Chereads / BANGKITNYA DEWA PERANG / Chapter 2 - Mimpi Pertama

Chapter 2 - Mimpi Pertama

Bab 2

Malam itu, setelah hari yang melelahkan, Arka tertidur di bawah pohon besar di pinggir desa. Dalam tidurnya, ia merasa berada di sebuah dunia yang berbeda. Lingkungan sekitarnya dipenuhi cahaya terang, namun bukan dari matahari ataupun bulan. Cahaya itu menyelimutinya, memberikan kehangatan yang aneh namun menenangkan.

Tiba-tiba, tiga sosok raksasa muncul di hadapannya. Mereka terlihat begitu gagah dan berwibawa, seperti dewa-dewa kuno yang hanya pernah ia dengar dari dongeng neneknya. Sosok pertama, yang tubuhnya dikelilingi oleh petir, menatap Arka dengan mata penuh kekuatan. Sosok kedua, tampak seperti prajurit dengan baju besi dan senjata yang mengilap, memiliki aura keberanian yang menakutkan. Sementara sosok ketiga tampak tenang dan bijak, dengan jubah panjang yang bergerak lembut tertiup angin.

Arka merasa tubuhnya bergetar, antara kagum dan ketakutan. Tak satu pun dari sosok ini tampak seperti manusia biasa.

"Siapakah kalian?" tanya Arka, suaranya lirih dan gemetar.

Sosok yang dikelilingi petir menjawab dengan suara menggema, "Kami adalah roh para dewa kuno. Kami datang karena kau adalah yang terpilih."

Arka masih tak mengerti. "Terpilih untuk apa?" tanyanya, bingung.

Sosok kedua, yang tampak sebagai Dewa Perang, maju mendekat. "Dalam dirimu ada potensi yang hanya dimiliki oleh sedikit orang. Kau dipilih untuk membawa kekuatan yang lebih besar daripada yang bisa kau bayangkan."

Dewa yang bijak melangkah maju dan menunjukkan sebuah kitab kuno yang bercahaya emas, Kitab Suryalaya. "Ini adalah kitab yang akan membimbingmu menuju takdirmu. Di dalamnya terdapat ajaran dan kekuatan dari para dewa perang terdahulu."

Dengan tangan gemetar, Arka menerima kitab itu. Kulitnya merasakan energi kuat yang terpancar dari kitab tersebut, seakan menyatu dengan tubuhnya. Namun, sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, sosok-sosok itu mulai memudar, meninggalkan kata-kata terakhir yang menggema di benaknya, "Ingatlah, kekuatan besar hanya untuk mereka yang siap menanggung bebannya."

Tiba-tiba, Arka terbangun dari mimpinya. Nafasnya memburu, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Mimpi itu terasa begitu nyata. Dengan tatapan penuh tekad, ia memandang langit malam. Arka tahu, malam itu bukan sekadar mimpi, melainkan panggilan takdir yang harus ia wujudkan.