Dalam kesunyian ruangan tanpa batas, kegelapan menyelimuti seperti tirai yang melahap keberadaan.
Hanya sorot lampu kelap-kelip yang sesekali menerangi sosok yang berdiri di tengahnya.
Kael, dengan katana terselip di pinggang kiri, menggenggam jubahnya erat di tangan kanan.
Langkah pelan terdengar, bergema di ruangan yang seharusnya tak memiliki dinding.
Dari bayangan yang berkelebat, sesosok pria berjubah muncul. Siluetnya tertutup rapat,
hanya suaranya yang berat dan mengancam yang memecah kesunyian.
"Hei, kau membantai orang-orang itu lagi, Kael?" ucapnya, nada suaranya seperti guruh yang terpendam.
Kael tidak menjawab. Hanya tatapan dingin yang menjadi responnya. Bagi dunia luar, ia adalah ancaman.
Setiap langkah yang ia ambil, setiap hembusan napas yang ia hirup, hanya berujung pada satu hal—kematian.
Pria itu menghela napas, lalu berbicara lagi, kali ini dengan nada lebih serius.
"Biar ku katakan sekali lagi. Semakin banyak kau membunuh orang-orang tak bersalah itu, semakin dalam kau akan terjerumus ke sesuatu yang bahkan tidak akan pernah kau pahami."
Ia menatap tajam Kael, seolah menunggu reaksi, namun yang ia dapat hanya diam.
"Mereka mengincarmu karena mereka tidak tahu siapa dirimu sebenarnya, Kael. Mereka menganggapmu ancaman, hingga kau harus mati."
Mata Kael berkilat dalam bayangan tudung jubahnya. Dengan suara datar, ia akhirnya membuka mulutnya.
"Justru ketidaktahuan mereka atas diriku itulah yang membuat mereka harus mati."
Langkah pria itu mendekat. Perlahan, ia menyingkap tudung jubahnya, memperlihatkan wajah yang dipenuhi pengalaman dan penderitaan.
Ankara Nara.
Guru ketiga yang telah menempa Kael selama tiga tahun terakhir. Seorang lelaki yang mampu melihat sekilas ke masa depan—dan kini, matanya mencerminkan sesuatu yang lebih dari sekadar firasat.
"Kael, aku tidak ingin mengatakan ini... Karena jika aku mengatakannya, takdirmu bisa berubah. Bisa jadi lebih baik, atau justru lebih buruk. Itu tergantung keputusanmu"
Kael melirik tajam, ketidaksabarannya terpancar jelas.
"Apa yang sebenarnya kau ingin katakan, sialan?"
Ankara menatapnya dalam, lalu berbicara dengan suara yang lebih pelan, namun penuh tekanan.
"Sama seperti kejadian sebelumnya. Pembunuh bayaran itu… Jika kau tidak membunuh mereka, di masa depan, kau yang akan mati di tangan mereka."
"Aku adalah pusat dari semua takdir yang ada… karena aku mampu melihat kilas masa depan yang akan terjadi."
Kael menghela napas, suaranya tetap dingin.
"Langsung saja ke intinya. Aku tidak tertarik pada omong kosong ini."
Ankara menutup matanya sejenak, lalu mengucapkan nama yang seakan membawa hawa kematian.
"Nythragael."
Seketika, ruangan itu terasa semakin gelap.
"Mereka akan menghancurkan dunia ini."
Tatapan Kael mengeras. Cahaya redup yang berkedip di sekelilingnya memantulkan sorot matanya yang tajam, seperti pisau yang baru diasah.
"Lalu, apa kaitannya denganku, binatang jalang?"
Ankara tersenyum tipis, tetapi matanya penuh ketegangan.
"Kau satu-satunya yang mampu menghentikan mereka sebelum semuanya terlambat."
Hening.
"Pergi dan temui Shazmeen Daneena, anak dari pemimpin Vallhala. Dia adalah kunci yang akan menentukan arah dunia ini—apakah akan selamat, atau tenggelam dalam kehancuran."
Kael tertawa kecil, getir.
"Anak dari pemimpin negeri ini? Cih… Aku sudah muak dengan permainan mereka. selama ini aku menjadi ditetapkan buronan oleh dia!"
Ankara tetap berdiri tegap.
"Ini bukan tentang perlakuan mereka kepadamu, Kael. Ini tentang akhir segalanya."
Sejenak, ruangan itu terasa semakin dingin. Bahkan bayangan pun bergetar di bawah tekanan aura Kael.
"Shazmeen sedang menuju Pulau Hikani. Dia akan diserang oleh salah satu anggota Nythragael Exile, pergi dan bawa dia ke Pulau Hikani, di pulau itu kau tidak akan di hantui oleh penyerangan dari para pembunuh bayaran ataupun para bandit karena disana merupakan pulau yang terisolir oleh lautan luas."
Di Pinggir Laut Gubuk Tua
Deru ombak menghantam pantai, menciptakan simfoni yang tak berujung. Kael berdiri di ambang pintu, menatap ke dalam gubuk yang hanya diterangi oleh cahaya redup.
