Chereads / Lajur Takdir [Malay edition] / Chapter 2 - Bab 2: Bayangan di Balik Lampu Neon

Chapter 2 - Bab 2: Bayangan di Balik Lampu Neon

Hujan turun perlahan di malam hari, menimbulkan genangan kecil di jalan-jalan sempit Neonvista. Cahaya lampu neon memantul di aspal basah, menciptakan kilauan biru dan merah yang menghidupkan kegelapan. Lana baru saja selesai memeriksa Falcon-X di bengkel kecil milik ayahnya. Mesin itu masih terdengar kasar, tapi ada peningkatan kecil setelah satu malam kerja keras.

"Sudah cukup untuk malam ini," gumam Lana sambil mengusap tangannya yang penuh oli ke celana kerjanya. Ia menutup pintu bengkel, bersiap pulang. Tapi langkahnya terhenti.

Di seberang jalan, berdiri seseorang yang tidak dikenal. Sosok itu mengenakan jaket panjang berwarna hitam dengan tudung menutupi sebagian besar wajahnya. Sosok itu berdiri diam, memperhatikannya, seperti patung yang tidak terpengaruh oleh dinginnya hujan.

"Siapa itu?" Lana bergumam, rasa was-was menjalari dirinya.

Dia mempercepat langkah, mencoba mengabaikan sosok tersebut. Tapi saat dia berbelok menuju lorong menuju rumahnya, suara langkah kaki bergema di belakangnya.

"Lana Veil," suara itu terdengar. Dalam hitungan detik, Lana berbalik.

Sosok itu kini berada beberapa meter darinya. Tudungnya masih menutupi wajah, tapi dari nada suaranya, Lana bisa menebak itu adalah seorang pria.

"Siapa kau? Dan bagaimana kau tahu namaku?" Lana bertanya, mencoba terdengar tegas meskipun jantungnya berdebar kencang.

"Aku bisa membantumu," jawab pria itu, tidak bergerak mendekat. "Falcon-X, mobil tua itu, punya lebih banyak potensi daripada yang kau kira. Dan aku tahu cara memaksimalkannya."

Lana memicingkan matanya, tidak percaya. "Kenapa kau peduli? Siapa kau sebenarnya?"

Pria itu terdiam sejenak, sebelum menjawab, "Katakan saja aku seseorang yang pernah memiliki mimpi yang sama sepertimu. Tapi aku gagal. Aku tidak ingin melihat kegagalan itu terulang pada orang lain."

Kata-kata itu membuat Lana tertegun. Ada sesuatu dalam suaranya—nada penyesalan yang dalam, seperti seseorang yang membawa beban masa lalu.

Lana menggelengkan kepala, mencoba tetap skeptis. "Bagaimana aku tahu kau tidak berbohong? Kau mungkin hanya ingin sesuatu dariku."

Pria itu tertawa kecil, nadanya datar. "Percayalah, aku tidak membutuhkan apapun darimu. Tapi aku tahu bagaimana rasanya berjuang tanpa peluang. Dan aku tahu apa yang Falcon-X butuhkan untuk menyaingi mobil-mobil plasma itu."

Lana berpikir sejenak. Tawaran ini terasa aneh, bahkan mencurigakan, tapi dorongan hatinya—dan rasa putus asanya—membuatnya bertanya, "Apa yang kau rencanakan?"

"Aku akan tunjukkan padamu," katanya, berjalan perlahan ke arah bengkel. Lana hampir menghentikannya, tapi sesuatu menghentikannya.

Di depan Falcon-X, pria itu menyingkap tudungnya. Wajahnya penuh bekas luka kecil, dan matanya menunjukkan keletihan seorang pria yang telah melalui banyak hal. "Namaku Rai Ardent," ujarnya. "Dulu, aku juga seorang pembalap. Tapi itu sebelum..." Dia berhenti, seolah tidak ingin melanjutkan cerita.

Rai kemudian mengeluarkan sebuah perangkat kecil dari sakunya—sebuah chip dengan lampu kecil yang berkelip. "Ini adalah kunci untuk mengubah Falcon-X menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar kendaraan tua."

Lana menatapnya dengan alis terangkat. "Itu? Sebuah chip? Apa itu teknologi ilegal?"

"Tidak sepenuhnya," Rai menjawab. "Teknologi ini berasal dari masa laluku. Sesuatu yang tidak pernah sempat kugunakan. Tapi dengan perangkat ini, Falcon-X akan memiliki reaksi seperti mobil plasma modern—hanya saja lebih gesit. Tapi ini bukan hanya tentang teknologi. Ini tentang bagaimana kau mengemudi."

Lana ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk. "Baiklah. Tapi aku tidak akan membiarkanmu bermain-main dengan Falcon-X tanpa aku tahu apa yang sedang kau lakukan."

Rai tersenyum tipis. "Tentu saja, Lana. Tapi kalau kita akan bekerja bersama, kau harus siap mengambil risiko."

Malam itu, mereka mulai bekerja. Lana masih merasa ragu terhadap pria misterius ini, tapi ada sesuatu dalam caranya berbicara—seperti dia benar-benar mengerti mimpinya dan rasa frustrasi yang dia rasakan.

Di balik bayang-bayang lampu neon, perjalanan Lana dan Falcon-X menuju balapan profesional yang sesungguhnya baru saja dimulai.

---

HM12