Chereads / Know Me, Please / Chapter 5 - Pertengkaran

Chapter 5 - Pertengkaran

"Ardi.." sebuah panggilan di belakangnya membuat Ardi menoleh.

Lelaki yang mengenakan seragam polisi itu bernama Robby Indra, pria yang menjadi kekasihnya Trisya monica selama 4 bulan sebelum akhirnya wanita itu berpindah hati pada Richard. Wajahnya sangat tampan, boleh dikatakan banyak wanita yang tergila-gila padanya.

"Kenapa kau turun dari mobil Trisya? Apa yang kalian lakukan di dalam mobil?" tanya Robby.

"Tidak ada."

"Dia masih calon istriku.."

"Bukannya hubungan kalian sudah berakhir sejak 4 bulan yang lalu?" tanya Ardi.

Robby terdiam.

"Aku ke ruangan," pamit Ardi.

"Kalian tahu skandal memalukan yang dibuat oleh atasan kalian dan kalian mendiamkan?" tanya Robby.

"Kami bisa apa jika istrinya sendiri juga diam dan tak melaporkannya?"

"Tidak kasihan kah kalian pada kak Riana?"

"Bicaralah pada Trisya. Mungkin dia masih mau mendengarkanmu. Aku ke ruangan."

***

Trisya menatap Robby yang berdiri di hadapannya.

"Ada apa kesini?"

"Bagaimana kau bisa menjual harga dirimu?" tanya Robby.

"Kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi."

"Kau selingkuh dengan orang lain terserah! Tapi kau selingkuh dengan suami ibu kandungmu! Dimana pikiranmu??"

"Bukan urusanmu!"

"Bagaimana kau bisa sejahat itu pada ibu kandungmu?"

"Tanyakan dulu pada perempuan itu! Kenapa dia membuat hidupku seperti di Neraka. Jika tak menginginkan aku, kenapa tidak membunuhku sejak masih bayi? Kenapa membiarkan aku tumbuh dewasa tapi membuat hidupku hancur!"

Robby mengulurkan tangannya memeluk tubuh Trisya.

"Kenapa kamu harus jatuh ke pelukan ayah tirimu padahal kamu punya aku yang siap untuk menjagamu.."

Trisya tak mwnjawab.

Robby mengelus wajah Trisya.

"Ikut aku keluar dari rumah ini, aku mungkin tak bisa memberimu rumah mewah dan sebuah mobil. Tapi dengan rumah sederhana dan sebuah motor yang bisa kugunakan untuk mengantarmu pergi dan pulang bekerja bukankah akan lebih baik? Dari pada hidup berkecukupan seperti ini tapi kamu tak mendapatkan kebahagiaan."

Trisya melepaskan pelukan Robby.

"Siapa bilang aku tak bahagia? Papa peduli padaku. Dia menyayangiku. Dia mencintaiku."

Robby kembali menarik tubuh Trisya ke dalam pelukannya.

"Cintakah namanya jika memiliki tapi tak untuk dinikahi? Kamu pikir meski ayah tirimu itu menceraikan ibumu ia bisa menikahimu? Kamu yakin ini cinta? Bukan sekedar nafsu?"

Bukan urusanmu! Lepaskan aku!"

Robby mendekap tubuh Trisya lebih erat, mendaratkan ciuman di bibir gadis itu.

"KAU GILA!" Trisya mendorong tubuh Robby.

"Ikut aku! Akan kubawa kau keluar dari rumah jahanam ini!" Robby menarik lengan Trisya.

"Tidak mau!"

"Kau mau jadi apa dengan terus menjadi gundik ayah tirimu??"

"Aku mau kaya!" teriak Trisya.

"Harta tidak dibawa mati, Trisya!"

"Terus kenapa? Aku sudah tidak mau lagi denganmu!"

"Aku tidak peduli! Kau tak bisa mempermainkan aku sesuka hatimu! Jika kau tak mau kunikahi, kau akan menyesal!"

"Aku hamil!"

"Apa katamu??"

"Aku hamil!" ulang Trisya.

