Keesokan harinya.
Alexandra bersiap dengan cepat dan sedikit gegabah berulang kali ibunya yang melihat hal itu menjadi sedikit geram.
"Apakah semua kursi dirumah ini sudah di sumbangkan?" suara sindiran halus dari nyonya rumah masih tak digubris.
Bukannya mengerti akan sindiran itu Alexa kini sibuk mengurus berkas dokumen serta mengunyah selembar roti dengan keadaan berdiri masih tak menyadari dengan siapa Amira bicara.
"Pa, besok sumbangkan semua kursi di rumah ini ke panti." putus Amira dengan nada sedikit kencang mengharapkan kalau saja anaknya ini mengerti arti sindiran dari ibunya itu.
"Khmm-." sekali Dimas mencoba menyadarkan anak semata wayangnya itu.
Bukannya mengerti Alexa malah semakin terhanyut kedalam berkas berkas itu.
"Khmmm..." kali ini cukup panjang dan dengan nada tak biasa.
Alexa menoleh dengan tampang tak berdosa menatap balik ayahnya mengerejap kan mata bingung sekaligus lucu.
"Kenapa papa, ada masalah?" tanya Alexa sebelum kembali asik kedalam dunia berkasnya.
"anak satu ini dibi______." baru saja Amira mencoba membuka argumen.
Ting...tong....
Suara bel mengemah di ruangan dengan cepat Alexa segera berlari ke depan.
"Aduh kepalaku." Amira meraba kembali kepalanya yang terasa pusing itu, dan tentunya dengan Dimas yang ikut cemas.
"Ada apa? " wajah Dimas berbicara jauh dari kata santai.
Belum sempat Amira ingin menjawab pertanyaan Dimas kini Alexa sudah kembali ke ruang makan tetapi tidak seorang diri melainkan.
"Selamat pagi om, tante." Hani menunduk kepalanya sebagai ucapan salam terhadap suami istri yang awalnya runyam menjadi sedikit senang mengingat kelakuan anaknya tadi.
"Eh ada Hani, sini sayang duduk sarapan bersama om dan tante." ajakan semangat dari Amira sengaja dirinya tekankan kalimat duduk agar anaknya mengetahui kekesalan ibunya melihat interaksi seperti itu mau tak mau Dimas menggeleng kepala.
"Eh iya tan." tersenyum kaku Hani segera duduk cepat dirinya merasakan ada atmosfer tak baik pagi ini, mulut Alexa berkomat kamit tak setuju ketika menyadari ibunya yang dengan sengaja menyindir menggunakan kata "duduk".
Selang lima menit mereka sarapan bersama.
"Eh gimana udah kamu siapin semua." Hani langsung membuka percakapan mengingat jam kini yang mendekati angka delapan tak lama lagi dirinya masuk.
"Iya sudah, tadi udah aku cek semuanya lengkap, tinggal kamu persentasi kan saja nanti pas rapat." jelas Alexa cepat memberikan map lumayan tebal berisikan berkas kepada Hani yang menyambut nya dengan senyum lebar walaupun itu bertolak belakang dengan hatinya yang mendumel tak sudah Alexa tahu itu, Hani berakting manis hanya di depan Dimas dan Amira dirinya hanya mampu menahan tawa dalam hati.
"Kenapa kalian dari tadi sibuk mengurusi dokumen itu?" Amira segera mengeluhkan kekesalannya.
"Kan bisa nanti di kantor." sambung nya lagi.
"Sudahlah ma, maklumi saja mereka berdua masih sibuk dikarenakan perkejaan yang menumpuk." Dimas mencoba menenangkan istrinya yang semakin rewel itu.
Sesekali Alexa dan Hani tertawa cekikikan melihat hal itu tentunya saling melirik dengan geli melihat Amira yang merajuk kepada Dimas ayahnya.
"Ma, pa Alexa pergi dulu ya." pamit Alexa di iringi oleh Hani.
"Iya om tante, kami pergi dulu." kali ini Hani yang pamit.
"Tuh kan pa mereka semakin tidak perduli dengan mama pa." keluh Amira lagi merasa di abaikan oleh anak perempuan nya itu.
"Bukannya tidak peduli ma mungkin saja mereka memang benar benar sedang sibuk, kalau begitu papa pamit juga ya mau pergi ngantor." setelah menenangkan isteri nya kini Dimas malah ikut pamit membuat hati Amira semakin dongkol tak karuan dirinya merasa kesal sekali.
"Udah jangan ngambek.. cup..." bujuk Dimas sebelum mengecup pipi Amira dan beranjak pergi meninggalkan rumah keluarga.
"Dasar keluarga karir." omel Amira dalam kesendirian.
"Kalau begitu lebih baik aku kumpul arisan saja." putusnya ikut pergi mempersiapkan diri.
****
"Aunty, aunty Kiara mau naik itu." seorang anak perempuan cantik menunjuk sebuah bianglala besar dengan semangat.
"Kiara jangan paksa aunty Alexa untuk naik itu ya, takutnya nanti dia takut dan tidak terbiasa." peringan seorang lelaki kini berjongkok mencoba mensejajarkan diri pada ketinggian sang anak itu, tapi siapapun yang mendengar kalimat itu pasti faham betul ada maksud dan kalimat menantang sedikit tersirat di sana.
"Kata siapa aku tidak terbiasa" Alexa tiba-tiba langsung menyambung dengan wajah menantang, membuat Frankie menaikan sebelah alis tanda meminta jawaban akan kalimat itu.
