Chereads / Jejak Pencak Silat / Chapter 8 - Ujian Di Setiap Langkah

Chapter 8 - Ujian Di Setiap Langkah

Bab 9: Ujian di Setiap Langkah

Perjalanan Rangga dan Guru Haris menuju tempat suci semakin menantang. Semakin dekat mereka dengan tujuan, semakin banyak rintangan yang harus mereka hadapi.

Hutan Belantara yang Mematikan

Setelah meninggalkan desa, mereka memasuki hutan belantara yang lebat. Hutan ini terkenal angker dan dihuni oleh berbagai macam binatang buas. Ular berbisa, harimau, dan serangga raksasa menjadi ancaman nyata bagi mereka.

"Kita harus berhati-hati, Nak," kata Guru Haris. "Hutan ini penuh dengan bahaya."

Rangga mengangguk. Ia siap menghadapi segala tantangan. Dengan menggunakan ilmu pencak silatnya

Hutan belantara yang mereka hadapi bukanlah hutan biasa. Pohon-pohonnya menjulang tinggi, menaungi tanah dengan kegelapan yang mencekam. Suara binatang buas terdengar samar-samar, menambah rasa was-was dalam dada mereka.

"Hati-hati dengan tumbuhan beracun, Rangga," pesan Guru Haris. "Banyak tumbuhan di sini yang bisa menyebabkan halusinasi atau bahkan kematian."

Rangga mengangguk. Ia mengamati setiap langkahnya dengan seksama. Tumbuhan menjalar dengan duri tajam, bunga-bunga berwarna cerah namun beracun, dan jamur-jamur aneh tumbuh subur di lantai hutan.

Pertempuran dengan Ular Piton

Saat tengah istirahat di bawah naungan pohon besar, tiba-tiba tanah bergetar. Seekor ular piton raksasa muncul dari semak-semak. Matanya yang tajam menatap tajam ke arah mereka.

"Waspada!" seru Guru Haris.

Tanpa ragu, Rangga mengeluarkan pedangnya dan bersiap menghadapi ular piton itu. Dengan gerakan lincah, ia menghindari serangan ular piton. Namun, ular piton itu terlalu kuat dan cepat. Rangga harus menggunakan semua ilmu pencak silatnya untuk mengalahkan ular raksasa itu.

Setelah pertempuran yang sengit, akhirnya Rangga berhasil melumpuhkan ular piton itu. Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati.

Jebakan Suku Pedalaman

Beberapa hari kemudian, mereka terjebak dalam sebuah jebakan yang dibuat oleh suku pedalaman yang mendiami hutan itu. Mereka terperangkap dalam lubang yang dalam dan berdinding licin.

"Kita harus keluar dari sini," kata Rangga.

Mereka berusaha memanjat dinding lubang, namun sia-sia. Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki mendekat. Beberapa orang bersenjatakan tombak dan panah muncul dari balik semak-semak.

"Siapa kalian?" tanya salah seorang dari mereka dengan suara garang.

Rangga dan Guru Haris menjelaskan tujuan mereka. Mereka meminta izin untuk melewati hutan ini. Setelah mendengar penjelasan mereka, suku pedalaman itu akhirnya mengizinkan mereka untuk pergi.

Pertemuan dengan Penjaga Hutan

Sebelum mereka diizinkan pergi, seorang penjaga hutan yang sangat tua datang menemui mereka. Penjaga hutan itu mengatakan bahwa mereka harus melewati ujian sebelum diizinkan melanjutkan perjalanan.

"Ujian apa itu?" tanya Rangga.

"Kalian harus melewati hutan ini tanpa membuat suara sedikit pun," jawab penjaga hutan itu. "Jika kalian membuat suara, kalian akan tersesat selamanya."

Rangga dan Guru Haris menerima tantangan itu. Mereka berjalan dengan sangat hati-hati. Mereka harus menghindari ranting yang patah, daun yang bergesek, dan suara binatang yang bersembunyi di semak-semak.

