Kota Malang sedang merayakan Festival Topeng Tahunan, acara yang selalu dinantikan penduduk dan wisatawan. Malam itu, alun-alun kota penuh dengan lampu warna-warni, suara gamelan, dan arak-arakan penari topeng dari berbagai daerah. Namun, kemeriahan itu mendadak terhenti ketika salah satu penari jatuh pingsan di tengah panggung.
Saat petugas mendekat untuk membantu, mereka menyadari sesuatu yang mengerikan—penari itu, seorang pria muda, telah tewas. Topeng kayu yang dikenakannya menutupi sebagian besar wajahnya, tetapi darah mengalir dari bawahnya, menodai pakaian tari tradisionalnya.
Polisi segera menutup tempat kejadian, dan Adrian Setiawan, yang sedang berada di Malang untuk berlibur, merasa dirinya terpanggil untuk membantu. Lisa Pratama, yang kebetulan ikut bersamanya, menatap panggung dengan ekspresi serius.
"Aku tahu kita sedang liburan, tapi kasus ini terlalu aneh untuk diabaikan," kata Lisa.
Adrian mengangguk. "Dan terlalu terang-terangan untuk disebut kecelakaan."
Korban diidentifikasi sebagai Haryo Pratama, seorang seniman muda terkenal yang baru-baru ini mendapat perhatian karena koleksi topeng tradisionalnya yang langka. Tubuhnya diperiksa, dan ditemukan luka kecil di leher, seperti bekas tusukan jarum. Polisi menduga itu adalah penyebab kematiannya, tetapi siapa yang melakukannya, dan bagaimana, masih menjadi misteri.
Di tangan korban, ada selembar kertas kecil dengan tulisan: "Topeng bukan sekadar hiasan, tetapi wajah sebenarnya."