"Anak siapa?"

"Anak siapa lagi kalau bukan anak ayahku! Pergilah!"

"Kau tidak kasihan dengan anakmu?? Bagaimana dia menghadapi kejamnya dunia saat ia tak bisa diakui anak oleh ayah kandungnya?"

Trisya tak menjawab.

"Kita menikah! Aku akan menjadi ayah anak itu. Aku janji akan mencintainya."

"Tidak perlu!" Trisya masuk dan menutup pintu.

"Trisya! Trisya! Aku mencintaimu!!!"

***

"Sudah dewasakan? Tidak sedang sakit kan? Bisa mencuci tanganmu sendiri tanpa perlu minta orang lain untuk membantu mencucinya.." Itu bunyi chat WA Ardi yang baru dibaca Trisya.

"Kamu sudah ambil resiko, Bapak juga.. Kalian kan sudah tahu mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Mana yang akan menjadi bencana, mana yang akan jadi bom waktu.. Mestinya siap menghadapi apapun yang akan terjadi."⁷

"Aku belum bicara dengan papa.." balas Trisya.

Tidak ada balasan dari Ardi hingga 30 menit berlalu.

"Jangan menunggu lagi. Apapun nanti yang akan terjadi.. Itu sudah resiko," balas Ardi akhirnya.

Trisya meletakkan handphonenya di meja. Memandang jam di dinding. Sudah pukul 2.30 dini hari.

Sebuah pesan WA dari Ardi kembali masuk.

"Sudah jam segini, kenapa belum tidur?" tanya Ardi.

"Tidak bisa tidur.. Aku ingin makan mi di tempat om Amir.." balas Trisya.

"Papa kamu dimana?"

"Di rumah mama.. Karena mama sakit, Aldo tidak mau dipegang siapapun".

"Siap-siaplah.. Nanti aku jemput," balas Ardi.

"Serius?"

"Aku tidak suka menunggu ya?"

Trisya tersenyum. Berjalan menuju lemari.

Pintu kamar itu dibuka. Trisya menoleh.

"Mau kemana?" tanya Richard yang melangkah masuk.

"Papa?"

Richard memandang jam dinding.

"Aku lapar.." jawab Trisya. "Berpikir untuk makan di tempat om Amir. Hanya dia yang aku tahu buka sampai pagi."

"Sendirian?"

"Kenapa? Bukannya kalau makan di tempat om Amir aku aman? Dia pasti menjagaku."

Richard menatap Trisya.

"Kau curiga aku keluar dengan Robby?" tanya Trisya.

"Aku tidak bilang begitu."

"Kau ini lucu sekali. Seharian sibuk urusan mama dan pekerjaan. Bahkan untuk menelponku untuk bertanya aku sehat saja, tidak bisa.! Padahal kau tahu aku sedang tidak enak badan, Ternyata benar.. Kau memang tak sesayang itu padaku. Mau apa kesini?"

"Justru aku ingat kalau kamu juga mungkin butuh perhatian, makanya aku datang untuk melihatmu."

"Melihatku karena khawatir atau karena kau sedang menginginkan aku?" tanya Trisya sambil berdiri di depan meja rias.

"Ada apa lagi ini, Trisya?" tanya Richard.

"Aku sedang tidak dalam mood yang baik! Maaf aku tak bisa melayanimu hari ini!" Trisya memoleskan lipstik tipis.

"Kamu ini kenapa? Siapa yang bilang aku mencarimu hanya jika menginginkanmu saja?"

"Tidak ada.." Trisya menyemprotkan parfum ke tubuhnya. "Aku izin keluar ya, Pa?"

"Sudah sangat malam."

"Aku akan memakai pakaian sopan."

"Tetap disini!" Richard menarik lengan Trisya.

"Aku sudah janji!"

"Janji apa jam segini keluar? Kamu jangan selalu mencari masalah! Semua orang kamu buat capek!"

"Kau kenapa kesini sih? Menghalangi aku pergi saja!"

"Perempuan apa yang keluar tengah malam?"