Setelah beberapa jam berjalan, mereka akhirnya berhasil keluar dari hutan itu. Penjaga hutan itu tersenyum dan memberi mereka restu untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah berhasil melewati ujian dari suku pedalaman, Rangga dan Guru Haris melanjutkan perjalanan mereka. Mereka kini harus menghadapi tantangan berikutnya: sebuah sungai yang airnya mengalir deras dan bergelombang. Sungai ini dianggap sebagai batas terakhir sebelum mencapai tempat suci.

"Sungai ini sangat berbahaya," kata Guru Haris sambil menatap sungai yang mengalir deras di hadapan mereka. "Arusnya sangat kuat dan banyak pusaran air yang bisa menyeret kita."

Rangga mengangguk. Ia mengamati sungai itu dengan seksama. Airnya berwarna cokelat keruh, membawa serta lumpur dan ranting-ranting kayu.

"Kita harus membuat rakit untuk menyeberang," usul Rangga.

Mereka mencari batang pohon yang cukup kuat untuk dijadikan rakit. Setelah menemukan beberapa batang pohon yang sesuai, mereka mulai mengikatnya dengan menggunakan liana yang kuat.

"Kita harus berhati-hati saat menyeberang," kata Guru Haris. "Jika rakit kita terbalik, kita akan terseret arus."

Rangga mengangguk. Ia mengambil nafas dalam-dalam dan kemudian naik ke atas rakit. Guru Haris menyusul di belakangnya. Mereka kemudian mendorong rakit menjauh dari tepi sungai.

Arus sungai semakin deras saat rakit mereka bergerak menjauh dari tepi. Rakit terombang-ambing di atas gelombang. Rangga harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk menjaga keseimbangan rakit.

Tiba-tiba, rakit mereka terjebak dalam pusaran air yang besar. Rakit berputar-putar dengan sangat cepat. Rangga dan Guru Haris berusaha sekuat tenaga untuk menjaga agar rakit tidak pecah.

Setelah beberapa saat, rakit mereka berhasil keluar dari pusaran air. Namun, mereka belum sepenuhnya aman. Mereka masih harus menghadapi banyak rintangan lainnya.

Saat rakit mereka terombang-ambing di tengah pusaran air, tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang sangat keras. Seketika, rakit mereka terbelah menjadi dua bagian. Rangga dan Guru Haris terjatuh ke dalam air yang dingin dan deras.

Mereka berusaha sekuat tenaga untuk berenang menuju tepi sungai. Namun, arus sungai terlalu kuat. Mereka terus terseret semakin jauh ke tengah sungai.

"Awas!" teriak Guru Haris.

Sebuah bayangan besar muncul di bawah permukaan air. Itu adalah seekor ular air raksasa yang matanya bersinar merah menyala. Ular itu membuka mulutnya yang lebar dan siap menerkam Rangga dan Guru Haris.

Dengan sekuat tenaga, Rangga dan Guru Haris menendang air dan berusaha menjauh dari ular air itu. Mereka berhasil menghindari serangan pertama ular air itu, namun ular itu terus mengejar mereka.

Akhirnya, mereka menemukan sebuah gua kecil di dasar sungai. Mereka masuk ke dalam gua itu untuk menghindari kejaran ular air. Di dalam gua, mereka menemukan sebuah ruangan yang sangat luas. Di tengah ruangan itu, terdapat sebuah peti harta karun yang terbuat dari emas.

"Ini pasti harta karun yang hilang," kata Guru Haris dengan mata berbinar.

Mereka membuka peti harta karun itu. Di dalamnya, mereka menemukan berbagai macam perhiasan, senjata kuno, dan sebuah peta kuno.

"Peta ini menunjukkan lokasi tempat suci," kata Rangga sambil mengamati peta itu.

Mereka memutuskan untuk membawa peta itu keluar dari gua. Setelah merasa aman, mereka keluar dari gua dan kembali ke permukaan air.

Mereka berhasil menemukan beberapa potongan kayu yang mengapung di permukaan air. Mereka kemudian mengikat potongan-potongan kayu itu dan membuat rakit darurat.

Dengan menggunakan rakit darurat itu, mereka berhasil mencapai tepi sungai. Mereka sangat bersyukur karena berhasil selamat dari bahaya.