Di depannya, seorang gadis terbaring tak sadarkan diri. Pakaiannya basah, rambutnya berantakan, tetapi aura kebangsawanan masih melekat pada dirinya.
Shazmeen Daneena.
Kael menyipitkan mata, mengingat perkataan Ankara.
"Dia… apakah benar dia yang dimaksud?"
Tatapannya turun ke pedang yang masih berselubung di pinggangnya. Pikirannya masih dipenuhi pertanyaan.
"Si brengsek Ankara itu… Dia benar-benar bisa melihat kejadian barusan?"
Tepat saat ia berpikir untuk pergi, Shazmeen mulai bergerak. Matanya terbuka perlahan, dan dalam sekejap, ia menatap Kael dengan ketakutan.
Dan kemudian…
"Kau… Bajingan! Kau menculikku, ya?! Apa yang kau lakukan padaku?!"
Kael menatapnya tanpa ekspresi.
Lalu, dengan suara datar dan dingin, ia menjawab.
"Diam. Atau aku benar-benar akan melakukan sesuatu yang tidak kau inginkan.
Shazmeen terbelalak ketika ia mengetahui bahwa yang menculiknya adalah Kael Thalrune Orang paling dicari di dunia.
Dengan nada ketakutan
"Kau...kau.....Si badjingan Kael itu kan, wajahmu sudah tersebar diseluruh dunia, apa mau mu?"
Kael menatapnya dengan tajam dan sinis
"Kau ini apa seperti itu balasan mu terhadap orang yang baru saja menyelamatkanmu dari kematian!"
"Halah itu akal-akalanmu saja dasar pria brengsek!"
Kael mendengus kecil lalu beranjak pergi, meninggalkan Shazmeen di gubuk itu dalam kondisi basah kuyup.
Namun, saat melangkah pergi, Kael merasakan sesuatu.
Sensasi yang sama seperti saat ia menyelamatkan Shazmeen sebelumnya. Ia melirik tajam ke arah lautan.
DUARRR!!!
Sebuah tentakel raksasa menghantam gubuk tempat Shazmeen berada, membuatnya hancur seketika.
SHUSSHHH
Namun, sebelum gubuk itu runtuh sepenuhnya, Kael telah melesat dengan kecepatan luar biasa, menggendong Shazmeen dan membawanya menjauh dari tepi pantai.
Shazmeen terengah, kebingungan. Apa yang sebenarnya terjadi?!
Dari balik gelombang, sosok tinggi menjulang muncul. Jubah hitamnya berkibar tertiup angin malam. Mata merahnya bersinar seperti bara api.
Exile. Salah satu anggota Nythragael.
"Kael Thalrune... Akhirnya kita bertemu."
Suara Exile berat dan dalam, seakan berasal dari dasar jurang yang gelap. Kael hanya menatapnya datar, satu tangannya tetap menggenggam katana yang masih tersarung.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan," gumam Kael dingin.
Exile menyeringai.
"Kau benar. Aku diutus hanya untuk satu hal... Membawa gadis itu."
Tanpa aba-aba, Exile melesat ke arah Kael dengan kecepatan luar biasa. Tangannya membentuk cakar tajam, siap mencabik.
Namun—
CLANG!
Dalam sekejap, katana Kael telah keluar dari sarungnya. Dengan satu tebasan cepat, ia menangkis serangan Exile dengan mudah.
Kael melangkah ringan ke samping, menghindari serangan lanjutan Exile, lalu menebas secara horizontal. Angin yang dihasilkan dari tebasannya cukup untuk membelah tanah di bawah mereka.
Exile melompat mundur, tetapi punggung jubahnya telah terkoyak. Tatapannya berubah serius.
"Kael Thalrune... Sialan, kau jauh lebih cepat dari yang kuduga."
Kael tetap diam. Tatapannya dingin, penuh kepastian.
Tanpa aba-aba, Exile mengangkat kedua tangannya. Bayangan di bawah kakinya berdenyut seperti makhluk hidup, lalu meledak dalam bentuk puluhan tentakel hitam yang berputar ganas.
"Abyssal Devour!"
Tentakel-tentakel itu melesat dengan kecepatan luar biasa, mengubah area di sekitar Kael menjadi medan maut. Beberapa di antaranya bergerak mengincar titik buta, sementara yang lain mencoba membatasi ruang geraknya.
Namun, sebelum mereka bisa menyentuhnya—
"Void Step."
Kael menghilang. Sepersekian detik kemudian, Exile merasakan tekanan mengerikan dari atas . Ia berbalik dengan cepat, tetapi sudah terlambat.
"Solaris Lightining Storm."
Katana Kael bergerak seperti kilat diselimuti petir berwarna hitam kelam, yang membuat Kael bergerak luar biasa cepat dan menebas tentakel-tentakel yang dikeluarkan Exile.
SLASH!
Dengan satu gerakan cepat, Exile menancapkan tangannya ke tanah. Bayangan di bawahnya membesar, menciptakan pusaran energi kegelapan.
"Black Spiral Veil!"
