Di sebuah kota besar yang tak pernah tidur, lampu-lampu neon menghiasi jalanan yang penuh dengan hiruk-pikuk manusia. Anak-anak tertawa, kendaraan berseliweran, dan kehidupan terus berjalan tanpa henti. Namun, di tengah keramaian itu, seorang anak kecil berlari dengan langkah ringan, mengejar seekor kucing berbulu hitam.
"Berhenti! Aku hampir menangkap mu!" serunya, dengan tawa ceria khas seorang anak.
Kucing itu melompat, melewati tong sampah dan menerobos masuk ke dalam gang sempit yang gelap. Anak kecil itu, tak ingin kalah, terus mengejar tanpa memedulikan ke mana langkahnya membawa. Udara di gang itu terasa berbeda—dingin, lembap, dan menyeramkan. Namun, semangat si anak membuatnya buta akan bahaya yang mengintai.
Langkahnya melambat ketika ia menyadari bahwa ia sudah tidak tahu jalan pulang. Dinding tinggi bata di kedua sisi gang seperti menjebaknya, memisahkannya dari dunia luar. Nafasnya tersengal, tapi ia terus berjalan, mencoba mencari jalan keluar.
Hingga akhirnya, ia melihat sesuatu.
Di ujung gang, berdiri sesosok bayangan hitam. Mata merah menyala milik bayangan itu menatapnya dengan tajam, seperti elang yang mengintai mangsanya. Anak kecil itu mematung, tubuhnya menggigil tanpa ia sadari.
"Siapa... itu?" bisiknya pelan.
Namun, rasa takutnya terlambat menyadarkannya. Sebelum ia sempat melarikan diri—
Kegelapan melahapnya. Tak ada suara. Tak ada jejak.
---
Di layar televisi sebuah apartemen kumuh, seorang pembaca berita muncul dengan ekspresi serius:
"Berita terkini. Seorang anak kecil dilaporkan menghilang tanpa jejak pada pukul 20:24 malam ini. Ini adalah kasus ketiga dalam satu bulan terakhir. Kepada para orang tua, harap tingkatkan pengawasan terhadap anak-anak Anda..."
Namun, tak ada yang menyadari apa yang sebenarnya terjadi di gang itu.
Di dalam kegelapan, bayangan hitam itu perlahan bergerak, membawa tubuh si anak kecil. Ketika ia keluar dari gang, tubuh yang dibawa bukan lagi milik seorang anak. Mata merah menyala itu kini ada di wajah bocah kecil tersebut.
Anak itu berdiri tegak, mengangkat wajahnya ke arah langit malam yang diterangi bulan. Senyuman yang bukan milik anak-anak muncul, penuh dengan niat jahat yang tak terbendung.
"Setelah sekian lama..." suara yang dalam dan berat keluar dari bibir bocah itu. "Akhirnya aku menemukan wadah yang cocok."
Anak kecil itu kini telah berubah. Tidak ada lagi kepolosan di wajahnya, hanya kegelapan yang menakutkan. Ia, yang sebelumnya hanyalah seorang anak yang polos, kini menjadi tempat bersemayamnya makhluk paling berbahaya di alam semesta—Levian, dewa iblis yang telah kembali.
[Penggabungan dengan jiwa sepenuhnya berhasil tuan.]
Suara itu bergema di dalam kepalanya. Itu adalah "Uno", entitas yang menjadi bagian dari rencana panjang Levian untuk kembali.
Levian menyeringai, mengingat peristiwa masa lalunya. Para makhluk tertinggi pernah bersatu untuk menghabisinya, mengorbankan segalanya demi mengalahkan satu sosok—dirinya. Mereka percaya bahwa mereka telah menang.
'Mereka benar-benar bodoh,' pikir Levian.
Di kehidupan sebelumnya, ia menemukan sesuatu yang luar biasa: "inti alam semesta." Yang sekarang menjadi "Uno" Dengan penemuan itu, ia menciptakan cara untuk menembus kematian, merancang kebangkitannya di tempat kelahirannya, Bumi. Namun, ketika ia kembali, tubuh aslinya telah musnah akibat serangan terakhir makhluk-makhluk tertinggi.
"Jadi, dunia ini sudah hancur, Uno?" Levian bertanya dengan nada santai di dalam pikirannya.
