"Dan seharusnya kau mengecek dulu status setiap bawahanmu, siapa tau ada orang yang sudah bertunangan tetapi masih merasa dirinya seorang lanjang yang datang dan bermalam di apartemen seorang lelaki" senyuman smirk pun muncul di bibir lelaki itu.
"Aku rasa itu bukan suatu hal yang baik" sambung nya lagi.
****
Beberapa jam sebelumnya.
Frankie yang tidak bisa ikut menemani Kiara dan wanita pujaan nya kini mencebik bibir sebal kepada pelaku yang sudah memanggilnya ke sini tanpa dosa.
"Kau sudah menghancurkan kencan keluarga bahagia ku kak." sahut Frankie kini menghempaskan tubuhnya di atas sofa empuk yang memang sudah tersedia di dalam ruangan tersebut.
"Ini bukan waktunya untuk kamu bermain-main." sahut lelaki yang menjadi penyebab utama dia berada di ruangan itu pun mendegus kesal.
"Baiklah aku mengalah." putus Frankie kemudian yang pasrah duduk dengan mantap di salah satu sofa ruangan.
Tiga puluh lima menit kemudian.
Selepas mereka membahas hal-hal penting mengenai laju perkembangan perusahaan, kini saat nya mereka bergegas untuk pulang, karena memang hari yang sudah sore.
"Kak, kau sudah berjanji untuk pulang ke apartemen ku untuk bertemu dengan wanita pujaanku, kau masih ingat kan?" Frankie yang menagih janjinya pun, membuat James mau tak mau memutar bola matanya malas, harusnya dia sadar sejak awal jangan pernah memberikan sembarang janji tadi.
"Iya aku mengingat nya." sahutnya malas, mengekori Frankie untuk pulang ke apartemen miliknya.
Tetapi menggunakan mobil pribadi masing-masing.
****
Sekarang.
Setelah pertemuan yang tidak terduga itu, tak ada lagi suasana hangat yang menyelimuti apartemen milik adiknya Frankie itu. sepasang mata tajam itu terus menusuk sosok perempuan yang masih merasa tersinggung itu.
Tapi hanya diam lah yang mampu dia lakukan untuk saat ini.
"Sudah lah kenapa suasana diantara kalian jadi begitu canggung begini, maaf kan omongan kakak ku tadi ya Xa." Frankie hanya mampu menggaruk tekuk nya yang tidak merasa gatal merasa bersalah, akan kata-kata tajam yang James keluarkan tadi.
Alexandra hanya tersenyum canggung sebagai tanggapan dari ucapan permintaan maaf bosnya ini, biar bagaimanapun juga dia adalah seorang bawahan disini.
Bukannya tidak pantas bawahan mengharapkan permintaan maaf dari seorang bos.
Memilih mengambil jalan aman kini Alexa lebih memilih untuk pergi ke dapur dan berniat membersihkan bekas makan dirinya dan juga Kiara tadi.
"Di mana Kiara, Alexa? dari tadi aku tidak melihat nya." Frankie bertanya dengan raut wajah polos membuat Alexa yang dari tadi kebingungan di penuhi rasa bersalah mau tak mau hanya tinggal diam. Dirinya tak dapat menyalahkan frankie atas keadaan yang ebgitu canggung dan menegangkan ini karena memang Frankie yang memang tidak mengetahui apapun mengenai hal ini.
"Dia sudah tertidur tadi, setelah makan malam." sahut Alexa lembut membereskan kembali peralatan makan.
Sebelum Alexa memutuskan untuk beranjak memotong buah untuk Frankie dan juga lelaki yang menjadi penyebab rasa bersalahnya memuncak saat ini.
Pandangan mata James masih saja menajam melihat gerak-gerik yang Alexa lakukan, sementara Alexa yang merasa di perhatikan menjadi serbasalah, haruskah dia meminta maaf kepada James? tapi bagaimana caranya.
Kiara bilang Frankie mempunyai kakak, atau jangan-jangan kakaknya itu?
"Bagaimana dengan acara pertunangan mu waktu itu kak, apakah berjalan dengan lancar?" pertanyaan polos dari Frankie sukses membuat jantung Alexa yang kini berada jauh dari mereka berdegup dengan kencang dan memacu secara tak beraturan dirinya berdiri dalam diam yaitu di dapur yang batasi dengan pantry kecil keringat dingin mengucur dengan deras di pelipisnya.
Ternyata benar james adalah kakaknya Frankie, orang yang di puji oleh Kiara sebagai orang baik. Tapi tidak untuknya.
"Lancar, sangat lancar." suara dan jawaban yang Alexa tunggu kini terdengar maskulin, walaupun dalam keadaan menjawab sekalipun tetap tidak membuat James mengindahkan sedikit pun pandangan tajamnya dari sosok Alexa saat ini terdengar lebih gugup.
