Chereads / Romantika Gadis Kontrak / Chapter 52 - Chapter 52 Kontra

Chapter 52 - Chapter 52 Kontra

Hari berikutnya, Chichi melangkah keluar dari rumah sakit. Wajahnya tampak tenang, tetapi ada sorot kegelisahan di matanya. Udara pagi yang sejuk tak mampu meredam ketegangan yang terasa menguasai pikirannya. Di sudut halaman rumah sakit, Haku terlihat berjalan mendekat, langkahnya mantap namun penuh kehati-hatian.

"Chichi, bagaimana keadaanmu?" tanyanya, nada suaranya lembut namun ada kekhawatiran yang tersirat di balik pertanyaan itu. Tatapan Haku terfokus pada wajah Chichi, mencoba membaca apa yang tersembunyi di balik ekspresi dinginnya.

"Aku baik-baik saja," jawab Chichi singkat, suaranya terdengar datar. "Tak perlu basa-basi. Sekarang aku ingin menemui Kage," tambahnya, nada bicaranya berubah menjadi lebih tajam, menunjukkan ketegasan niatnya.

Haku menghela napas, lalu menatap Chichi dengan penuh pertimbangan. "Tunggu, Chichi. Apa kau tidak tahu kabarnya? Kage benar-benar sudah membuat semua orang percaya dia menjalin hubungan dengan Hikari," katanya, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati.

"Apa?!" Chichi terperanjat, raut wajahnya berubah dalam sekejap. "Memang benar-benar... Memang kenapa jika semua orang berpikir begitu?! Apa alasannya?" Nada suaranya meninggi, mencerminkan amarah yang mulai membuncah di hatinya.

Haku tetap tenang, meskipun ia tahu kata-katanya akan semakin menyulut emosi Chichi. "Itu memang benar dan tak perlu ada alasan lagi," ujarnya dengan nada yang sengaja ia buat netral, seolah mencoba meredakan suasana.

"Cih!" Chichi mendengus kesal sambil melipat kedua tangannya di dada. "Cepat atau lambat, aku akan mencarikan wanita yang lebih baik," katanya dengan nada penuh keyakinan, seolah-olah ia sedang merencanakan sesuatu yang tak bisa diganggu gugat.

Haku mengangkat satu alisnya, lalu berkata dengan nada penuh ironi, "Apa kau sadar wanita yang lebih baik itu hanya akan sama seperti Lily?"

Wajah Chichi memerah. "Haku, apa maksudmu?! Apa kau mencoba menentangku juga?! Pilihanku bahkan tak pernah salah," katanya dengan nada tajam, matanya menatap Haku dengan penuh kemarahan.

Haku tetap berdiri di tempatnya, tidak terintimidasi. Ia berbicara dengan nada yang lebih serius kali ini. "Chichi, orang yang kau ingat, seperti Lily, dia tidak akan mudah menyerah. Dia pasti akan selalu mengejar Kage. Dia bukan wanita yang gampang putus asa, apalagi malu. Dia pasti akan terus merayu Kage. Coba bayangkan jika ada wanita yang sama seperti Lily? Bukankah hidupmu tidak akan nyaman jika kasus rumah tangga Kage semakin berantakan karena dia terus menikahi wanita yang salah? Kenapa tidak kau biarkan Kage menjalin hubungan dengan Hikari dulu?" Pandangan Haku penuh keyakinan, berusaha menyampaikan maksudnya dengan jelas.

Chichi terdiam sejenak, tetapi ketegangan di wajahnya tidak mengendur. "Tidak. Intinya, buat semua orang berpikir bahwa Kage akan kucarikan orang lain sebagai pasangan. Pria itu memang harus dipilihkan pasangan. Cepat atau lambat, ini semua akan terjadi. Aku tetap tak mau dia bersama gadis itu," katanya dengan suara tegas, lalu berbalik pergi dengan langkah cepat. Haku hanya bisa menghela napas panjang, merasa lelah berdebat dengan kepala batu Chichi.

Di tempat lain, Lily yang sedang sibuk dengan kariernya mendapatkan kabar yang membuat darahnya mendidih. Dari balik mejanya yang penuh dengan dokumen dan berkas-berkas pekerjaan, ia mendengar bisik-bisik dari orang-orang yang melintas di luar kantornya.

"Apa yang mereka bicarakan tadi?" tanyanya dengan nada tajam pada asistennya, yang langsung menegakkan tubuh, terlihat gugup.

