yang akan selalu ada untukmu."

Arjuna tersenyum, merasakan kehangatan dalam kata-kata Pak Joko. "Terima kasih, Pak Joko. Kadang, saya merasa dunia luar terlalu cepat berubah. Di sini, di desa, saya merasa ada sesuatu yang lebih berharga yang bisa saya temukan."

Pak Joko mengangguk, seolah mengerti betul apa yang dirasakan Arjuna. "Ketenangan itu tak bisa dibeli, Nak. Dunia luar boleh gemerlap, tapi rumah adalah tempat di mana kamu bisa kembali menjadi diri sendiri. Ingatlah itu."

Kata-kata Pak Joko semakin menguatkan tekad Arjuna untuk tetap setia pada jati dirinya. Setelah beberapa hari berada di desa, Arjuna merasa siap untuk kembali melanjutkan perjalanan kariernya. Namun, ia tahu bahwa kali ini ia akan menjalani semuanya dengan lebih bijak. Ia tidak akan lagi terjebak dalam rutinitas yang hanya mengejar ketenaran. Sebaliknya, ia akan lebih fokus pada seni dan musik yang ia cintai, menjaga keseimbangan antara dunia luar yang penuh gemerlap dengan kedamaian yang ia dapatkan di desa.

Sesaat sebelum ia meninggalkan desa, Arjuna berdiri di depan rumahnya dan menatap Gunung Lawu yang menjulang tinggi. Di sana, di lereng gunung yang menjadi saksi perjalanan hidupnya, Arjuna merasa seolah-olah mendapatkan kekuatan baru. Ia siap untuk menghadapi dunia hiburan dengan hati yang lebih kuat dan lebih damai.

Kembali ke Jakarta, Arjuna mulai menjalani kehidupan yang lebih seimbang. Ia menyisihkan waktu untuk berkarya, tetapi juga memastikan bahwa dirinya tidak terperangkap dalam kebisingan dunia hiburan. Musik yang ia ciptakan kini lebih bernyawa. Ia merasa bahwa setiap lirik dan melodi adalah cerminan dari perasaan dan pengalaman hidupnya yang sejati. Ia ingin musiknya bisa memberi inspirasi dan kedamaian, seperti yang ia rasakan saat berada di desa.

Konser-konser besar masih diadakan, namun Arjuna tidak lagi merasa tertekan dengan segala tuntutan. Ia tahu bahwa panggung hanyalah tempat sementara untuk mengekspresikan dirinya. Yang lebih penting adalah bagaimana ia bisa tetap menjadi diri sendiri, tanpa kehilangan akar yang membesarkannya.

Dengan langkah yang lebih mantap dan hati yang lebih tenang, Arjuna terus berkarya, mengejar impian dengan cara yang lebih bijaksana. Dunia hiburan mungkin tak pernah berhenti berubah, tetapi Arjuna tahu bahwa ia sudah menemukan apa yang paling penting—kesetiaan pada diri sendiri dan pada musik yang selalu ia cintai.