Matahari terbit dari balik pegunungan timur, memancarkan sinar keemasan yang lembut. Ishak terbangun dan menyadari kakaknya tidak ada disana.
"Kakak! Kakak! Kakak ada di mana!?" ucap Ishak mencari kakaknya.
Tak lama kemudian, Amanda muncul membawa daging yang sudah dipotong bersih. Di daging itu dibuat sebuah lubang dan dari lubang itulah diikatkan tali supaya mudah dibawa.
"Wah...! Kakak sudah pergi ke pasar?" tanya Ishak.
"Iya, perayaan akan dimulai nanti siang. Jadi kita harus memasak daging ini sekarang supaya kita tidak ketinggalan," jawab Amanda.
"Daging itu mau dimasak bagaimana?" tanya Ishak dengan antusias.
"Entahlah, kakak belum pernah memasak daging. Bagaimana jika kita panggang saja?" jawab Amanda.
"Terserah kakak saja. Bagaimanapun kakak memasaknya, pasti tetap bakal enak," ucap Ishak sambil tersenyum lebar.
Amanda pun memotong-motong daging itu, lalu menusukkannya ke sebuah kayu yang dipertajam dan memanggangnya di atas arang. Amanda mengipas arang itu supaya tidak padam. Ishak duduk di dekatnya, matanya berbinar menunggu daging itu matan.
Saat Ishak duduk menunggu daging matang, dia melihat Amanda yang sedang termenung.
"Kakak... kakak kenapa?" tanya Ishak.
"Ah... bukan apa-apa. Aku hanya kepikiran tentang Kak Galang," jawab Amanda.
"kakak tidak perlu kawatir, Kak Galang itu kuat. Aku sendiri melihatnya bertarung dengan serigala saat itu dari atas pohon. Ketika aku besar nanti, aku juga ingin menjadi pria yang kuat seperti Kak Galang, supaya aku bisa melindungi kakak," ucap Ishak dengan semangat.
"Hahaha, benarkah? Kalau begitu, kamu harus makan yang banyak supaya kamu sehat dan kuat," ucap Amanda sambil mengacak-acak rambut adiknya. Dia merasa sangat senang mendengar Ishak ingin melindunginya.
Sementara itu, di tengah hutan, Aslan baru saja keluar dari bawah tanah. Karena dia tidak bisa memanjat ke atas karena medannya yang curam dan tanahnya yang lunak, Aslan terpaksa menggali tanah untuk naik ke permukaan selama dua hari.
Untungnya Aslan membawa daging yang dia panggang sebelumnya. Jika tidak, mungkin dia akan mati kelaparan di bawah sana.
"Ahh... aku harus pulang sekarang," ucap Aslan lalu pergi dari sana.
Saat Aslan kembali ke jalan tempat dia sampai kemarin, terlihat jelas jalan itu sudah melebar, sampai-sampai kereta kuda bisa dengan mudah melewatinya.
***
Kembali ke Amanda dan Ishak. Saat ini, mereka sedang berada di desa, melihat hiburan yang memeriahkan perayaan masa panen.
Amanda dan Ishak berbaur dengan penduduk lainnya, menyaksikan tarian tradisional di tengah alun-alun. Gadis-gadis dengan pakaian warna-warni menari mengikuti irama alat musik yang dimainkan para pemuda desa. Suara seruling, drum, dan lonceng kecil berpadu menjadi harmoni yang ceria. Beberapa orang menonton sambil menikmati minuman hangat, ada juga beberapa pasangan muda yang sedang berjalan-jalan, bergandengan menikmati permainan permainan di.
Saat mereka menonton orang-orang menari, tiba-tiba beberapa gadis seumuran Amanda menghampiri mereka. Mereka adalah teman-teman Amanda sewaktu kecil. Namun, sejak orang tuanya meninggal, Amanda tidak bisa lagi ikut bermain karena harus bekerja supaya dia dan adiknya bisa makan.
"Hey! Aku dengar kamu dekat dengan seorang pria, di mana dia sekarang?" tanya mereka penasaran.
"Dia pergi beberapa hari lalu, tapi dia pasti datang nanti," jawab Amanda gugup.
"Benarkah? Kamu harus mengenalkannya kepada kami nanti," ucap mereka sambil bercanda.
"Tidak boleh! Kak Galang itu milik kami. Kakakku dan Kak Galang saling menyukai, kalian tidak bisa merebutnya!" ucap Ishak tiba-tiba.
