Setelah berhasil keluar dari lorong bawah tanah dan kembali ke rumah, Alif dan Rani duduk di meja dengan napas yang masih memburu. Perasaan lega setelah berhasil keluar dari tempat itu segera berganti dengan kekhawatiran dan ketegangan. Pak Arman jelas tahu tentang lorong dan kemungkinan juga tahu tentang artefak yang mereka temukan. Kini, mereka tahu bahwa waktu mereka terbatas.
Alif membuka peta yang mereka temukan di dalam kotak besi. Peta itu tampak usang, tetapi cukup jelas menunjukkan kota mereka dengan beberapa titik yang ditandai, mirip dengan peta yang mereka lihat di arsip kota. Di salah satu pojok peta tertulis sebuah kalimat dengan tinta yang hampir pudar: "Yang tersembunyi di antara jejak sejarah akan menjadi kunci."
"Lihat ini, Alif. Beberapa lokasi yang ditandai di peta ini mirip dengan lokasi-lokasi yang kita lihat di arsip kota kemarin," kata Rani sambil menunjuk beberapa titik di peta.
Alif mengangguk. "Benar, dan sepertinya ada lebih dari satu tempat yang menyimpan benda berharga. Mungkin artefak-artefak itu tersebar di seluruh kota, di tempat-tempat tertentu yang mungkin tidak banyak diketahui orang."
Mereka berdua memeriksa titik-titik yang ditandai pada peta tersebut. Ada lima lokasi yang ditandai, termasuk lumbung di tepi sungai yang baru saja mereka kunjungi. Titik-titik lainnya tampak berada di lokasi yang berbeda, tersebar di beberapa tempat penting di kota seperti bangunan tua di pusat kota, sebuah taman tua, dan sebuah menara jam yang jarang dikunjungi orang.
"Jadi kita harus memeriksa empat tempat lagi," ujar Rani dengan nada khawatir. "Dan dengan Pak Arman di sekitar, kita harus lebih berhati-hati."
Alif mengangguk. "Aku rasa kita harus bergerak cepat, tapi kita juga harus cerdik. Pak Arman mungkin sudah punya petunjuk tentang beberapa lokasi ini. Kita harus mendahuluinya, atau setidaknya mengalihkan perhatiannya."
Keduanya menyusun strategi. Alif memutuskan bahwa mereka akan mengunjungi lokasi yang tampak paling jauh dari pusat kota lebih dulu, berharap Pak Arman tidak akan menduga bahwa mereka akan memulai dari tempat yang terpencil. Lokasi pertama yang mereka pilih adalah taman tua di pinggir kota, tempat yang dulunya sering dikunjungi warga sebelum akhirnya terbengkalai.
---
Esok harinya, di Taman Tua
Mereka tiba di taman tua itu pagi-pagi sekali, ketika masih sepi. Taman itu sudah lama ditinggalkan, rumput liar tumbuh tinggi, dan bangku-bangku kayu yang ada di sekitar tampak berkarat. Di tengah taman, terdapat patung seorang tokoh sejarah kota yang menjadi daya tarik utama tempat itu saat masih ramai dulu.
Mereka mulai menyusuri taman dengan hati-hati, mengikuti arah di peta yang menandai bagian tengah taman sebagai lokasi yang harus diperiksa. Alif memeriksa patung itu dari dekat, mencari tanda atau simbol seperti yang pernah mereka temukan di lumbung tua.
"Ada tulisan kecil di sini," kata Alif sambil menunjuk bagian bawah patung.
Tulisan itu berbunyi: "Waktu adalah pelindung rahasia."
"Apa maksudnya, ya?" tanya Rani, mengerutkan kening. "Sepertinya ada hubungan dengan waktu, tapi bagaimana?"
Alif memikirkan kata-kata tersebut. Ia memperhatikan patung itu, lalu tiba-tiba menyadari sesuatu. "Rani, lihat jam yang dipasang di atas patung ini. Jarumnya menunjukkan pukul tiga tepat. Mungkin ini adalah petunjuk untuk mencari di sekitar sini pada pukul tiga nanti?"