"Perempuan tak benar!" jawab Trisya. "Cuma perempuan yang tak benar yang keluar tengah malam kan?"

"Itu kamu yang bilang."

"Aku juga bukan perempuan baik-baik kan? Perempuan baik-baik tidak akan mau dijadikan tempat pembuangan cairan ayah tirinya tanpa paksaan?" Trisya menatap Richard.

Richard menampar pipi Trisya.

"Kenapa menamparku? Salahku apa?"

"Renungi saja masalah yang sudah kau timbulkan hingga semua jadi kacau, tapi kau hanya bisa menyalahkan orang lain tanpa bisa melihat apa salahmu dan tak pernah merasa berdosa!"

"Papa.." panggil Trisya.

"Aku hamil!" ucap Trisya menghentikan langkah Richard.

Trisya mengeluarkan test pack dari dalam laci meja hias, ia berjalan menghampiri Richard dan memberikannya.

Richard memandang Tes pack itu.

"Bukannya memang ini yang kamu inginkan?" tanya Richard datar.

"Apa katamu?"

"Bukannya ini ending balas dendammu pada mama? Kamu selalu bilang ingin melihat reaksi mama kamu saat kamu hamil dari perbuatanku?"

"KAU MANUSIA LAKNAT!"

"Jangan kemana-mana, mengerti??" Richard meninggalkan tempat itu.

Lama Trisya tertunduk hingga handphone Trisya berdering.

Ia meraih handphone, ada 4 kali panggilan terlewatkan dari Ardi.

Trisya menelpon balik.

"Hallo.."

"Maaf, aku tadi tertidur bang.."

"Oh, kalau begitu istirahat saja.."

"Abang dimana?"

"Di depan rumahmu.."

"Aku turun," kata Trisya sambil bergegas menyambar tas nya.

Menuruni tangga dengan tergesa-gesa dan segera keluar menghampiri mobil Ardi.

"Maaf.." Trisya duduk di samping Ardi.

Ardi memandang Trisya yang hanya mengenakan mini dress

"Maaf, tidak sempat ganti pakaian, abang bilang tidak mau menunggu.."

Ardi tak menjawab, hanya mengemudikan mobilnya.

"Maaf sudah merepotkan abang malam- malam."

"Tidak repot, kebetulan juga baru pulang dari kantor."

"Oh.." kata Trisya.

Mereka tiba di parkiran. Restoran Amir tidak ramai di jam seperti ini. Hanya beberapa orang saja yang terlihat duduk di dalam.

"Trisya..? Tumben kesini dini hari".

"Tiba-tiba rindu masakan om.." Trisya tersenyum.

"Dengan siapa?" tanya Amir.

"Teman.."

"Wajahnya seperti pernah lihat.."

"Aku tunggu di dalam ya Om.. Eh, abang pesan apa?"

"Sama saja.."

"Ok, ditunggu ya.."

Amir memandang Trisya yang berjalan masuk bersama Ardi.

"Dia memakai pakaian minim begitu keluar dengan laki-laki, apa tidak dimarahi Richard ya?" gumam Amir.

"Bang Amir.." sapa Naia yang menghampiri bersama suaminya.

Naia Septiana adalah sahabat Richard. Dahulu ia adalah seorang polisi wanita, namun kecelakaan membuat ia mengalami sakit yang sangat lama hingga akhirnya memutuskan untuk resign dan mengikuti usaha suaminya yang pemilik hotel bintang 5 bernama Arya Nugraha.

"Naia, Arya.. Wah, sudah lama tidak kesini?"

"Pak su ini sibuk sekali bang.. Jadinya aku tak bisa kesini.." jawab Naia.

"Nyonya memaksa kesini, katanya lapar.." cerita Arya.

"Di dalam ada Trisya, anaknya Richard".

"Dengan Richard?" tanya Naia.

"Tidak, dengan laki- laki yang sepertinya seusianya, tapi bukan Robby. Rasanya pernah lihat, tapi aku lupa."

"Coba kulihat.."