[Benar, Tuan. Setelah mereka menghancurkan Anda, kekuatan itu mengganggu keseimbangan dunia. Celah-celah dimensi terbuka, dan monster-monster mulai menyerbu. Namun, kehancuran ini memang sudah lama direncanakan oleh para makhluk tertinggi. Mereka hanya mempercepat kehancuran.]
Levian menyeringai lebih lebar. 'Mereka benar-benar berpikir itu cukup untuk menghentikanku?'
---
Di Kantor Asosiasi Hunter Korea
Gedung pencakar langit yang modern berdiri megah di tengah kota. Lampu-lampu dari gedung itu menyala terang, memancarkan aura kekuatan. Di dalam ruang konferensi di lantai tertinggi, suasana penuh ketegangan.
"Tuan, menurut data terakhir, tidak ada aktivitas yang mencurigakan sejak peringatan itu muncul," lapor seorang petugas wanita, suara formalnya menggema di ruangan besar.
Ketua asosiasi berdiri memandangi jendela kaca besar di depannya. Tubuhnya bersiluet karena cahaya lampu kota.
"Apakah mungkin? Energi sebesar itu muncul begitu saja, dan sekarang tidak ada apa-apa?" tanyanya, suaranya dalam dan tegas.
"Benar, Tuan. Tidak ada jejak apa pun."
Ketua asosiasi terdiam lama, sebelum akhirnya berbicara lagi.
"Terus awasi. Kita tidak tahu, apa saja bisa terjadi didunia saat ini."
"Baik, Tuan."
Dua tahun yang lalu, dunia diguncang bencana besar. Hujan tanpa henti disertai gempa bumi dan angin kencang menghancurkan kota-kota besar. Namun, itu hanyalah awal.
Pada suatu malam, retakan besar muncul di langit. Dari sana, monster-monster keluar, menghancurkan apa pun yang ada di jalan mereka. Pembantaian terjadi di seluruh dunia. Manusia terpojok, kalah dalam setiap pertempuran.
Namun, dari keputusasaan itu, kekuatan baru lahir. Beberapa manusia mulai bangkit dengan kemampuan aneh, memanfaatkan energi mana yang menyebar dari monster. Mereka disebut Hunter—harapan terakhir umat manusia.
Dengan bangkitnya kekuatan baru, sekali lagi manusia bangkit dari keputusasaan.
---
Kembali ke Levian
Di tengah keramaian kota yang sibuk, seorang anak kecil berdiri di trotoar, mengamati segalanya dengan tatapan kosong. Namun, jauh di dalam pikirannya, Levian, yang sekarang menempati tubuh anak itu, tersenyum puas.
"Setelah sekian lama..." gumamnya pelan. "Akhirnya aku pulang."
'Tapi ini hanya awal,' pikir Levian. Ia tahu bahwa bencana yang lebih besar akan datang. Para makhluk tertinggi akan mulai bergerak. Dunia baru akan dimulai, dan ia akan berada di tengah kekacauan itu.
Seseorang tiba-tiba memanggil dari belakang.
"Tuan muda.. tuan muda Levian! Akhirnya saya menemukan Anda!"
Levian menoleh. Seorang pria berpakaian jas hitam, tampak kelelahan setelah berlari, berdiri di belakangnya.
Sebuah ingatan sekilas masuk kedalam Levian.. 'Tuan muda? Jadi, tubuh ini milik salah satu keluarga berpengaruh?' Levian tersenyum kecil, menyadari identitas baru tubuh yang ia rasuki.
"Antarkan aku ke mobil," perintah Levian dengan suara tegas tanpa basa basi..
Pria itu terkejut mendengar nada yang begitu berbeda dari tuannya yang biasanya ceria dan kekanak-kanakan. Namun, ia menuruti tanpa banyak bertanya.
Di dalam mobil yang melaju, Levian menatap keluar jendela. Dalam pikirannya, ia berbicara dengan Uno.
'Jadi, salah satu pecahan inti berada di dunia ini?'
[Benar, Tuan. Namun tidak sepenuhnya benar, karena pecahan itu belum sepenuhnya ada. Bumi ini masih menjadi satu.]
Levian menyadari sesuatu saat Uno berkata bumi masih menjadi satu.. 'Hm… jadi mereka akan segera menghubungkan dunia ini dengan dunia lain?' Levian tersenyum tipis, senyum yang memancarkan kebengisan.
'Kalau begitu... permainan menarik akan segera dimulai.'
Cahaya bulan menerangi wajah anak kecil itu, yang kini dihiasi senyuman dingin, yang siap membawa dunia ke dalam kekacauan besar.