Rani terkejut. "Tapi, itu berarti kita harus menunggu di sini sampai pukul tiga sore?"
Alif mengangguk sambil tersenyum tipis. "Sepertinya begitu. Aku rasa rahasia ini memang dirancang untuk membuat siapapun yang menemukannya harus sabar."
Dengan rencana tersebut, mereka memutuskan untuk menunggu sambil memeriksa taman lebih lanjut, berjaga-jaga jika ada tanda tambahan. Namun, menjelang sore, ketika jam sudah mendekati pukul tiga, mereka merasakan ketegangan kembali meningkat. Mereka tahu bahwa Pak Arman bisa saja menyusul kapan saja.
Akhirnya, tepat pukul tiga, mereka kembali ke patung dan mengamati setiap sudutnya. Saat itulah Alif melihat bagian alas patung yang bisa digeser. Dengan hati-hati, dia dan Rani memindahkan alas tersebut, dan di bawahnya, mereka menemukan sebuah kotak kecil yang tertanam di tanah.
"Ini dia!" seru Rani dengan penuh antusiasme.
Di dalam kotak itu, mereka menemukan benda kecil yang tampak seperti bagian dari peta lain, serta sebuah pesan tertulis yang berbunyi: "Jika kau sampai sejauh ini, teruslah mencari di antara jejak-jejak yang terlupakan."
"Sepertinya ini adalah bagian pertama dari peta yang lebih besar," kata Alif sambil memeriksa potongan peta tersebut. "Kita harus mengumpulkan semua bagian untuk mendapatkan petunjuk penuh."
Namun, sebelum mereka sempat melanjutkan pembicaraan, mereka mendengar suara langkah kaki di belakang mereka. Ketika mereka menoleh, mereka melihat Pak Arman berdiri dengan ekspresi marah, matanya menatap tajam ke arah mereka.
"Kalian pikir kalian bisa mendahuluiku?" kata Pak Arman dengan nada dingin. "Serahkan kotak itu sekarang juga."
Alif dan Rani mundur beberapa langkah, saling berpandangan. Mereka tahu, mereka tidak akan bisa melawan Pak Arman sendirian. Dengan cepat, Alif menutup kotak itu dan memasukkannya ke dalam tas Rani, lalu membisikkan sesuatu ke telinganya.
"Lari sekarang!"
Tanpa berpikir dua kali, Rani berlari keluar dari taman dengan kotak tersebut, sementara Alif berusaha menghalangi Pak Arman agar dia tidak bisa mengikuti Rani. Pak Arman tampak marah, namun ia dengan cepat mengejar Rani, meninggalkan Alif yang tertinggal di belakang.
Menyadari situasi ini, Alif pun segera berlari keluar taman dan menyusul Rani, berharap mereka bisa bertemu di tempat yang aman.
---
Setelah beberapa waktu, Alif akhirnya berhasil menemukan Rani di sebuah tempat tersembunyi di dekat perpustakaan. Nafas mereka terengah-engah, namun mereka merasa lega karena berhasil menyelamatkan kotak itu dari tangan Pak Arman.
"Kita harus lebih berhati-hati," kata Alif sambil mengambil kotak dari tas Rani. "Pak Arman jelas tidak akan menyerah dengan mudah."
Rani mengangguk, masih dengan wajah pucat. "Tapi, sekarang kita punya petunjuk pertama. Kita tinggal mencari empat lokasi lagi."
Dengan penuh semangat dan kewaspadaan, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Meski bahaya selalu mengintai, mereka tahu bahwa rahasia artefak ini adalah kunci untuk mengungkap sejarah kota mereka – sejarah yang harus mereka lindungi dari orang-orang seperti Pak Arman.
Setelah itu, mereka menuju ke cafe untuk beristirahat, lalu mereka secara tidak sengaja melihat pak Arman masuk ke cafe, bersama dengan seorang, pemuda berwajah tampan dan memiliki aura misterius lalu mereka pun segera bergegas keluar dari cafe, tanpa menarik perhatian setelah keluar dari cafe Rani, mengerutkan kening ny "org itu Wiliam?".