Chapter 8 - bab 7

Matahari pun terbit, memancarkan cahaya di pagi hari.

"Ishak! Beras kita sudah habis. Bisakah kamu pergi ke desa untuk menjual herbal dan membeli beras?" tanya Amanda pada Ishak, yang sedang memperhatikan Aslan berlatih.

"Ah... Kak Galang! Aku pergi dulu. Kakak menyuruhku pergi ke desa," ucap Ishak pada Aslan. (Bagi yang lupa Galang adalah nama samaran Aslan)

"Tunggu! Aku akan ikut," ucap Aslan.

Mereka pun pergi ke desa. Desa itu cukup ramai, dan banyak orang yang memperhatikan Aslan. Beberapa saat kemudian, terlihat sebuah toko, dan Ishak pun pergi ke sana untuk menjual herbal yang dia bawa.

"Aku hanya bisa membelinya dengan harga 4 koin perak," ucap pemilik toko.

"Baiklah, aku juga ingin membeli lima kilogram beras."

"Tunggu sebentar... Ini uangmu, sisa 3 koin perak dan 5 koin perunggu," ucap pemilik toko sambil memberikan beras serta kembalian.

"Terima kasih."

"Sini, biar aku yang bawa," ucap Aslan, lalu mengangkat beras tadi.

"Siapa kau? Aku tidak pernah melihatmu di desa ini," ucap pemilik toko.

"Ah, dia orang yang kami selamatkan. Kami menemukannya hanyut di sungai. Dia sudah tinggal bersama kami beberapa hari," ucap Ishak pada pemilik toko.

Pemilik toko yang mendengar itu pun memanggil Ishak ke dalam toko.

"Mengapa kau membiarkannya tinggal di rumah kalian? Bagaimana jika dia berniat buruk pada kalian?" bisik pemilik toko pada Ishak.

"Tenang saja, dia orang yang baik. Dia juga membantu kami mencari herbal."

"Kau tidak mengerti bagaimana dunia bekerja, Nak. Lebih baik kamu segera menyuruhnya pergi. Kalian hanya tinggal berdua. Mungkin sekarang dia hanya menunggu kesempatan yang tepat."

"Ada apa, Ishak?" tanya Aslan, khawatir pada Ishak.

"Bukan apa-apa. Paman, kami pergi dulu." ucap Ishak sambil melambai pada pemilik toko.

Saat mereka berjalan pulang, Aslan melihat ada banyak orang yang sedang berkerumun.

"Mereka sedang apa?" tanya Aslan pada Ishak.

Ishak pun melihat ke arah yang ditunjuk Aslan. Raut wajahnya pun terlihat sedih.

"Bukan apa-apa. Setiap tahun, orang-orang akan berpesta merayakan hasil panen. Saat itu, orang-orang akan menari, bernyanyi, dan mengucap syukur karena mendapatkan hasil panen yang berlimpah. Perayaan hasil panen akan terjadi satu minggu lagi. Saat ini, mereka sedang bersiap-siap, membeli pakaian baru, atau lainnya. Orang-orang yang berkumpul tadi sedang mengumpulkan uang untuk patungan membeli sapi ke kota. Satu hari sebelum perayaan tiba, mereka akan membagi daging itu sesuai dengan uang yang mereka berikan."

"Lalu, mengapa kau terlihat sedih? Bukankah itu hari yang membahagiakan?" tanya Aslan.

"Kami tidak pernah lagi ikut merayakannya semenjak orang tua kami tiada. Harga sekilo daging mencapai lima koin perak. Itu setara dengan lima kilogram beras yang dapat dikonsumsi selama satu minggu. Jika kami ikut merayakannya dan membeli daging, mungkin kami tidak dapat membeli beras bulan depan. Ditambah lagi, kami harus menyimpan uang untuk persiapan musim dingin. Kami biasanya hanya mendapatkan 2 koin perak selama sebulan. Kadang, kami hanya mendapat satu koin perak sebulan. Kita beruntung bisa mendapat 4 koin bulan ini, itupun karena kau ikut membantu kami," ucap Ishak menjelaskan.

Aslan yang mendengar itu pun menjadi ikut sedih. Ishak saat ini masih berumur 13 tahun, sedangkan Amanda 15 tahun. Di umur mereka yang begitu muda, mereka sudah banyak merasakan pahitnya kehidupan.

