Chereads / Complicated Destiny of life / Chapter 4 - Pelukannya

Chapter 4 - Pelukannya

Alexa masih sibuk membereskan peralatan kantor yang berserakan di atas meja miliknya.

 

Pukul yang sudah menunjukan jam setengah sembilan malam membuat perempuan itu menguap, sebenarnya rasa kantuk sudah menyerang sangat kuat tadi akan tetapi karena sikap profesional harus selalu ia terapkan dirinya berusaha sekuat mungkin untuk menepik rasa kantuk ini.

 

"Ahh,, akhirnya selesai juga." Alexa merenggangkan kedua lengannya di atas kepala serta tersenyum lebar, malam ini dirinya memang lembur di kantor dikarenakan banyaknya pekerjaan yang menumpuk.

Ia pun menolehkan kepalanya ke sekeliling ruangan tapi tak kunjung mendapatkan siapa pun di sini hingga akhirnya dirinya tersadarkan semua orang sudah pulang tak ada siapa pun di sini.

 

Dengan raut wajah yang di penuhi kecemasan dirinya segera pergi meninggalkan ruangan secepat mungkin sebelum_______.

 

'klik.'

 

"Aaaaaaaa........…" 

teriakan itu terdengar begitu histeris tepat setelah lampu ruangan koridor mati, sementara perempuan itu kini berjongkok menutup mata dan telinga dengan kedua tangan dalam berusaha melindungi diri dari mantel yang dia kenakan.

 

"Kumohon, seseorang tolong hidupkan kembali lampunya." bisiknya dengan bibir gemetar tak mampu lagi berbicara karena rasa takut akan gelap lebih mencengkam.

 

"Ma, pa Alexa takut." gumamnya lagi.

 

Bulir demi buliran air mata berjatuhan menetes di lututnya sebelum sebuah sinar flash dari jarak lumayan jauh berjalan mendekat.

 

Semakin derap langkah itu mendekat, semakin besar rasa takut yang melanda pada gadis itu kini dia sudah berusaha semampunya untuk tetap tenang dan berdoa semoga saja itu bukan orang jahat.

 

"Jangan mendekat, jangan mendekat...." kalimat itulah yang dia rapalkan saat ini untuk menghibur dirinya sendiri sebelum.

 

Sebuah tepukan di bahunya membuat tubuh perempuan itu melenjit terkejut.

 

Sontak saja dirinya langsung berdiri dan memukul sosok itu dengan brutal menggunakan tas selempang miliknya masih dengan mata terpejam tentunya.

 

"Huaa... pergi kau pergii... orang jahat." teriak Alexa dengan bersemangat mengusir sosok itu.

 

"AH--- hentikan hei kau menyakiti ku." balas sosok itu dengan suara berat lelaki berusaha menghentikan pukulan perempuan itu.

 

"Pergi kau.." masih tak sadar Alexa berusaha mengusir orang itu lagi.

 

Tidak ada jalan lain.

Hup!.

 

Lelaki itu langsung menarik kedua tangan Alexa melingkar kan tangan itu di perutnya serta memeluk sosok itu dengan erat dan mengelus pelan kepalanya.

 

"Hust, sudah hentikan jangan takut aku ada di sini." tenang lelaki itu lagi aneh tapi itulah yang terjadi Alexa merasa nyaman dirinya mengangguk angguk pelan merasa nyaman dengan sosok itu.

 

Perlahan lelaki itu membawa Alexa keluar dari sana menuju luar gedung tempat di mana mobilnya terparkir.

 

Sinar terang pun menusuk dengan tajam di kelopak mata Alexa membuat dirinya harus berulangkali membiasakan untuk melihat cahaya itu, saat ini dirinya masih tidak sadar siapa sosok yang memeluknya tadi.

 

Melepaskan diri dan membungkuk badan dengan sopan.

 

"Terimakasih karena sudah menolongku tadi, dan ku mohon lupakan kejadian hari ini aku har___." ucapnya dengan perasaan tak enak sebelum mengangkat wajah menatap siapa orang tersebut.

 

Bahkan dari awal dirinya keluar serta memeluk Alexa sosok itu masih saja terus memperhatikan gerak gerik tubuhnya.