"Chichi dari keluarga besar itu telah menentukan pilihan untuk menjodohkan Tuan Kage lagi," jawab asisten itu dengan suara pelan, mencoba menyampaikan berita itu tanpa memperburuk suasana.

"Apa?! Apa jangan-jangan dia dijodohkan dengan gadis polos itu?!" Lily mendesis dengan nada penuh kebencian. Wajahnya memerah, matanya memancarkan amarah yang tidak bisa disembunyikan. "Tidak, aku tidak mau Tuan Kage bersama Hikari. Aku harus memberi pelajaran. Tidak akan... Tidak akan," gumamnya, dengan tangan yang mengepal erat di atas meja. Rasa dendam perlahan memenuhi pikirannya, membuatnya merencanakan sesuatu yang gelap di dalam hati.

Di sisi lain, Hikari masih tenggelam dalam kesedihannya. Malam sebelumnya, ia menangis di pelukan Kage, air matanya membasahi bahu pria itu. Setelah lama terisak, akhirnya ia tertidur. Kage dengan lembut membaringkannya di atas ranjang, memastikan tubuh Hikari tertutup selimut dengan sempurna. Dalam keremangan ruangan, Kage berdiri memandang wajah Hikari yang tenang dalam tidurnya.

"Hikari," gumamnya, hampir seperti bisikan, sambil berlutut di samping ranjang. Ia menatap wajah Hikari yang terlihat lelah tetapi damai. "Hikari, aku minta maaf jika aku tak bisa menjadi orang yang kau harapkan untuk selalu membantumu. Bagaimanapun juga, aku sudah berusaha. Tapi aku berpikir kau meminta aku melakukan lebih dari itu. Aku berjanji, semua halangan, konflik, atau sesuatu yang mengganggu hubungan kita, aku akan menyingkirkannya hanya untukmu," katanya dengan nada tulus, sebelum dengan lembut mencium kening Hikari dan pergi meninggalkannya.

Saat kembali ke kantornya, Kage mencoba memusatkan perhatian pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terusik oleh berbagai masalah. Ia tahu Hikari mungkin akan membutuhkan waktu lama untuk melupakan Nian, sementara situasi di sekitarnya semakin rumit.

"Kage, apa kau tahu? Chichi sedang mencari cara untuk bertemu denganmu. Dia bahkan tadi ke sini. Aku bilang saja kau tidak ada karena kau sedang di rumah Hikari, tapi aku tidak mengatakan alasan yang sebenarnya. Bagaimanapun juga, bukankah masalah ini harus segera diselesaikan? Jika tidak, Chichi hanya akan keras kepala memaksamu berpisah dengan Hikari," ujar Chen sambil berdiri di depan meja Kage.

Kage hanya menghela napas panjang. "Aku akan pikirkan... Selagi tak ada pengganggu," balasnya sambil memijat pelipisnya. Namun, jauh di sana, Lily sedang menyusun rencana untuk kembali ke dalam kehidupan Kage dengan cara yang tidak terduga.

"Atau begini saja," kata Chen, memecah keheningan, "pindahkan Hikari ke tempat di mana tak ada orang yang tahu."

"Apa maksudmu?" tanya Kage sambil menatap Chen dengan alis sedikit terangkat.

"Yah... Mungkin di mansion-mu. Kau bisa membeli satu mansion khusus untuk dihuni Hikari. Dengan begitu, Chichi dan yang lainnya tidak akan tahu kalau kau menyembunyikan Hikari di sana. Lagipula, Hikari akan aman," kata Chen, nada suaranya terdengar optimis.

Kage terdiam mendengar usul itu. Ia menatap kosong ke depan, lalu perlahan tersenyum kecil. "Itu ide yang patut dicoba," gumamnya.

Hingga pada malam itu di apartemen Hikari, dia sedang menonton televisi. Dia hanya bisa menghela napas panjang setiap kali. "(Setelah Nian pergi, rasanya sepi sekali... Mas Kage juga tidak ke mari... Tapi, untuk apa aku mengkhawatirkannya...)" Dia tampak kesal, tapi wajahnya terus menunjukkan kekhawatiran, bahkan menatap ke jam dinding di sana. "(Aku tidak perlu berpikir terlalu banyak, kan? Tapi, aku berharap Mas Kage bisa ada di sini. Tapi di sisi lain, aku juga harus sadar bahwa aku tidak boleh mengganggu pekerjaannya...)" pikirnya sekali lagi.