Saat Aslan hanyut dalam kesedihan, dia pun teringat dengan kantong yang dia ambil. Kantong itu cukup besar dan berat, mustahil tidak ada uang di dalamnya.

"Ayo, Ishak. Kita tidak usah pergi mencari herbal hari ini."

"Kenapa?" tanya Ishak.

"Karena kita akan membeli daging," ucap Aslan sambil tersenyum pada Ishak.

"Hah?"

***

Sesampainya di rumah, Aslan segera memberikan beras itu pada Amanda, lalu pergi mengambil kantong yang dia rampas dari mayat prajurit sebelumnya. Saat dibuka, Aslan pun terkejut melihat puluhan koin emas yang ada di dalamnya. Ada juga beberapa bola-bola hitam yang Aslan sendiri tidak tahu apa itu.

"Ada begitu banyak koin emas. Mungkin dia juga merampas uang milik prajurit lain yang sudah mati," pikir Aslan.

"Ada apa?" ucap Amanda, khawatir melihat Aslan yang tergesa-gesa.

"Ayo, kita ke desa," ucap Aslan, menarik tangan Amanda.

"Ada apa ini?" tanya Amanda pada Ishak.

"Entah, aku juga tidak tahu."

Sesampainya di desa, Aslan segera berjalan ke arah sebuah toko pakaian. Dia segera mengambil beberapa dan menawarkannya pada Amanda.

"Cobalah, ini terlihat cocok untukmu."

"Galang... kita tidak punya cukup uang untuk membeli pakaian baru," ucap Amanda.

"Tenanglah, aku yang akan membayarnya," ucap Aslan.

"Tapi pakaian ini mahal. Lebih baik jika—"

Aslan pun meletakkan jarinya di bibir Amanda, mengisyaratkan untuk diam.

"Shh... aku punya cukup uang di sini," ucap Aslan sambil menunjukkan beberapa koin emas.

"Dari mana kau mendapat uang itu?" ucap Amanda terkejut.

"Ini milikku. Tidak perlu khawatir. Anggap saja ini sebagai rasa terima kasihku karena sudah menyelamatkanku."

"Paman! Coba tunjukkan pakaian terbaikmu," ucap Aslan pada pemilik toko.

Pemilik toko pun segera mengambil beberapa pakaian dan menawarkannya pada Aslan.

"Ini beberapa pakaian terbaik di sini," ucap pemilik toko.

"Pilihlah," ucap Aslan pada Amanda.

Amanda awalnya tampak ragu, namun pandangannya teralih pada gaun hitam dengan corak berwarna hijau.

"Bisakah aku mencobanya lebih dulu?"

"Tentu, ruang ganti ada di sebelah sana," ucap pemilik toko.

"Hei! Kenapa diam saja? Pilihlah pakaian untukmu juga. Paman, coba pilihkan pakaian yang cocok untuknya," ucap Aslan setelah melihat Ishak yang hanya berdiam diri.

Beberapa saat kemudian, Amanda pun keluar dari ruang ganti. Dengan malu-malu, dia melangkah mendekati Aslan. Dia tampak anggun dengan gaun itu. Matanya yang berwarna hijau membuat gaun itu sangat cocok dengannya. Oh iya, rok gaun itu tidak mengembang.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Amanda.

Aslan yang terpesona terdiam sejenak, namun dia segera tersadar saat ditanyai oleh Amanda.

"Cantik, kau sangat cantik. Gaun itu sangat cocok untukmu," ucap Aslan dengan lembut.

Amanda pun tersipu malu, wajahnya memerah. Dengan salah tingkah, dia berlari keluar mendekati toko kue.

"Kue itu terlihat enak," ucap Amanda.

"Tunggu! Ishak masih berada di ruang ganti, dan lagi, gaun itu belum dibayar."

"Kak Galang! Kak Amanda ada di mana?" tanya Ishak setelah keluar dari ruang ganti.

"Dia pergi ke toko roti. Kamu pergilah dulu. Kakak akan menyusul nanti," ucap Aslan pada Ishak.

"Baiklah," ucap Ishak, lalu pergi mendekati kakaknya.

"Ambilkan beberapa pakaian dengan ukuran yang sama seperti yang mereka ambil tadi," ucap Aslan pada pemilik toko.

"Wah... kakak terlihat sangat cantik," ucap Ishak kagum melihat kakaknya.

"Benarkah? Terima kasih"

Bersambung…