Chereads / Jejak Pencak Silat / Chapter 9 - Rahasia Peta kuno

Chapter 9 - Rahasia Peta kuno

Rahasia Peta Kuno

Setelah selamat dari serangan ular air raksasa dan berhasil mendapatkan peta kuno, Rangga dan Guru Haris kembali ke tempat persembunyian mereka. Mereka menyalakan api unggun dan mulai mempelajari peta itu dengan seksama.

"Peta ini sangat rumit," kata Guru Haris sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Aku belum pernah melihat peta seperti ini sebelumnya."

Rangga mengamati peta itu dengan penuh perhatian. Ia mencoba mencocokkan simbol-simbol yang ada di peta dengan tempat-tempat yang telah mereka lewati.

"Aku pikir simbol ini mewakili sungai yang kita seberangi tadi," kata Rangga sambil menunjuk sebuah simbol yang berbentuk gelombang.

"Dan simbol ini mungkin mewakili gunung yang kita daki," tambah Guru Haris sambil menunjuk sebuah simbol yang berbentuk segitiga.

Setelah berdiskusi panjang lebar, mereka akhirnya menemukan kunci untuk memecahkan kode pada peta itu. Ternyata, simbol-simbol pada peta itu mewakili konstelasi bintang. Dengan menggunakan pengetahuan tentang astronomi, mereka berhasil menguraikan kode pada peta itu.

"Tempat suci itu terletak di sebuah pulau yang tersembunyi," kata Rangga dengan semangat. "Pulau itu hanya muncul sekali dalam setahun, saat terjadi gerhana matahari total."

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki mendekat. Mereka segera bersembunyi di balik semak-semak.

Beberapa orang bersenjatakan pedang dan tombak muncul dari balik pepohonan. Mereka adalah sekelompok penjahat yang mencari harta karun.

"Mereka pasti sudah mengetahui tentang peta ini," gumam Guru Haris.

"Kita harus berhati-hati," kata Rangga. "Mereka pasti akan berusaha merebut peta ini dari kita."

Rangga dan Guru Haris segera menyadari bahwa mereka tidak bisa tinggal diam. Mereka harus segera meninggalkan tempat persembunyian mereka dan mencari tempat yang lebih aman. Namun, kelompok penjahat itu sudah mengepung tempat mereka bersembunyi.

"Kita harus melawan mereka," kata Rangga dengan tegas.

"Tapi jumlah mereka lebih banyak dari kita," kata Guru Haris.

"Kita tidak punya pilihan lain," jawab Rangga. "Kita harus melindungi peta ini."

Mereka keluar dari persembunyian dan langsung berhadapan dengan kelompok penjahat itu. Pemimpin kelompok penjahat itu adalah seorang pria bertubuh besar dan berkumis lebat. Matanya memancarkan kebencian dan keserakahan.

"Serang mereka!" perintah pemimpin kelompok penjahat itu.

Segera terjadi pertempuran yang sengit. Rangga dan Guru Haris melawan dengan sekuat tenaga. Mereka menggunakan semua ilmu bela diri yang mereka miliki untuk mengalahkan para penjahat itu.

Rangga dengan lincah menghindari serangan para penjahat. Ia melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, menyerang para penjahat dari belakang. Sementara itu, Guru Haris menghadapi pemimpin kelompok penjahat itu. Mereka bertarung dengan menggunakan pedang.

Pertempuran berlangsung lama dan melelahkan. Banyak dari para penjahat yang terluka dan melarikan diri. Namun, pemimpin kelompok penjahat itu sangat kuat dan sulit dikalahkan.

Barbar dan kelompoknya adalah sisa-sisa bajak laut yang dulu berjaya di lautan. Setelah kapal mereka hancur dalam badai, mereka terdampar di pulau ini dan hidup sebagai perompak darat. Mendengar kabar tentang harta karun, mereka tidak akan ragu untuk melakukan apa saja untuk mendapatkannya.

Hutan belantara yang lebat menjadi medan perang yang tidak menguntungkan bagi kelompok penjahat. Rangga dan Guru Haris, yang lebih familiar dengan hutan, memanfaatkan lingkungan sekitar untuk melancarkan serangan mendadak. Mereka melompat dari cabang ke cabang pohon, melemparkan batu tajam.

Rangga, dengan kelincahan dan kecerdasannya, menerapkan taktik gerilya. Ia terus bergerak dan menghindari serangan langsung dari Barbar. Ia memanfaatkan kelemahan lawan, yaitu jumlah mereka yang besar namun kurang disiplin. Dengan cepat dan tepat, ia melumpuhkan beberapa anggota kelompok penjahat.

Guru Haris, dengan pengalamannya yang luas dalam ilmu bela diri, menghadapi Barbar dalam pertarungan satu lawan satu. Keduanya saling bertukar serangan dengan pedang, menghasilkan percikan api yang menyilaukan. Guru Haris menggunakan teknik-teknik kuno untuk menangkis serangan Barbar dan mencari celah untuk melancarkan serangan balik.

Setelah pertarungan yang melelahkan, Rangga berhasil melumpuhkan beberapa anak buah Barbar. Guru Haris, dengan satu serangan akurat, berhasil melukai lengan Barbar. Barbar yang kesakitan dan marah, semakin menjadi-jadi dalam menyerang. Namun, dengan kerja sama yang baik, Rangga dan Guru Haris berhasil menjatuhkan Barbar.

Dengan kemenangan di tangan, Rangga dan Guru Haris menatap sisa-sisa pertempuran di hutan belantara. Barbar dan anak buahnya yang masih sadar telah menyerah dan terikat. Hujan yang turun tadi malam telah membasuh sebagian besar bekas darah, namun aroma amis masih terasa di udara.

Barbar dan anak buahnya yang masih hidup dibawa ke hadapan seorang kepala suku setempat. Mereka akan diadili atas kejahatan yang telah mereka lakukan. Beberapa dari mereka memilih untuk bergabung dengan suku tersebut sebagai pekerja paksa, sementara yang lainnya diusir dari wilayah itu. Barbar sendiri, sebagai pemimpin kelompok, dijatuhi hukuman yang lebih berat. Ia diasingkan ke pulau terpencil sebagai peringatan bagi orang lain yang berani mengganggu kedamaian hutan.

Pertempuran telah meninggalkan bekas yang dalam bagi Rangga dan Guru Haris. Keduanya mengalami luka-luka, baik fisik maupun mental. Rangga mengalami luka robek di lengannya akibat sabetan pedang Barbar, sementara Guru Haris mengalami kelelahan fisik yang hebat. Namun, semangat mereka untuk melanjutkan perjalanan tidak luntur. Mereka menyadari bahwa petualangan mereka belum berakhir.

Dalam kekacauan pertempuran, peta kuno yang mereka miliki sedikit rusak. Beberapa bagian sobek dan tinta pada peta mulai luntur. Namun, informasi penting seperti lokasi pulau tersembunyi masih bisa dibaca dengan jelas.

Setelah beberapa hari beristirahat dan merawat luka-luka mereka, Rangga dan Guru Haris mulai mempersiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan. Mereka memperbaiki rakit yang rusak, mengumpulkan perbekalan, dan mempelajari kembali peta kuno tersebut. Mereka juga membuat rencana perjalanan yang lebih matang, dengan mempertimbangkan kemungkinan bahaya yang akan mereka hadapi.