Mereka masih mengobrol di sana; obrolan itu hanya tentang bisnis. Meskipun sebenarnya hanya Kage dan Akamura yang perlu berbicara, kekasih Akamura dan Chen juga ikut berada di ruangan itu.
Bahkan, Chen tak ragu bertanya sesuatu. "Bolehkah aku bertanya soal bayi yang hilang milikmu, Tuan Akamura?" tatapnya.
"Apa yang ingin kau ketahui? Apa kau ingin mencarinya untukku? Lakukan saja, aku akan memberikan imbalan besar... kecuali jika kau suka. Intuisiku hanya mengatakan bahwa bayi itu tak akan bertahan hidup dan mungkin sudah mati... Tapi jika dia hidup, aku pasti akan menganggap orang yang membawa bayi itu pasti dulunya menculik bayiku, jika aku bertemu dengan orang nya, aku akan menghukumnya sampai hukum tak bisa membebaskan nya."
"(Uh, sadis sekali...) Ya, siapa tahu kami bisa mencarinya atau mungkin kebetulan menemukannya..." tatap Chen dengan canggung.
Saat itu juga, kekasih Akamura mengulurkan selembar foto. "Ini, fotonya... diambil saat setelah dua bulan dia lahir. Dia sangat imut..." Ia menyodorkannya pada Chen, yang menerimanya.
"Oh, lucu sekali..." Chen menatap, namun ia terkejut, bahkan dia tak bisa menahan ekspresi terkejutnya.
Kage menatapnya dengan bingung. "Kenapa?" Bahkan dia hendak mengambil foto itu, tapi Chen cepat menariknya agar tidak diambil Kage, membuat Kage terdiam bingung. "Ada apa denganmu? Aku ingin melihatnya."
"Ti... Tidak, jangan... Bayi ini sangat lucu... Nanti... nanti kau malah ingin membuatnya..." tatap Chen dengan ketakutan, seakan menyembunyikan sesuatu.
Kage terdiam, tapi dia tampak kesal. "Kalau begitu, jadikan sebagai referensi..." Dia bahkan ikut bercanda.
"Tak apa jika kalian berebut melihat bayiku, aku masih punya foto lain..." Akamura dengan semangat memberikan selembar foto pada Kage. Saat Kage akan menerimanya, Chen langsung merebutnya.
"Chen!" Kage menatap kesal. "Ada apa denganmu? Kau mau dipecat?"
"Ti... Tidak, tunggu dulu, percayalah, kau tidak ingin melihat bayi ini..." tatap Chen dengan panik, matanya sesekali beralih antara Kage dan foto yang ia genggam erat. Ia tampak gelisah, kedua tangannya sedikit gemetar. Meski sering terlihat tenang, kali ini Chen tampak benar-benar tertekan, seakan ia menyimpan sebuah rahasia besar yang sangat ia takutkan terbongkar.
Namun, kekasih Akamura tampak mencurigai sesuatu. Dengan pandangan tajam yang memperlihatkan kepeduliannya sebagai seorang ibu, ia bertanya dengan nada lembut namun menyelidik, "Apakah maksudmu, kamu pernah melihat bayi itu? Dia bernama Nian..." tatapnya. Suaranya penuh harap, seperti seseorang yang telah lama menanti kabar tentang sesuatu yang hilang dalam hidupnya, sesuatu yang sangat berarti.
Seketika, ekspresi wajah Kage dan Chen berubah. Keduanya tampak terkejut, masing-masing terdiam sejenak, seakan tak tahu harus berkata apa. Nama itu, "Nian," seperti menguak sesuatu yang tersembunyi dalam benak mereka. "Nian?" gumam Kage sambil menatap tajam pada Akamura, memastikan kalau ia tak salah dengar. Kage mencoba menenangkan pikirannya, namun pikirannya melayang-layang pada kenangan yang baru saja muncul di benaknya, kenangan tentang bayi yang pernah ia lihat bersama Hikari.
"Ya, Nian... Nama itu sudah tertulis di gelangnya, namanya Nian. Aku memberinya gelang itu saat usianya baru satu bulan, setelah itu, dia hilang..." kata Akamura.
Kage hanya bisa menatap Akamura, merasakan beban kesedihan yang terpancar dari sosok itu. Sementara itu, Chen menelan ludah, merasa semakin cemas. Setiap kali mendengar nama "Nian," perasaannya bercampur antara ketakutan dan rasa bersalah. Ia menyadari bahwa ada sesuatu yang harus ia jaga, tetapi di saat yang sama, ia tidak bisa mengabaikan perasaan seorang ibu yang telah kehilangan anaknya.