Amanda yang mendengar ucapan adiknya merasa malu, sementara gadis-gadis tadi tertawa.
"Namamu Ishak, kan? Dulu kamu begitu pendiam, bahkan bicara saja tidak berani, tapi sekarang kamu begitu kasar," ucap seorang gadis sambil mencubit pipi Ishak.
"Ayo ikut dengan kami, Jarang-jarang kamu ikut meramaikan perayaan ini, jadi tunjukkan pesonamu sekarang," ucap gadis lain sambil menarik tangan Amanda.
Awalnya Amanda merasa canggung, namun gadis-gadis itu membantunya menari dan Amanda pun terbawa suasana. Sementara Ishak hanya duduk melihat kakak dan temannya menari. Semua orang menghibur diri dan melupakan masalah yang mereka hadapi.
Tidak terasa hari pun sudah hampir gelap. Perayaan panen berlangsung dengan gemuruh tawa dan tarian yang menggema di alun-alun desa. Api unggun menjilat langit malam, menerangi wajah-wajah penduduk yang bersuka ria. Amanda, yang semula canggung, kini tertawa bersama teman-temannya, sesekali melirik ke arah Ishak yang sedang asyik mendengarkan dongeng dari seorang kakek.
Namun, tiba-tiba, suasana berubah. Sebuah suara menggelegar, bukan suara tawa atau musik, tapi jeritan. Seekor monster muncul, membunuh dan menghancurkan seisi desa.
Monster itu berbentuk aneh dan menyeramkan. Dari pinggang ke bawah seperti ular, sedangkan bagian atasnya seperti kera berbulu lebat dengan gigi dan kuku yang sangat tajam.
Monster itu mengoyak tubuh salah seorang penduduk, mengeluarkan organ dalamnya, kemudian menyerang penduduk lain dengan membabi buta.
Penduduk berlarian, tetapi monster itu bergerak lebih cepat, sehingga tak ada yang selamat.
Amanda ingin berteriak, ingin lari, tetapi kakinya tak bisa digerakkan. Tubuhnya membeku melihat pemandangan yang begitu menyeramkan.
Monster itu mendongak, matanya yang merah menyala menangkap pandangan Amanda. Sebuah desisan rendah keluar dari tenggorokannya. Dalam sekejap, ia merayap cepat ke arah Amanda. Sebelum Amanda bisa bergerak, Ishak tiba-tiba muncul. Mereka berdua jatuh terguling ketika monster itu menghantam tempat mereka berdiri beberapa detik sebelumnya.
"Kakak! Ayo kita lari!" ucap Ishak, menarik Amanda untuk bersembunyi di antara reruntuhan bangunan.
Namun, monster itu menemukan mereka. Dengan gerakan cepat, ia merayap mendekat. Ishak berdiri di depan kakaknya, melindungi Amanda dengan tubuhnya.
"Kakak, larilah! Aku akan melindungimu," ucap Ishak, mendorong Amanda.
Monster itu melilit tubuh Ishak, membuat bocah itu menjerit kesakitan. Amanda yang berdiri terpaku merasakan dunianya runtuh. Tangan-tangan monster itu menusuk tubuh Ishak, mencabiknya seolah dia tak lebih dari boneka kain, lalu menjatuhkannya begitu saja.
"Ishak!" Amanda berteriak sekeras mungkin, tapi suaranya tenggelam dalam deru napas monster dan jeritan Ishak yang semakin melemah. Tubuh Ishak terkulai tak bernyawa, darahnya membasahi tanah di bawah mereka.
Air mata Amanda mengalir deras. Dunia seakan berhenti. Suara detak jantungnya memekakkan telinganya. Adik satu-satunya, satu-satunya keluarga yang ia miliki, telah hilang. Tubuh kecil Ishak, yang selalu bersamanya, kini remuk tak bernyawa.
"Ishak! Tidak! Kau tidak boleh mati! Buka matamu! Kumohon, jangan... jangan tinggalkan aku sendiri...." ucap Amanda, menangisi adiknya.
Anehnya, monster itu terlihat menikmati pemandangan tersebut. Alih-alih membunuh Amanda, ia malah menyerang penduduk lain yang mencoba kabur, membiarkan Amanda larut dalam kesedihannya.
Teriakan-teriakan memilukan terdengar di sekelilingnya, tetapi Amanda sudah tidak peduli. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Tidak ada lagi alasan untuk lari. Adik yang begitu ia sayangi sudah hilang.
Bersambung...