Keesokan harinya, setelah berhasil menyelamatkan kotak dari tangan Pak Arman, Alif dan Rani tidak bisa beristirahat lama. Meskipun mereka kini memiliki petunjuk pertama, mereka tahu bahwa ancaman belum berakhir. Justru, itu baru permulaan. Pak Arman mungkin seorang ancaman, tetapi mereka kini juga harus waspada terhadap seseorang yang jauh lebih berbahaya dan licik-Wiliam.
Alif memandangi potongan peta yang baru ditemukan. Mereka harus segera mengumpulkan semua bagian dari peta ini sebelum pihak lain mendapatkannya. Namun, semakin dalam mereka terlibat dalam misteri ini, semakin banyak bahaya yang mereka hadapi. Wiliam, yang baru saja mereka dengar namanya diucapkan oleh Pak Arman dalam pertemuan singkat di sebuah cafe, ternyata bukan sekadar nama. Wiliam adalah seorang yang memiliki kecerdasan luar biasa, namun juga seorang manipulatif yang bisa menyusun rencana berlapis-lapis untuk mengendalikan orang lain.
"Wiliam...," Rani mengulang nama itu, "Kau tahu dia?"
Alif mengangguk pelan. "Ya, aku pernah mendengar cerita tentang dia. Wiliam bukan orang biasa. Dia memiliki keahlian dalam membaca orang dan memanipulasi situasi. Dulu dia dikenal sebagai anak yang pendiam, tapi rumor mengatakan bahwa dia telah melakukan hal-hal yang sangat gelap, bahkan membunuh beberapa orang."
Rani tampak terkejut. "Maksudmu... dia membunuh?"
"Dia telah membunuh lebih dari dua puluh orang yang menurutnya adalah 'penghalang' bagi misinya. Dia menyebut mereka sebagai orang-orang yang merusak dunia ini," kata Alif, matanya berkilat tajam. "Pak Arman menganggap Wiliam sebagai ancaman yang lebih besar daripada dirinya. Itu sebabnya dia mungkin saja menggunakan kita untuk menghadapinya."
Mereka terdiam sejenak, merasakan beratnya ancaman yang baru saja mereka sadari. Wiliam bukan hanya seorang musuh yang cerdas, tetapi juga berbahaya dalam cara yang lebih halus dan meresahkan.
---
Beberapa hari kemudian, mereka tiba di lokasi kedua yang terletak di sebuah menara jam tua di pusat kota. Menara itu terletak di ujung jalan yang jarang dilewati orang, dengan kondisi bangunan yang sedikit rapuh. Namun, di balik keusangannya, menara itu menyimpan banyak sejarah-dan kemungkinan petunjuk berikutnya.
Mereka mengelilingi menara, mencoba mencari petunjuk atau simbol yang mungkin tersembunyi di sekitar bangunan tersebut. Saat matahari mulai terbenam, mereka mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Alif dan Rani saling berpandangan dengan gugup. Mereka segera berlindung di balik dinding batu menara, berharap bisa menghindari perhatian.
Tiba-tiba, sosok tinggi dan tampan muncul di depan mereka. Wiliam.
"Tidak mudah menemukan kalian," kata Wiliam dengan suara rendah dan penuh teka-teki. "Aku tahu kalian sedang mencari sesuatu yang besar. Tapi, tahukah kalian, kalian tidak akan bisa bersembunyi selamanya."
Rani terkejut dan bersiap melarikan diri, namun Alif mengangkat tangan untuk menghentikannya. "Apa yang kau inginkan, Wiliam?"
Wiliam tersenyum dingin, ekspresinya tetap tenang. "Kalian ingin tahu tentang peta ini, kan? Ternyata, kita punya tujuan yang sama. Tapi aku akan memberitahumu satu hal-jangan pernah berpikir kalian bisa mengalahkanku dalam permainan ini."
Alif merasa darahnya mendidih, tapi dia tahu bahwa Wiliam bukan orang yang bisa dilawan dengan kekerasan. "Kami tidak akan menyerah pada kalian," kata Alif dengan tegas. "Jika kau menginginkan peta ini, kau harus mengalahkan kami dengan cara yang lebih cerdik. Tapi kami akan terus maju. Kami akan menemukan seluruh petunjuk."
Wiliam tertawa pelan. "Kalian masih terlalu muda untuk memahami permainan ini. Kalian tidak tahu seberapa jauh aku akan pergi untuk mendapatkan apa yang aku inginkan."
Dia kemudian berbalik dan berjalan menjauh dengan langkah-langkah tenang, meninggalkan Alif dan Rani dalam keadaan terkejut dan bingung. Mereka tahu bahwa Wiliam bukan hanya berbahaya dalam hal kekuatan fisik, tetapi juga dalam kemampuannya untuk memanipulasi situasi dan mempengaruhi pikiran orang.
"Alif, kita tidak bisa membiarkan dia mendapatkan peta ini. Kita harus lebih berhati-hati," kata Rani, suaranya penuh keprihatinan.
Alif mengangguk. "Kita harus bergerak lebih cepat. Wiliam bukan orang yang bisa dianggap enteng. Dan kalau Pak Arman juga terlibat, kita berada di tengah permainan yang lebih besar daripada yang kita kira."
Saat mereka melanjutkan pencarian mereka, satu hal jelas: mereka tidak hanya berhadapan dengan Pak Arman, tapi juga dengan Wiliam yang licik dan berbahaya. Rahasia kota ini semakin terbuka, dan hanya satu hal yang pasti-kejaran waktu semakin mendekat, dan mereka harus siap menghadapi semua tantangan yang akan datang.