"Nian? Tunggu," Kage mencoba memproses informasi ini, menatap Akamura dengan mata yang penuh rasa ingin tahu sekaligus ragu, "sudah berapa lama kau kehilangan bayimu?" tanyanya, suaranya lebih lembut, seolah takut menggali luka lama.
Akamura terdiam sejenak, lalu berkata pelan, "Mungkin sekitar... satu tahun?"
Namun, kekasihnya segera menambahkan, "Tidak, lebih lama..." Nada suaranya mencerminkan kepastian dari seorang yang mengingat setiap detail peristiwa menyakitkan itu, mungkin setiap malam yang ia lewati sambil mengharapkan keajaiban.
Kage langsung teringat pada Nian yang selama ini berada dalam asuhan Hikari. Ia tidak percaya pada kebetulan sebesar ini, namun potongan-potongan informasi yang baru ia dapatkan terlalu jelas untuk diabaikan. "Tidak mungkin, kan?" gumamnya pelan, hampir tak terdengar, namun sorot matanya yang tajam menunjukkan kecemasan yang mulai menghantuinya.
Namun, Chen tampak sangat gelisah. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menyela. "Tuan Kage, bagaimana kalau kita akhiri percakapan kita hari ini... Hm... Masih ada waktu untuk menemui pebisnis selanjutnya, hehe..." tatapnya sambil memaksakan senyum, berharap bisa segera menjauhkan Kage dari percakapan yang semakin berbahaya ini.
Kage mengangguk pelan, masih tampak terkejut dan sedikit bingung. "Ya, baiklah... Sepertinya cukup sampai di sini," katanya sambil melirik Akamura, yang masih menatapnya dengan harapan.
"Tolong, jika kau menemukan bayi itu, aku akan sangat senang..." tatap Akamura, suaranya penuh harap namun masih terdengar putus asa, seolah ia telah kehabisan jalan untuk menemukan anaknya. Kage hanya mengangguk perlahan, namun dalam benaknya, ia mulai dihantui oleh pikiran tentang masa depan dan hubungan antara Hikari dan bayi yang kini berada di bawah asuhannya.
Saat mereka keluar dari gedung, Kage tampak semakin tenggelam dalam pikirannya. Ia berjalan dengan langkah pelan, seolah pikirannya telah menjauh dari tempat itu. "Apa itu benar-benar Nian? Tadi aku berpikir bahwa Nian hanyalah bayi dari orang penting... Rupanya memang benar..." gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam kesunyian malam.
Chen menatapnya penuh khawatir, lalu berkata dengan nada serius, "Kage, tidak mungkin kau akan memberitahu Hikari, kan?" Tatapannya penuh kecemasan, seakan ia menyadari betapa berbahayanya informasi ini bagi Hikari.
Mendengar itu, Kage kembali berpikir. "(Hikari bilang, dia sangat menyayangi bayi itu. Bayi itu sudah mengajarinya tanggung jawab sebagai ibu, dia merawat bayinya dengan baik sehingga waktunya selalu tersita dan tidak memikirkan pekerjaan... Jika aku memberitahunya bahwa bayi itu adalah milik orang lain, apakah dia mau melepaskannya?)" Dia tampak berpikir keras.
"Kage, jangan berpikir terlalu banyak. Jika mereka sudah terikat, Nian juga akan sedih jika berpisah dengan Hikari..." tatap Chen dengan khawatir, membuat Kage semakin banyak berpikir. "(Bagaimanapun juga, Nian harus tahu bahwa Hikari bukan ibunya, dan ayahnya adalah Akamura...)"
Hingga kemudian, keesokan harinya, dia memutuskan untuk mengunjungi Hikari di apartemennya. Namun, saat menekan bel, ternyata yang keluar bukan Hikari, melainkan Shiba yang sedang menggendong Nian. "Eh, iya? Kau... pacarnya Hikari?" Shiba menatap.
Lalu Nian langsung senang. "Gege... gege..." Dia bahkan meminta Kage untuk menggendongnya.
"Di mana Hikari?" tanya Kage sambil menggendong Nian.
"Uh, um, dia keluar untuk berbelanja, mungkin sebentar lagi datang..." tatapnya.
