Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Know Me, Please

🇮🇩SanzFy
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.7k
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - A night with Ardi

"Hai, cantik.. Duduk sendirian minum apa mau kutemani?" seorang Pria menghampiri Trisya.

Gadis berusia 25 tahun itu bernama Trisya Monica. Ia tidak saja cantik, postur tubuhnya pun sangat membuat Pria manapun pasti akan tergoda melihatnya.

"Jangan dekat denganku! Nanti kau mati!" desis Trisya.

"Wah galak sekali."

Pria itu bersiul, memanggil 2 temannya yang langsung datang menghampiri.

"Cantik, duduk sendirian."

"Eh, iya.. sexy lagi."

"Jangan mengusikku.. Nanti kalian berpindah alam oleh ayahku," ucap Trisya datar.

"Wahh.. menakutkan."

Trisya meraih handphonenya, mencoba menelpon seseorang. Tertulis nama Ardi.

"Ya kak.." jawab Ardi.

"Ada yang menggangguku.."

"Kakak dimana?"

"Aku share lok."

"Baik, saya kesana.."

Trisya mengirimkan lokasi pada Ardi.

"Baik kak.. Kebetulan ini dekat lokasinya dari tempat saya berada," balas Ardi.

Trisya tersenyum tipis

"Kalau tidak ingin berakhir buruk, lebih baik cepat pergi".

"Haha.. jangan sombong, nona.." Salah seorang pria itu mencoba mengusap paha Trisya tapi di tepis Trisya.

"Nona, bukannya datang kesini rata-rata untuk bersenang-senang?"

"Tidak dengan pria -pria standar dengan kalian!"

"Kurang ajar sekali mulut wanita ini!"

"Perempuan murahan saja belagu!"

Trisya menampar lelaki itu.

"Berani sekali kau menamparku?"

"Sudah lama aku tak memotong jari orang!" ucap Trisya. "Tapi ayahku tidak mengizinkan. Pergilah sebelum ayahku tahu kalian mengusik anaknya! Tamat hidup kalian!"

"Ayahmu.. Memangnya siapa ayahmu. Kau kira aku takut?"

"Sini aku bisikkan," kata Trisya.

Pria itu mendekat, Trisya membisikkan nama Richard Adrian di telinga pria itu.

Lelaki itu tertawa.

"Kau kira aku percaya?"

Trisya tak menjawab, melihat Ardi ia langsung melambaikan tangan.

"Ardi..!"

Lelaki itu bernama Rifki Ardiansyah atau biasa dipanggil Ardi. Pria berusia 26 tahun berpangkat IPDA. Dari raut wajahnya yang dingin tak membuat wajah tampannya hilang. Ardi menoleh dan segera berjalan menghampiri.

"Bang Ardi?" sapa pria yang tadi dibisikkan Trisya nama Richard.

"Doni?"

Pria itu memandang Trisya.

"Jadi tadi itu benar?"

"Kau kira aku bercanda? Mau aku potong jari kalian semua malam ini?"

"Cabut, cabut.." Pria itu mengajak temannya pergi.

"Kenapa?"

"Permisi bang.." pamit Doni sambil berjalan pergi diikuti temannya.

"Kamu kenal mereka?" tanya Trisya.

"Doni itu tetangga di rumah ibu saya kak.. pernah masuk penjara".

"Penjahat kelamin pasti.."

"Yaa.. Kakak dengan siapa kesini?"

"Sendiri. Mobilku dibawa papa pulang."

"Saya antar kakak pulang."

"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri."

"Sudah malam, kak.."

"Ah kau ini.." Trisya mengikuti Ardi.

"Kakak minum?" tanya Ardi saat di dalam mobil.

"Sedikit.. Kenapa?"

"Tidak apa-apa, kak.."

"Tidak mabuk kok.."

"Ya kak.."

"Jangan bilang papa ya?"

Ardi tak menjawab.

"Ah kalian ini ya.. Apa-apa lapor papa," gerutu Trisya.

Trisya memandang Ardi.