Dari dalam bayangan itu, muncul sebuah pilar hitam yang berputar seperti bor raksasa, meledak ke atas dengan daya hancur yang cukup untuk menghancurkan tebing di belakang Kael.
BOOOM!!!
Kael melompat ke belakang, tapi sebelum ia bisa mendarat, Exile sudah menunggunya di udara, cakar hitamnya bersinar dengan energi mematikan. Sebuah tebasan hitam melesat dari cakarnya, mengarah langsung ke Kael.
Sekali lagi Kael menghilang berpindah tempat dengan sangat cepat tepat di belakang Exile dan menebaskan pedangnya sehingga Exile tubuhnya Terpotong menjadi dua bagian.
Exile meringis kesakitan dan tidak dapat berbuat banyak .
Namun, sebelum Kael bisa mengakhiri pertarungan, tiba-tiba—
WUSSHH!
Sebuah kekuatan lain muncul dari bayang-bayang.
BRAK!
Kael terhantam tendangan keras yang cukup kuat untuk menghancurkan batu.
Namun, ia tetap berdiri tegak, hanya terdorong beberapa meter.
Asap perlahan menghilang, menampakkan sosok baru.
Seorang wanita bertopeng dengan jubah gelap berdiri di samping Exile.
Unknown 5.
"Jadi ini Kael Thalrune, orang yang membuat dunia berguncang..." ucapnya sambil meregangkan tubuh.
Kael menyipitkan mata.
"Bala bantuan?"Unknown 5 tertawa kecil.
"Bukan. Aku hanya memastikan Exile tidak mati sia-sia."
Kael menghela napas, lalu mengangkat pedangnya lagi.
"Aku tidak keberatan membunuh kalian berdua sekaligus."
Unknown 5 menyeringai. "Kau percaya diri sekali. Tapi tidak hari ini."
Tanpa aba-aba, ia menekan telapak tangannya ke tanah. Dalam sekejap, Exile dan dirinya diselimuti bayangan, lalu menghilang seolah tertelan kegelapan.
Shazmeen yang melihat kejadian tersebut tidak bisa berkata apa-apa mereka bertarung dengan kecepatan yang luarbiasa. Dia bingung kenapa dia diincar oleh orang-orang tadi itu yag membuat tanda tanya besar di kepalanya.
Kael beranjak meninggalkan lokasi tersebut dengan sangat dinginnya mengabaikan keberadaan Shazmeen disana, Shazmeen yang melihat itu lalu mengejar Kael.
"Heii...tunggu kau, urusanmu dengan ku belum selesai tau."
Kael menghentikan langkahnya.
"Si...si...siapa orang tadi itu?" Shazmeen menanyakan hal itu penuh tanda tanya.
Kael dengan sangat dinginnya mengabaikan pertanyaan Shazmeen begitu saja dan melanjutkan perjalannya, namun Shazmeen mengejar dan menghadang jalannya Kael.
Kael menanggapinya dengan dingin dan menghiraukan Shazmeen.
"aku tidak punya waktu untuk berbicara dengan orang yang tidak tau terimakasih enyahlah, pergi kemanapun kau mau."
Karena mendengar hal itu Shazmeen tersenyum dan mengikuti Kael dibelakangnya
Kael berjalan tanpa menoleh sedikit pun, langkahnya tetap mantap di jalan setapak yang gelap. Angin malam berhembus, membuat jubahnya sedikit berkibar. Di belakangnya, Shazmeen masih mengekor, matanya menatap Kael dengan penuh rasa kesal dan penasaran.
"Hei! Kau ini dengar nggak sih? Aku masih bicara!" seru Shazmeen sambil mempercepat langkahnya.
Kael tetap diam, seolah angin yang berbisik lebih penting daripada ocehan Shazmeen.
Shazmeen mendengus kesal. "Dasar pria dingin, sok jual mahal songong lagi!" ucapnya dalam hati
Kael berhenti seketika.Shazmeen tidak sempat mengerem langkahnya dan hampir menabraknya lagi.
"Aw!"
Kael meliriknya sekilas, ekspresinya tetap sedingin es.
"Apa itu menurutmu?."
Shazmeen heran kenapa dia bisa tau apa yang ada di isi hatinya.
"Kalau memang iya kenapa?"
Kael diam. Dia hanya menatapnya sekilas, lalu kembali berjalan seolah percakapan itu sama sekali tidak penting. Shazmeen menggembungkan pipinya kesal, tapi tetap mengikuti di belakangnya. Setiap kali Kael mempercepat langkah, Shazmeen juga ikut mempercepatnya.
Kael menatapnya dengan tatapan kosong. "Aku ingin memastikan sesuatu."
Shazmeen menelan ludah.
"Apa?"
Kael berbalik, berjalan ke arah berlawanan. Shazmeen terkejut.
"Eh, eh, eh! Kau mau ke mana?!"
Shazmeen melongo, lalu buru-buru membalikkan badannya dan mengejar Kael lagi.
"Hei! Itu curang namanya!"
Kael menghilang dengan sekejap entah kemana perginya meninggalkan Shazmeen seorang diri.