 

Betapa terkejutnya Alexa mendapati orang yang menolong nya tadi bukanlah orang asing melainkan James dengan pandangan dingin serta di balut jaket hitam menambah karisma ketampanannya tak lupa juga dengan rambut panjang berantakan membuat dirinya terkesan tambah seksi.

 

"Hust tenang jantung, kenapa aku jadi seperti ini." batinya bergumam serta mengelus elus pelan dadanya.

 

"kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Alexa terkejut memandang James.

 

James yang merasa di tanya hanya tersenyum singkat serta mengelus pelan kepala Alexa dengan lembut dan menatap.

 

"Memangnya salah kalau aku pergi menjemput calon istri ku sendiri?" balasan James sungguh diluar dugaan tak ada dalam skernario yang sudah Alexa siapkan.

 

Mau tak mau hal itu sungguh membuat jantung seorang Alexa tak dapat lagi bekerja sama bahkan rona di wajahnya pun sudah memerah pekat.

 

"Berhentilah menggoda ku." tak ingin terlihat jelas kini sedang salah tingkah Alexa segera memasuki mobil terlebih dahulu meninggalkan James seorang diri dengan raut menahan tawa melihat tingkah Alexa yang menggemaskan.

Dengan santainya James memasuki ruangan keluarga tanpa menyadari kini Vandra dan Jonathan sudah duduk menunggu ucapan yang akan di sampaikan oleh putranya satu ini.

 

"Bagaimana apa kamu sudah memberitahunya." Sela Vandra cepat tak ingin basa basi lagi. Mendengar pertanyaan ibunya membuat James memutar bola mata malas serta memasang raut wajah dingin.

 

"Hmm." hanya gumaman lah yang dirinya gunakan saat ini.

 

Tentu saja jawaban itu bukanlah suatu jawaban yang Vandra inginkan dirinya begitu curiga akan kelakuan putra nya satu ini.

 

"mama tidak ingin mendengar gumaman mu, tapi mama ingin mendengar jawabanmu." sela Vandra lagi dengan semangat masih tak merasa puas akan jawaban dari James.

 

"Huft-." hela nya pelan.

 

"Iya mama aku sudah memberitahunya mengenai perjodohan ini, aku juga sudah bilang kalau aku menerimanya." jelas James cepat membuat senyuman di wajah Vandra mau tak mau terukir lebar sangat lebar.

 

"mama berhenti lah mengganggunya mungkin dia lelah saat ini, karena habis bertemu dengan calon istri." goda seorang lelaki yang baru saja datang membuka kulkas dengan posisi mengendong seorang anak perempuan berusia enam tahun.

 

Ia pun memilih dua susu dengan varian yang berbeda satu banana dan satunya strawberry serta dua kinderjoy.

 

"Berhentilah menyelah percakapan antara mama dan kakak mu, kau bilang ingin mengenalkan perempuan pilihan mu pada mama." kalah telak Vandra segera menyelah ucapan anak bungsunya satu itu.

 

Dapat di lihat jelas raut wajah adiknya Frankie segera memelas merasa menyesal telah mengalihkan topik keduanya.

 

"mama, ini belum saatnya, nanti akan ku kenalkan bila waktu sudah tepat. " balas nya lagi cepat membela diri.

 

"Dan juga, kapan kamu akan mengembalikan Kiara pada tante Nina kamu tau kan mamanya sangat merindukan anak perempuan nya itu bahkan berulangkali dia menangis mengatakan ingin Kiara pulang, tapi Kiaranya tak mau pulang-pulang." oceh Vandra cepat pada Frankie yang sudah menunjukan senyuman jahilnya seakan ini semua bukan lah kesalahan dia karena Kirana tak ingin pulang tentusaja karena rencana liciknya yang ingin mendekat kan Kirana dan perempuan pujaan hatinya berjalan dengan lancar.

 

 

"Sebenarnya apa yang sudah kamu berikan pada Kirana sehingga dirinya tidak ingin pulang ke pada ibunya." Vandra berucap tidak habis fikir sekaligus binggung.

 

James yang mendengar perdebatan mereka tertawa pelan apalagi melihat aksi gemas keponakan Kiara.