"Sudah ku bilang perempuan nya pasti akan terpesona pada pandangan pertama terhadap mu." sahut Frankie semangat menepuk pelan bahu James.
Mendengar hal itu Alexa yang telah selesai memotong buah dan berniat menyajikan di hadapan Frankie dan James pun merasakan wajah yang merah merona akibat memanas karena malu, hal itupun tak luput dalam pengawasan James.
"Alihkan pembicaraan, kau bilang aku mengatakan satu kalimat yang terdengar mustahil terkecuali kalo dia adalah orang yang sama dengan orang yang kau sukai kan?" sahut James cepat memancing Frankie untuk menyadarkan posisi perempuan di hadapannya ini.
Entahlah melihat keberadaan perempuan itu di sini sekarang mampu membuat dadanya bergemuruh karena kesal tak terkendali.
"Oh ayolah aku hanya bercanda saat itu, mana mungkin mereka orang yang sama." sahut Frankie cepat tertawa pelan, Alexa yang kini berada dalam posisi duduk nya pun merasa perasaan gelisa dan tidak nyaman membuat ia ingin berniat pulang, tetapi masih berusaha untuk menahan.
"Mungkin saja kan, tidak ada yang tahu, siapa tahu mereka benar-benar orang yang sama"?" dia pun mengendikan bahu dan pindah posisi duduk menyandar untuk memberikan rasa nyaman yang lebih.
"Nona Alexa, bisa kau tolong buatkan kami kopi." suara itu mengalun membuat Alexa tak percaya sekaligus bingung, di perintah tapi tak dapat di tolak biar bagaimanapun Frankie dan yang ada lah bos nya tapi masalahnya yang menyuruhnya ini bukan Feankie melainkan james.
Alexa hanya mengangguk pelan dan beranjak kebelakang, salah dia memang yang tak ingat membuat kan kedua lelaki tersebut minum.
Selepas membuatkan kopi, dia pun menaruhkan di hadapan Frankie dan James entahlah dia merasakan ada aura yang tidak enak saat ini, benar saja saat mendongkak kan kepalanya pandangan tajam yang menusuk ke dalam kulit pun menyapa membuatnya merinding.
"Harusnya pertunangan adalah pertunangan mu, tapi kau yang menolaknya." kalimat selanjutnya sukses memberhentikan pergerakan tangan Alexa yang hendak menarik nampan nya kembali, melihat hal itu James tersenyum smirk.
Dia ingin menyadarkan posisi perempuan di hadapannya ini, seharusnya dia bersyukur karena James yang menerima nya dengan ikhlas.
"Oh ayolah kak berhenti membahas nya, bukannya kau sendiri yang dengan baik hati mau menggantikan ku." Frankie tertawa jahil dan menepuk pelan James, berharap Ja es berhenti membahas masalah ini, karena perempuan yang dia cintai ada di sini di hadapannya.
"Lagian aku menolaknya bukan karena tidak ada alasan, tetapi aku sudah memiliki wanita yang aku cintai." sambung Frankie
lagi matanya menatap lurus ke depan melihat Alexa, yang kini sudah berubah mimik wajah menjadi pucat dan pias tanpa mereka sadari kini alwxa sudah meremas kuat dadanya sketika serasa sesak.
"Kakak sendiri yang mengantikan ku dengan suka rela waktu itu, bukan kah kita bisa membatalkan nya." sahut Frankie lagi.
"Dan juga aku tidak memaksakan kakak untuk mengantikan ku ataupun menerima perjodohan ini". telak, kata yang sangat telak membuat kesabaran Alexa yang di dalam ruangan menjadi.
"Ini sudah malam, saya pamit pulang dulu." dengan bersusah payah menahan tangis akhirnya terucap juga kalimat tersebut, berusaha dengan tegas dan santai agar tak terlihat nada getir dalam ucapan nya tersebut.
"Ow, kamu sudah mau pulang Alexa, kenapa tidak menginap di sini saja lagi pula ini sudah malam. FRankie bertanya heran sekaligus menawarkan dirinya merasa binggung kenapa Alexa tiba-ttiba menginginkan pulang dengan cepat.
Alexa
"Iya tidak apa menginap di sini saja, lagipula ini sudah malam." kali ini Frankie yang membuahkan, di iringi dengan ekspresi mendukung berpura-pura seakan tak tau apapun, dan menawarkan Alexa untuk pulang.
Menginap? ingat menginap di apartemen Fankie atasannya, bukan kah itu tak baik sedangkan mereka tak memiliki status apapun, dan juga bukannya vante yang dari tadi menyindir hal tersebut, membuat Alexa tak habis fikir dan membuka kebenaran sesungguhnya mereka melemparkan dirinya seolah olah barang yang siap di terima dan di tolak kapan pun.
Dia juga wanita yang masih mempunyai harga diri, tidak menikah dengan dia bukan berarti akhir dari segalanya kan?