Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Arjuna semakin terbiasa dengan rutinitas yang padat. Latihan vokal, sesi foto, wawancara, dan tampil di berbagai acara menjadi bagian dari hidupnya yang baru. Meskipun ia merasa lelah, ia mulai menemukan cara untuk mengatur waktu dan menyeimbangkan semua yang harus ia lakukan. Setiap hari, Arjuna menghabiskan waktu berjam-jam di studio untuk merekam lagu-lagu yang akan dimasukkan dalam albumnya. Namun, meskipun ia menikmati setiap momen tersebut, ada satu hal yang terus mengganggunya—perasaan ragu yang datang tanpa diundang.
Ia tahu, semakin besar namanya di dunia hiburan, semakin besar pula ekspektasi yang datang. Satu kesalahan kecil bisa berujung pada kritik tajam, dan Arjuna sangat menyadari hal itu. Di tengah segala kesuksesannya, ada kalanya ia merasa terjebak dalam dunia yang begitu tidak pasti. Ia merasa terus-menerus dinilai, dipantau, dan diharapkan untuk selalu sempurna. Mimpi yang semula penuh dengan kebahagiaan kini mulai terasa berat.
Pada suatu sore, setelah tampil di sebuah acara musik besar, Arjuna duduk di ruang ganti, merapikan kostum panggungnya. Ia merasa terjepit antara harapan orang lain dan keinginannya untuk tetap menjadi dirinya sendiri. Di luar, suara hiruk-pikuk kru acara yang sedang sibuk menyiapkan perlengkapan terdengar begitu bising, namun Arjuna merasa kesunyian yang mendalam di dalam hatinya.
Mas Bram datang mendekat, menyadari ekspresi gelisah Arjuna. "Ada apa, Arjuna? Kamu kelihatan capek," tanya Mas Bram dengan nada prihatin.
Arjuna menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. "Saya cuma merasa bingung, Pak. Semua ini terlalu cepat. Kadang saya merasa terjebak, seperti saya bukan lagi diri saya sendiri. Saya harus terus tampil sempurna, terus memenuhi ekspektasi orang lain."
Mas Bram duduk di samping Arjuna dan mengamati wajahnya yang penuh kebingungan. "Saya mengerti perasaanmu, Arjuna. Dunia ini memang tidak mudah, dan tidak ada yang bisa lepas dari tekanan. Tapi ingatlah, kamu tidak harus menjadi sempurna di mata semua orang. Yang terpenting adalah kamu tetap jujur pada dirimu sendiri. Jangan biarkan dunia ini mengubah siapa dirimu."
Arjuna menatap Mas Bram dengan tatapan penuh rasa terima kasih. "Tapi, bagaimana jika orang-orang mulai bosan? Bagaimana jika mereka tidak suka dengan perubahan saya?"
Mas Bram tersenyum. "Perubahan itu bagian dari hidup, Arjuna. Orang-orang akan selalu punya pendapat, tapi yang paling penting adalah kamu tetap menjadi dirimu sendiri, apapun yang terjadi. Kalau kamu selalu berusaha menjadi versi terbaik dari dirimu, orang-orang akan merasakannya. Mereka akan menghargai kejujuran dan integritasmu lebih dari apa pun."
Arjuna merenung sejenak. Kata-kata Mas Bram terasa begitu dalam. Ia mulai menyadari bahwa mungkin ia terlalu fokus pada apa yang orang lain pikirkan, sehingga melupakan apa yang sebenarnya ia inginkan. Dunia hiburan memang penuh dengan harapan dan standar tinggi, tetapi itu tidak berarti ia harus kehilangan jati dirinya. Ia memutuskan untuk lebih fokus pada musik yang ia cintai, tanpa merasa terbebani dengan ekspektasi orang lain.
Malam itu, setelah acara selesai dan seluruh tim bersiap pulang, Arjuna berjalan sendirian menuju kamarnya di hotel. Di luar, langit Jakarta yang penuh dengan lampu kota menyilaukan matanya, namun ia merasa sedikit lebih tenang. Ia duduk di balkon kamar hotel, menatap bintang-bintang yang tampak begitu jauh namun tetap mempesona. Hatinya merasa lebih ringan, seolah-olah beban yang selama ini ia rasakan sedikit berkurang.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Itu adalah pesan dari ibunya.
"Nak, kami bangga dengan apa yang kamu capai. Jangan pernah lupakan siapa dirimu, dan ingat, keluarga selalu mendukungmu. Kami mencintaimu."
Arjuna tersenyum membaca pesan itu. Ia merasa diberkati memiliki orang tua yang selalu mendukungnya, meski jarak memisahkan mereka. Kata-kata ibunya menjadi pengingat bahwa kesuksesan sejati bukan hanya tentang ketenaran, tetapi juga tentang bagaimana ia tetap menjaga hatinya dan tetap rendah hati.
Esok harinya, Arjuna memulai hari dengan semangat yang baru. Ia tahu, perjalanan ini masih panjang, dan dunia hiburan akan terus berubah. Namun, yang terpenting baginya adalah terus berkarya dengan sepenuh hati dan tidak melupakan siapa dirinya. Ia kembali ke studio, berlatih dengan lebih fokus, dan mulai mengerjakan lagu-lagu yang lebih personal, yang mencerminkan perasaannya yang sebenarnya. Lagu-lagu itu bukan hanya untuk menunjukkan bakatnya, tetapi untuk mengungkapkan perasaan dan cerita hidupnya.
Di tengah perjalanan yang penuh liku ini, Arjuna mulai merasa bahwa impian yang dulu hanya ada dalam bayangannya kini mulai menemukan arah yang jelas. Bukan hanya untuk menjadi superstar, tetapi juga untuk menjadi seorang seniman yang tulus dan memiliki koneksi dengan pendengarnya. Ia tidak lagi takut akan tekanan dan kritik, karena ia tahu bahwa selama ia tetap menjadi dirinya sendiri, ia akan selalu menemukan dukungan dari mereka yang menghargai musiknya.
Namun, Arjuna juga menyadari bahwa ini baru permulaan. Dunia hiburan yang ia hadapi jauh lebih kompleks daripada yang ia bayangkan. Setiap langkah yang ia ambil akan selalu penuh dengan tantangan. Tapi, untuk pertama kalinya, Arjuna merasa siap. Siap untuk menghadapi dunia yang tak pasti ini, dan siap untuk terus bermimpi besar.