 

"Tentu saja dirinya betah karena diberi aunty baru." ucapan Frankie sebelum dirinya segera menggendong Kiara pergi meninggalkan ruangan sebelum di sidang oleh Vandra.

 

"Frankie. "teriak Vandra kuat.

 

"Apa maksudnya tadi, cepat jelaskan sama mama." tapi percuma tak ada balasan sedikit pun.

 

James yang melihatnya hanya mampu menggeleng kepala pelan sebelum beranjak pergi meninggalkan ruangan keluarga menuju ke kamar entahlah dirinya begitu lelah sekali saat ini.

 

'Cklek'.

 

"Bagaimana perasaan mu setelah bertemu kakak ipar?" pertanyaan itu langsung menyambut dirinya saat baru saja memasuki kamar.

 

"Kenapa kau disini, bukan di kamarmu." cetus James cepat entahlah dirinya hanya merasa lelah saja.

 

"Kiara ingin tidur dengan mu." balas Frankie cepat menggunakaan nama Kiara bocah perempuan itu yang masih belum mengerti apa-apa kini menatap lucu dengan bola mata mengedip lucu serta meminum susu strawberry menatap James ataupun Frankie.

 

James yang merasa gemas pun mau tak mau mengurungkan niatnya untuk tidur cepat.

 

"Jadi bagaimana pendapatmu mengenai kakak ipar?" ulang Frankie lagi dengan pertanyaan yang sama.

 

"Cantik." hanya satu kalimat itu yang James deskripsi kan sangat singkat membuat Frankie tak puas.

 

tetapi merasakan sedikit vibes 'De Javu'.

 

"Aku serius." Frankie berucap memutar bola matanya merasa tak terima.

 

"Aku juga serius, itu kalimat pertama yang aku ucapkan saat kami pertama bertemu." jelas James cepat.

Keheningan tercipta sesaat berungkali Frankie memaksakan diri untuk menerima kalimat yang James ucapkan walau terdengar sedikit tak masuk akal tapi dirinya berusaha untuk tetap menerima nya.

 

"Hanya satu kalimat itu?" ulang Frankie yang James jawab dengan anggukan.

 

"Tidak masuk akal." lanjutnya lagi.

 

"Siapa yang kau maksud?" James segera menyelah tak terima tapi tak digubris oleh Frankie.

 

"Tapi jika perempuan yang kau maksud itu mirip dengan perempuan yang aku sukai saat ini, mungkin aku juga hanya akan mengatakan kalimat yang sama." Frankie kemudian membuka percakapan lagi kali ini James menatap nya dengan raut wajah berbeda dan lebih serius.

 

"Aku tidak sedang berbohong." bela Frankie kemudian.

 

"Iya iya aku percaya." James segera mengalihkan pandangan tak ingin berdebat lebih jauh.

 

"Kapan kau akan mengembalikan dia?" ucap James menatap sosok bocah perempuan dan mengunakan isyarat dengan dagu sedengkan bocah yang di masuk kini masih sangat asik dengan mainannya sendiri.

 

"Siapa?" tanya Frankie mengikuti arah pandang James.

 

"Oh Kiara, tentu saja nanti setelah aku berhasil mendapatkan dia." balas Frankie semangat membuat James menggeleng kepala pelan dirinya tak habis fikir dengan jalan fikir adiknya satu ini.

 

"Semoga kau berhasil." putus James menepuk pelan pundak adiknya dan beranjak untuk membersikan badan yang terasa lengket.

 

Guyuran air hangat yang membasahi sekujur tubuh atletis milik seorang James terasa sangat indah, pandangan yang sangat jarang dan mampu di lihat oleh seorang hawa. Bahkan teman dekat James pun tak pernah melihat hal ini.

 

Masih dengan fikiran kalut, walaupun badannya terasa rileks karena sudah di guyur air hangat tapi berbeda dengan fikirannya, ia menyeka kaca yang berada tepat di hadapan wajahnya James menatap dalam pantulan dirinya melalui cermin.

 

Fikirannya masih berkelana ke tempat di mana seharusnya tidak pernah ia fikirkan tetapi kembali di fikirkan.

 

"Kenapa dia seakan memiliki ketakutan akan gelap?" gumam James di penuhi rasa heran sekaligus binggung dalam bersamaan.