"Sepertinya kita seumuran ya? Harusnya tidak perlu memanggil kakak.."

Ardi hanya tersenyum tipis.

"Cool sekali dia ini.." gumam Trisya.

"Boleh tidak.. Berkeliling dulu, jangan pulang..?" tanya Trisya.

"Sudah jam 12 malam kak.."

"Jangan panggil kakak.. Panggil Trisya saja. Usiamu berapa? Kita seumuran kan?"

"26 tahun.."

"Harusnya aku yg panggil abang dong.. aku 25," ucap Trisya.

Ardi tersenyum tipis.

"Bang Ardi.. boleh ya? Jalan-jalan dulu. Aku janji papa tidak akan tahu.."

"Mau kemana?"

"Terserah.. pokoknya muter-muter saja."

"Ok.."

"Kesana saja, bang.. Kita makan bakso di pinggiran jalan itu. Rame. Sepertinya enak.."

"Tidak apa-apa?"

"Tidak apa."

Ardi memarkir mobil. Ia melirik Trisya yang mengenakan Rok Mini. Di raihnya jacket sebelum keluar dari mobil.

Ardi membukakan pintu untuk Trisya.

"Pakai ini.." kata Ardi.

Trisya memandang wajar ardi.

"Terimakasih.." Trisya mengikatkan jacket itu di pinggangnya.

Mereka duduk di sebuah bangku.

"Mau pesan apa?"

"Aku mau mie ayam.." kata Trsya. "Abang?"

"Sama saja.."

"Minumnya?"

"Teh hangat dua.." jawab Ardi.

"Ok.. Ditunggu."

Trisya menatap wajah Ardi.

"Terimakasih ya, sudah mau datang menolongku.."

"Kamu bisa menghadapi siapapun. Tapi bagaimanapun tetap harus dilindungi karena putri pak Richard dan bu Ariana.."

Trisya menundukkan wajahnya.

"Kadang.. rasanya ingin menghilang selamanya dari dunia ini.. lalu terlahir kembali di keluarga sederhana tapi humble".

Ardi menatap Trisya. Perempuan cantik di hadapannya itu adalah putri tunggal dari istri atasannya.

"Rasanya capek hidup seperti ini.. Harus hidup mengenal mama yang toxic lalu terlempar dengan brutal ke pelukan lelaki yang tak pernah akan bisa menghalalkan aku."

"Kamu.. dulunya bukan pacarnya Robby?" tanya Ardi.

Trisya memandang Ardi.

"Abang tahu?"

"Hanya kebetulan.."

"Ya.. tapi aku terlanjur mencintai papa dan tak bisa meninggalkannya."

"Harusnya kamu tidak usah kembali ketika diajak robby kabur."

"Aku masih ingin memastikan bisa mengakhiri nyawanya Steven.."

"Dan membuangnya di jurang yang sama dengan Mike?"

Trisya menatap Ardi.

"Setelah Steven tak ada.. balas dendamnya selesaikan Trisya?"

"Steven kemana?"

"Yang jelas dia tak akan mengusikmu lagi.."

"Papa?"

"Bapak sudah melakukan tugasnya melindungi dengan baik. Mengambil semua resiko untuk kehormatanmu. Jangan buat bapak dalam masalah lagi ya? Bapak orang baik.. Dia berusaha membuat hidupmu berwarna lagi. Mungkin cara bapak salah, tapi dia mencoba membuatmu tahu seperti apa hidup normal."

"Dia tak pernah mencintaiku kan?"

"Makanlah.."

"Dia juga bukan orang baik, bang.. Tidak ada manusia yang benar- benar baik di dunia ini.." Trisya mengaduk mie ayamnya.

"Setelah ini saya antar pulang," kata Ardi.

Trisya tak menjawab, menghabiskan mie ayamnya tanpa bicara.

"Selesai," Trisya meneguk habis tehnya lalu berdiri.

"Ayo.." Ardi berjalan menuju meja kasir.

"Berapa?"

"Eh, Ardi.. Lama tak melihatmu".

Ardi tersenyum pada kasir warung itu.