"Kiaraa ~ tidak apa-apa, Aunty Alex akan menemanimu untuk naik bianglala itu." Alexandra pun ikut mensejajarkan diri pada Kiara tanpa menyadari tatapan berbeda yang Frankie berikan.
Kini mereka berdua tampak seperti sepasang suami istri yang sedang memberikan pengertian untuk sang buah hati, tak heran beberapa orang kini berlalu lalang melirik kearah meraka dengan pandangan bertanya tanya sekaligus kagum akan interaksi yang tengah terjadi saat ini di antara mereka.
Menyadari ada yang menatapnya Alexa segera menoleh ke samping dan tepat mata mereka bertemu.
"Ayo!" kalimat itu keluar pertama dari bibir Alexa seakan tak terjadi apapun.
"Ha…." Frankie masih tak faham.
"Naik bianglala itu, Kiara ingin menaikinya." jelas Alexa kemudian membawa Kiara menuju tempat pembelian tiket meninggal Frankie sendiri dengan posisi menjongkok tadi.
Hust Alexa sadarlah jangan terbawa perasaan, dia itu seorang CEO tidak mungkin juga dia menyukaiku, dan juga kau itu sudah bertunangan walaupun belum tau ini berjalan lancar atau tidak setidaknya kau sudah di tuangkan. kalimat itu yang Alexa ucapkan pada dirinya dan mengelus elus pelan dadanya untuk membuang rasa salah perasaan yang ada agar tak terjadi hal yang tidak ia inginkan.
****
Sesampainya di apartemen.
"Aunty Kiara laparrr..." Kiara mengusuk ngusuk perut mungilnya membuat Alexa gemas.
Tadi setelah habis bermain sebentar Frankie mendapatkan panggilan dari kantor dia bilang ada perkejaan mendadak yang harus dirinya urus.
Sebagai sekertaris tentu saja Alexa hanya mampu mengiyakan keinginan bosnya, toh tentu saja yang mengaji dirinya selama ini Frankie kan.
Mereka menghabiskan waktu bermain berdua sesekali mereka tertawa karena lelucon yang ada bahkan kini Kiara tidak ada lagi perasaan sungkan pada seorang Alexandra.
Mendengar Kiara yang merasa lapar Alexa segera membuatkan makanan cepat saji dan sehat untuk anak itu, sepiring nasi goreng dan segelas susu dirinya rasa itu makanan yang pas untuk Kiara
"Oh iya Aunty, Kiara juga memiliki satu paman lagi loh." cerita Kiara cepat dengan semangat kini Alexa sedang menemani Kiara berbaring di atas kasur.
Alexa yang mendengar cerita Kiara pun terkejut bukan main dirinya tak menyangka bahwa Frankie bos nya itu memiliki saudara.
"Oh maksud Kiara, Kiara mempunyai paman kedua." Alexa menjawab dengan lembut tetapi di jawab gelengan keras oleh Kiara kecil tentu saja kening Alexa mengkerut bingung.
"Bukan paman ke-dua Aunty, tetapi paman pertama." bantah Kiara kecil.
Alexa tentu saja terkejut saat mengetahui Frankie tidak mempunyai adik melainkan kakak, tak ada yang tahu bahwa Frankie memiliki saudara. Selama di kantor hal ini sangat tidak diketahui oleh dirinya.
"Benarkah, terus paman pertama Kiara orangnya seperti apa?" Alexa menjawab seolah terkejut kemudian penasaran.
"Baik! sangat baik Aunty, dan juga dia adalah paman paling tampan dan lucu." balas Kiara dengan semangat, Alexa tertawa melihat keantusiasan di miliki oleh Kiara.
Lama mereka bercerita hingga akhirnya Kiara merasa mengantuk dan segera pergi tidur. Alexa tak bisa pulang sekarang dirinya masih harus menunggu Frankie pulang baru dia bisa pulang..
Alexa segera merapikan apartemen milik Frankie dan membereskan segala piring kotor dan perlengkapan serta pakaian yang Kiara pakai sebelumnya.
Suara pintu apartemen terbuka serta derap langkah orang berjalan masuk.
Kening Alexa mengkerut bingung bukan hanya satu yang masuk melainkan dua?
"Wow, ini dia sekertaris yang kau maksud Frankie?" suara bariton itu suara yang sangat Alexa kenal, perlahan hingga kepalanya menoleh.
Pandangan keduanya seakan membeku waktu pun terasa terhenti seketika hanya ada aura dingin yang mengalir samar di antara keduanya-.
"Sangat alternatif sekali, sekertaris seakan memiliki peran menjadi istri, kenapa tidak sekalian menjadi istrimu, aku rasa bukan hal baik jika seorang perempuan lanjang masih berada di kediaman lelaki di jam seperti ini." sambung suara itu lagi menyakitkan memang dirinya segera membuang muka saat Frankie datang mendekat.
"Oh ayolah kak, ucapan mu itu sangat tidak lucu, itu melenceng dari pembicaraan kita tadi." keluh Frankie masih tertawa karena memang tak faham keadaan.
"Dan seharusnya kau mengecek dulu status setiap bawahanmu, siapa tau ada orang yang sudah bertunangan tetapi masih merasa dirinya seorang lanjang yang datang dan bermalam di apartemen seorang lelaki." smirk pun muncul di bibir lelaki itu.
"Aku rasa itu bukan suatu hal yang baik." sambung nya.