 

 

"Ah sudahlah lagian untuk apa juga aku memikirkan nya." putusnya kembali fokus untuk membersihkan diri, dan berniat untuk langsung tidur. Lembur bekerja beberapa hari terakhir membuat dia merasakan perasaan yang sangat lelah.

 

Hanya satu dirinya membutuhkan istirahat saat ini.

 

 ****

Alexa berlari tergesa memasuki kediaman rumah keluarganya, tanpa menyadari keberadaan ibunya kini sedang bermanja-manja dengan sang ayah di ruang keluarga.

 

"Hei, hei, mau kemana anak nakal? kenapa baru pulang jam segini." siapa lagi kalau bukan Amira sang ibunda tercinta kini sudah beranjak dari pelukan suaminya Dimas. Hanya untuk merentangkan tangan menghentikan niat anaknya satu ini untuk menuju kamar miliknya di lantai atas.

 

Alexa yang masih tak fokus dirinya masih merasa sedikit hawa panas, akibat mengingat perlakuan James terhadapnya tadi kini memegang kedua pipinya dengan cepat. Seakan seperti perasaan hangat mendesir dengan deras.

 

"Ma, nanti akan Alexa jelaskan, tapi tidak sekarang." balas Alexa cepat melihat Amira sedikit lengah Alexa segera mengambil ancang ancang untuk berlari kilat.

 

"Alexa, mau lari kemana kamu?" teriakan mengemah itu memenuhi semua ruang keluarga, bahkan beberapa asisten rumah tangga kini hanya mampu cekakak - cekikikan melihat kemarahan lucu sang nyonya dirumah ini, sungguh menggemaskan.

 

Kalau saja Dimas tidak memeluk dengan cepat Amira tadi, mungkin kini istrinya sudah berniat berlari dan menyusul anaknya yang sedang di mabuk cinta itu.

 

 

"Hust, sudah ma, biarkan Alexa sendiri dulu, nanti baru di tanya." tenang Dimas mengelus pelan kepala isterinya.

 

"Kamu si pa, yang selalu memanjakan anak satu itu, lihat jadi kabur kan dia." Rengek Amira kepada Dimas membuat suaminya itu terkekeh merasa lucu akan ekspresi sang istri.

 

"Iya iya, papa minta maaf ya." bujuknya lagi mencoba membuat amarah Amira redah, bibir Amira hanya mengerucut dalam sebelum memutuskan untuk kembali duduk dan mendiamkan Dimas.

 

Di dalam kamar.

 

'Cklek'.

 

Suara pintu pun tertutup dengan sangat pelan, tubuh Alexa masih mematung di balik pintu itu fikirannya masih tak tersusun dengan rapi seperti biasanya.

 

 

"Jantung, ada apa denganmu? kenapa hari ini aku tidak bisa mengatur pola detakmu?" gumam Alexa pada tubuhnya sendiri.

 

Dirinya pun memutuskan untuk merebahkan diri di atas kasur queen size miliknya dengan tenang, pandangan nya menerawang ke langit langit kamar atas dan mengingat kembali saat-saat di kantor tadi. Sungguh tidak seperti yang dirinya harapkan kenapa hanya dengan memikirkannya saja mampu membuat raut wajahnya memerah dengan cepat seperti ini.

 

 

 

"Tapi tadi apa aku memeluknya dengan erat? apa dia menyadari perubahan dalam diriku." wajah Alexa berubah menjadi serius seketika, dirinya membayangkan hal itu dimana saat semuanya terasa gelap, kepalanya pun langsung dilanda oleh rasa pusing.

 

"Haa-." helaan nafas berat keluar dari bibir cantik wanita itu.

 

"Sudah lah lupakan saja, aku harap dia tidak menyadari apapun. Jika tidak, bagaimana dengan rencana awalku yang___." kalimatnya pun terhenti dan kembali menatap langit-langit kamar yang bernuasa grey itu.

 

 

"Ingin membatalkan ini semua." sambung nya lagi kemudian beranjak, untuk membersihkan sekujur tubuhnya yang terasa lengket itu, setidaknya biar bagaimana pun juga, dirinya tidak mudah untuk langsung percaya akan hal ini.

 

 

Walaupun tidak dengan hatinya.