Sementara itu, Kage sedang berjalan menuju mobilnya. Ia sudah selesai mengerjakan pekerjaannya. "(Chichi yang saat ini sibuk mencarikan wanita, aku hanya tinggal menyusun rencana saja... Ketika dia membawa wanita di hadapanku, aku tidak akan segan-segan melakukan tindakan keras. Aku tak peduli Chichi itu siapa, karena aku tahu mana yang benar dan mana yang harus bersama aku...)" pikirnya dengan beberapa rencana di otaknya.

Namun, saat akan membuka pintu, seseorang berteriak memanggilnya. "Tuan Kage!!"

Kage menoleh, dan matanya melebar tak percaya karena itu adalah Lily.

Kage yang tidak mau bermasalah menjadi panik dan mencoba membuka pintu. Tapi, siapa sangka, kepanikannya membuat alarm mobilnya menyala karena kunci belum terbuka.

Kage segera menekan tombol kunci agar alarm mobilnya berhenti, dan Lily mendekat. "Ahhh, Tuan Kage~" Tatapnya.

Namun, Kage hanya terdiam dingin, menatapnya tajam. "Kenapa kau masih berani menemuiku? Apa kau belum merasa malu dengan apa yang telah terjadi?"

"Tuan Kage... Aku bukan wanita yang cepat putus asa. Biarkan saja masa lalu terjadi. Kudengar kau telah bertunangan dengan gadis itu. Benar-benar beruntung sekali, ya... Berapa uang yang kau keluarkan untuk menyogok Chichi? Atau kau memohon seperti anjing yang meminta makan?" ujar Lily dengan nada yang benar-benar merendahkan Kage.

Kage hanya terdiam, menoleh ke sekeliling dengan tatapan kesal. "Aku akan pergi."

"Hei, Tuan Kage!" Lily langsung menahan tangannya.

"Kenapa denganmu?! Hikari sedang menungguku!!" Kage berkata dengan nada kesal.

"Oh, jadi benar soal rumor itu! Gadis itu?!" balas Lily.

"Lily, kau seharusnya malu. Di masa lalu, Chichi juga membencimu karena kau bukan wanita yang perawan."

"Memangnya kenapa?! Belum tentu juga gadismu perawan!!!" Lily berteriak, tapi Kage membalasnya.

"Sekali lagi kau bilang begitu, aku akan mengancammu. Jangan pikir tanganku tidak akan maju untuk melawan perkataan busukmu. Malulah pada dirimu sendiri. Wanita yang tidak perawan pantas mati!" Kata Kage tegas. Baru kali ini dia berteriak melawan perkataan merendahkan dari seseorang seperti Lily.

Seketika, Lily benar-benar tak percaya. Dengan cepat, ia menampar Kage, membuatnya terdiam kaku.

"Kau pikir di dunia ini wanita perawan itu masih ada? Jika gadis itu memang perawan, tunjukkan padaku bagaimana dia perawan untukmu!!" Teriak Lily.

"Baiklah! Akan kutunjukkan!!" Kage langsung menyela.

"Tuan Kage... Kau benar-benar keji padaku, padahal dulu kau sangat lembut padaku," ujar Lily sambil mulai meneteskan air mata.

"Tidak perlu salah paham. Aku tidak lembut, itu karena aku memang tidak peduli," kata Kage, lalu ia masuk ke mobil dan meninggalkan Lily yang masih meneteskan air matanya. "(Tuan Kage... Kenapa kau bersikap begitu?)" ia tampak mengepal tangan. "Lihat saja, aku akan membalaskan dendam...!! Lagi!!!"

Sementara itu di tempat Hikari, ia mendapatkan pesan dari Kage. Hikari yang menonton televisi menyempatkan untuk melihat pesan itu.

"Hikari, aku akan ke apartemen mu..."

Seketika Hikari terkejut, tapi ia mencoba tenang. "Buat apa panik.... Biasa saja...." Dia mencoba bersikap tidak peduli.

Hingga akhirnya bell pintu berbunyi membuat Hikari menoleh. "Ah.... Itu pasti Mas Kage," Ia langsung senang dan berjalan mendekat padahal dia tadi merasa gengsi, kemudian terlihat membuka pintu. Tapi wajahnya terdiam kaku ketika melihat bahwa itu bukan Kage. Melainkan Dua orang suruhan.

Mereka langsung menutup mulut Hikari dengan bius, Hikari mencoba melepaskan diri tapi dia sudah terkena biusnya dan tak sadarkan diri.