Karena Kage tak bisa menahan rasa penasarannya, dia bertanya pada Shiba. "Kau adalah tetangga yang paling dekat dengannya, bukan? Lalu, apa kau tahu bagaimana Hikari mendapatkan Nian?" tatap Kage dengan serius.
"Eh, um... (Kenapa bertanya seperti itu?) Ya, seperti yang terlihat. Sebenarnya aku bertemu Hikari saat dia merasa sedih dan putus asa. Aku hanya menghiburnya sebagai tetangga, tapi pada suatu malam, aku mendengar suara dan kebetulan aku akan keluar dari pintu apartemen. Namun, aku menahan langkahku karena mendengar suara wanita bicara, dia bilang 'tolong, semoga kau menemukan sosok yang lebih baik.' Setelah itu hening sejenak dan kemudian suara tangis bayi terdengar. Hal itu membuat aku keluar, lalu disusul Hikari yang keluar dari pintu apartemennya. Ternyata ada bayi yang hanya dilapisi selimut tebal, terbaring di depan pintu apartemen Hikari. Kami terkejut, dan aku menceritakan apa yang kudengar pada Hikari. Sudah jelas itu adalah orang yang sengaja meninggalkan bayinya, tapi sayangnya dia sudah pergi tanpa meninggalkan jejak. Bayi itu terus menangis, dan Hikari mencoba menggendongnya. Ketika dia menenangkannya, bayi itu benar-benar berhenti menangis, dan kami melihat ada gelang tipis yang bertuliskan NIAN. Karena kami tak tahu masalahnya, Hikari memutuskan untuk merawat Nian. Jadi, dia berusaha mendapatkan surat adopsi setelah mencari informasi soal bayi Nian yang tidak diketahui polisi sama sekali. Jadi, mereka mengizinkan Hikari untuk merawatnya. Mau bagaimana lagi, Hikari juga sangat ingin jika bisa merawat bayi, dan sekarang, sudah ada 2 tahun atau mungkin lebih. Nian sudah menganggap Hikari sebagai ibunya..." kata Shiba, membuat Kage kembali berpikir serius.
"(Sudah jelas bahwa itu adalah Nian, putra Akamura. Aku harus menyerahkan bayi ini pada Akamura. Jika tidak, ketika semakin besar, bayi ini pasti akan bertanya-tanya dari mana asalnya dan siapa itu Hikari. Hikari tak akan bisa menjelaskan bahwa dia adalah ibu yang melahirkannya. Hikari bahkan tidak pernah memiliki riwayat apapun. Bayi ini tidak boleh dibiarkan bingung...)" Ia tampak berpikir sambil menatap Nian yang digendongnya. Lalu dia menatap Shiba. "Jika aku mengatakan pada Hikari bahwa aku tahu orang tua dari bayi ini, apakah dia akan sedih?" tatapnya.
Namun, Shiba tampak terkejut. "Benarkah? Kau tahu siapa orang tuanya? Siapa?" Dia malah penasaran.
"Bayi ini... milik seorang yakuza, dan itu sangat berbahaya jika orang itu tahu Hikari yang merawatnya, karena dia bisa berpikir bahwa Hikari menculik bayi ini..." kata Kage.
"Astaga, itu berbahaya sekali..." Shiba tampak terkejut, lalu menambahkan, "Aku tidak tahu apakah Hikari akan terkejut, tapi jika kau meminta Hikari menyerahkan bayinya pada orang tua aslinya, mungkin dia akan sedih. Maksudku, Hikari dan Nian, mereka jelas sudah terhubung satu sama lain..." tatapnya.
"Aku tahu, tapi Hikari juga harus tahu risiko dari membawa bayi yang akan semakin besar dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan bisa dijawab satu per satu..." tatap Kage dengan serius. Sementara Nian hanya terdiam polos dari tadi tidak mengerti apa yang mereka bicarakan itu.
Namun, ada suara langkah kaki perlahan mendekat, membuat mereka menoleh. Siapa sangka, itu adalah Hikari dengan tas belanja yang ia letakkan di pundaknya.
"Hikari?!" Kage terkejut melihatnya, karena dia takut Hikari mendengar semuanya.
Dilihat-lihat, Hikari hanya tersenyum kecil tapi tetap lembut. Namun, setelah itu terdengar suaranya, "Aku sudah mendengar semuanya, kok..." tatapnya, tapi suara itu disusul air mata yang mengalir di pipinya. Meskipun dia mencoba menutupinya dengan senyuman yang terlihat palsu, sudah jelas Hikari mendengar semuanya tadi.