Bab 1: Kehidupan yang Sulit
Di sebuah desa terpencil yang terletak jauh dari keramaian kota, hiduplah seorang pemuda bernama Arka Mahesa. Penampilannya berbeda dari kebanyakan pemuda desa. Dengan wajah tampan dan sorot mata tajam, ia selalu tampak memikirkan sesuatu yang jauh melampaui batas desa itu. Namun, tampangnya yang menarik tak pernah menjadi penghalang bagi kemiskinan yang membelit hidupnya sejak lahir.
Setiap hari, Arka menggembala kambing di perbukitan sekitar desa, dengan hanya ditemani oleh angin dan suara burung-burung. Pekerjaan itu sudah ia lakoni sejak kecil, dan meskipun sederhana, ia merasa memiliki kewajiban untuk membantu keluarganya. Ayah dan ibunya sudah tua, tubuh mereka sudah tak kuat lagi untuk bekerja berat. Maka, Arka mengambil alih tugas untuk menghidupi mereka, walau hanya dengan sedikit yang ia dapatkan.
Saat matahari mulai terbenam, Arka duduk di bawah pohon besar, menghadap ke arah matahari yang perlahan-lahan tenggelam. Di sanalah ia sering melamun, memikirkan kehidupan yang jauh dari kesederhanaan ini. Di dalam hatinya, ia merasa bahwa hidupnya tidak hanya untuk sekadar menggembala dan bekerja keras tanpa arah.
"Kenapa aku selalu merasa ada yang lebih dari ini?" bisik Arka pada dirinya sendiri, menatap jauh ke langit yang mulai gelap. Ia merasa aneh setiap kali pertanyaan itu muncul di pikirannya, namun ia tak pernah punya jawabannya.
Malam itu, lelah setelah bekerja sepanjang hari, Arka akhirnya tertidur di bawah pohon. Tidurnya terasa dalam, seperti jatuh ke dalam sebuah mimpi yang sangat nyata. Di dalam mimpi itu, Arka melihat dirinya berada di sebuah tempat yang begitu terang dan luas. Hawa hangat menyelimutinya, membuat hatinya tenang sekaligus penasaran.
Tiba-tiba, tiga sosok besar berdiri di hadapannya. Mereka begitu gagah, dipenuhi aura kekuatan yang menggetarkan. Sosok pertama memiliki wujud yang dikelilingi kilatan petir, sementara sosok kedua tampak seperti prajurit yang dilengkapi dengan baju besi dan senjata. Sosok ketiga memiliki aura yang tenang namun penuh kebijaksanaan, seperti seorang tua bijak.
Arka terpaku, tak tahu harus berkata apa. Namun, satu hal yang ia rasakan jelas: ketiga sosok ini bukanlah manusia biasa.
"Kami adalah roh para dewa kuno," suara salah satu sosok itu menggema di kepalanya, terdengar tegas dan penuh kewibawaan. "Kau, Arka Mahesa, dipilih oleh takdir untuk menjadi lebih dari sekadar manusia biasa."
Arka terdiam, tak percaya dengan apa yang ia dengar. "Apa maksud kalian? Aku hanya seorang pemuda miskin dari desa kecil. Aku tak punya kekuatan apa pun," jawabnya terbata-bata.
Sosok kedua, yang tampak seperti Dewa Perang, melangkah maju. "Kekuatan besar bukanlah sesuatu yang diwariskan begitu saja. Namun, di dalam dirimu, kami melihat potensi yang hanya dimiliki oleh mereka yang terpilih. Kau akan memiliki kekuatan untuk menjadi yang terkuat, asalkan kau berani menanggung beban dan ujian yang menyertainya."
Sebelum Arka sempat meresapi sepenuhnya kata-kata mereka, sosok ketiga, yang tampak bijaksana, mengulurkan tangannya. Di tangannya, muncul sebuah kitab yang tampak kuno, dengan sampul berwarna emas dan tulisan-tulisan kuno yang terukir di atasnya.
"Ini adalah Kitab Suryalaya, kitab yang akan membimbingmu untuk menjadi Dewa Perang. Dalam kitab ini, kau akan menemukan ajaran dan kekuatan yang tak ternilai. Namun ingat, kekuatan besar ini hanya untuk mereka yang berani menanggungnya," kata sosok ketiga, lalu menyerahkan kitab itu kepada Arka.
Arka menerima kitab itu dengan tangan gemetar, tetapi dalam hatinya, ia merasa ada harapan baru yang bangkit. Ia tahu, bahwa mimpinya kali ini bukanlah sekadar mimpi biasa.
Saat ia hendak bertanya lebih lanjut, mendadak ia terbangun. Nafasnya memburu, keringat dingin membasahi dahinya, dan tubuhnya terasa gemetar. Arka duduk sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja ia alami. Mimpi itu terasa begitu nyata, seolah ia benar-benar bertemu dengan para dewa.
Arka bangkit, menatap langit malam yang mulai dipenuhi bintang-bintang. Walau masih bingung dan tidak sepenuhnya memahami arti mimpi itu, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Untuk pertama kalinya, ia memiliki tujuan yang jelas, sebuah panggilan yang tak bisa ia abaikan.
Tanpa menyadari bahwa malam itu adalah awal dari perjalanan panjangnya, Arka hanya bisa berdiri di bawah langit, menatap bintang dengan harapan yang baru tumbuh di hatinya.
....