"Hei, jangan penasaran seperti itu.." Arya menarik tangan Naia.

"Biar saja.." Naia meninggalkan Arya.

"Jiwa intelnya bergerak.." Amir tertawa.

Naia perlahan melihat. Tidak ramai di dalam, hanya ada 2 orang lain sehingga ia bisa langsung menemukan dimana Trisya duduk bersama Ardi.

"Trisya.. Ardi?" sapa Naia.

"Bu Naia.." sapa Ardi.

"Tante.. Di kota ini sepertinya hanya ada tante ya?" tanya Trisya sinis.

"Sama.. Di kota ini kenapa aku hanya melihat sosok kamu yang selalu terlihat mengincar polisi untuk teman bicaramu?"

"Maksudmu apa? Anjing betina!"

"Trisya!" tegur Ardi.

"Sopanlah bicara dengan orangtua, nona!! Aku bukan ibumu yang bisa kau maki sesuka hatimu!" bentak Naia. "Apa ada yang salah dengan ucapanku? Aku hanya berkata tentang kau yang terlihat hanya tertarik menjadikan polisi untuk teman bicaramu.. Kenapa kau jadi menyalak ganas padaku??" Naia yang biasanya terlihat tenang kali ini terlihat tersulut amarah.

"Kau kenapa suka sekali ikut campur urusanku? Kau kira aku takut padamu? Selama ini aku cukup menghormatimu karena kau teman papa dan juga istrinya om Arya! Setan!"

"Ada apa?" tanya Arya.

Arya selain samgat tampan juga adalah seorang lelaki yang sangat bijaksana.Cara bicaranya begitu tenang dan sabar.

"Istri om ini kepo sekali dengan urusanku! "

"Itu artinya aku masih perhatian dengan hidupmu yang kacau itu, nak!"

"Kau tak usah ikut campur dengan pilihan hidupku!"

"Memilih bertahan dengan ayah tirimu itu? Kau punya hati tidak? Yang kau sakiti itu ibu kandungmu! Ok, dia punya salah padamu! Tidak harus membalasnya seperti itu!"

"Kenapa kau yang sewot? Papa saja tak mau meninggalkan aku!"

"Naia, sudah.." tegur Arya. "Jangan diteruskan, tidak enak.. Kita pulang saja."

"Nasihati dia, Ardi.. Siapa tahu dia mau mendengarmu!" Naia mengikuti Arya pergi.

"Babi! Sini! Jangan kau.." Trisya tak melanjutkan ucapannya karena Ardi menutup mulutnya.

"Sudah!" tegur Ardi keras.

Trisya menarik tangan Ardi.

"Abang!"

"Ada apa, Trisya? Kenapa bertengkar sama Naia?" tanya Amir.

"Tidak apa-apa, bang.." kata Ardi.

"Ayo dimakan.." Amir menghidangkan dan segera pergi.

Trisya meraih handphonenya.

"Menelpon siapa?" tanya Ardi.

Trisya tak menjawab.

"Hallo.." terdengar suara Richard.

"Papa.."

"Ada apa, Trisya?"

"Aku sudah tidak tahan lagi dengan tante Naia."

"Kenapa? Kamu dimana ini?"

"Tempat om Amir.. Aku bertemu lalu bertengkar hebat disini dengan tante Naia."

"Jam segini? dengan siapa kamu disana?" tanya Richard.

"Itu tidak penting! Pokoknya aku tidak suka dengan tante Naia! Aku ingin dia menghilang dari dunia ini!"

"Trisya!"

"Jika papa tak mengikuti apa yang aku mau, aku akan bilang pada media, kalau papa sudah membuat aku hamil!"

"Apa?"

Ardi meraih handphone Trisya.

"Pak, biar saya yang urus.."

"Ardi?"

"Nanti saya akan laporkan ke bapak.." Ardi memutuskan telpon Richard sebelum direbut Trisya.

"Abang mau apa?"

"Saat kamu mulai mengancam pak Richard.. Aku tak akan diam, Trisya!" Ardi menatap Trisya tajam.