"Aku tidak minta traktir loh, bang.. Biar aku yang bayar," kata Trisya.

"Tidak apa-apa".

"Ya sudah.."

"Ini kembaliannya.. Itu siapa? Cantik sekali.."

"Anak komandanku.."

"Kamu pacaran dengan anak komandanmu?"

"Tidak. Jangan ngawur."

"Ah, mana mungkin bukan pacar.. Jam segini keluar dengan anak komandan, rasanya tidak masuk akal.."

"Yuk.." Ardi segera menghampiri Trisya.

"Papa sebenarnya tak mencintaiku kan?" ucap Trisya saat sudah di perjalanan.

Ardi tak menjawab.

"Kamu kenapa tidak menjawab?"

Ardi mengalihkan pandangannya.

"Jika bapak tidak cinta, bapak tidak akan melakukan hal bodoh untukmu.." jawab Ardi. "Jangan berpikir kalau bapak hanya menginginkan tubuhmu saja.."

"Hujan.. Bisa berhenti sebentar?"

"Untuk apa?" Ardi menghentikan mobil.

Trisya melepaskan sepatunya.

"Kapan lagi aku bisa bermain hujan?"

"Nanti sakit."

Trisya membuka pintu dan segera berlari keluar.

"Trisya!" panggil Ardi.

Handphone Ardi berdering.

"Ya , Pak.."

"Kalisha menelponku, katanya Trisya pergi dan belum pulang.. Ini sudah jam 1 malam.."

"Ada bersama saya pak.."

"Denganmu?"

"Tadi menelpon saya katanya ada yang mengganggu dia saat sedang berada di Night club."

"Apa?"

"Sebentar pak.." Ardi memvideokan Trisya yang sedang mandi hujan, mengirimkan video tersebut pada Richard.

"Dia sakit pak.." tulis Ardi.

"Share lok.. Saya kesana," balas Richard

"Baik."

Ardi segera keluar dari mobil, berlari menghampiri Trisya.

"Ayo pulang.. Kamu sudah basah kuyup," kata Ardi. "Nanti sakit".

"Kalau sakit pasti banyak yang memperhatikanku.."

"Nanti aku sakit, tidak bisa masuk kantor karena menemanimu mandi hujan. Ayo.."

Trisya tertawa sambil duduk di aspal itu.

"Bisa ngomel juga kau ternyata."

"Ayo.." Ardi mengulurkan tangannya agar Trisya berdiri. "Papamu sudah mencarimu."

"Papa tidak marah?"

"Tidak."

"Kenapa? Karena abang anggotanya? Kenapa kalau aku pergi dengan Robby dia marah?"

"Ya Tuhan, bicara dengan dia ini seperti sedang berdebat dengan anak-anak," batin Ardi menggerutu.

"Naik saja ke punggungku, biar cepat!"

"Boleh?"

"Ayolah, Trisya.. Jangan main-main."

Trisya segera naik ke punggung Ardi.

"Kau orang pertama yang menggendongku seperti ini, bang.." ucap Trisya.

"Oya?"

"Ternyata sangat nyaman ya bersandar di punggung seperti ini. Pantas anak-anak suka seperti ini pada ayahnya".

"Nanti minta papa kamu sering menggendong seperti ini.."

"Aku berat tidak, bang?" Trisya menyandarkan kepalanya di pundak Ardi.

"Yang lebih berat darimu pernah kugendong."

"Ish..Abang ini."

"Jangan bergerak-gerak. Hujan begini nanti kamu jatuh".

"Abang.. Mau tidak jika menikah denganku?" tanya Trisya.

"Apa?"

Trisya masuk ke mobil.

Ardi menutup pintu dan segera masuk ke mobil.

"Sebentar lagi papa kamu datang, kita tunggu."

"Abang tidak menjawab pertanyaanku."

"Jangan aneh-aneh."

"Bukan pertanyaan aneh."

Ardi tak menjawab.

"Jika suatu saat aku hamil, aku harus menikah dengan siapa?" tanya Trisya.