Salah satu semesta kecil di Bumi, ada sebuah kedai kopi yang unik. Namanya Kedai Kopi Senja.
Lokasinya di pinggiran kota yang sejuk dan tenang, jauh dari kebisingan. Tempat ini memang cocok untuk istirahat dari padatnya aktivitas atau sekadar duduk santai sambil menikmati secangkir kopi panas.
Dikelilingi pemandangan pohon hijau, bahkan ada sungai kecil yang mengalir di dekatnya. Mendengar suara air mengalir dan burung berkicau di sekitar benar-benar membuat suasana menjadi damai.
Saat ini, Brata sedang menikmati momen damai di halaman kedai kopi Senja, ditemani secangkir kopi hitam yang masih panas dan aroma khas kopinya, lengkap dengan sebatang rokok yang menyala di tangannya.
Dia menunggu Bima, sahabat terbaiknya, untuk berdiskusi tentang masalah pengangguran yang sudah lama mereka jalani saat ini. Ya, mereka ingin ngobrol serius, tetapi dengan suasana yang santai. Dengan Bima, selalu bisa bikin tawa, meski topik yang diangkat itu serius.
Bima terlihat berlari dengan penuh semangat menuju ke arah Brata. Ekspresi wajahnya sangat ceria, dan wajah itu seolah tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan.
Begitu sampai di depan Brata, dia langsung spontan menggebrak meja dengan penuh semangat, membuat semua orang kaget!
Tiba-tiba, ada yang aneh. Hidung Bima berdarah. Entah apa yang terjadi sebelumnya. Brata melihatnya dengan sedikit khawatir, tapi Bima seolah tidak peduli dan tetap tersenyum lebar.
"Aku mendapatkan ide bagus, Brat... Bagaimana kalau kita membuat Agensi Freelance sendiri? Daripada bingung mencari pekerjaan, mendingan bikin peluang pekerjaan untuk kita sendiri!" Teriak Bima dengan bersemangat.
"Apakah kamu baru saja mendapatkan pencerahan, lalu cepat-cepat kemari untuk memberitahunya padaku? Dan kenapa hidungmu mimisan, Bim?" Sahut Bima sambil melihat cemas sahabatnya.
"Ow... Ini karena waktu aku lewat lapangan sepak bola dan wajahku terkena bola nyasar... Kembali pada topik pembicaraan, bagaimana dengan ide membuat Agensi Freelance ini?" Tanya Bima yang mendesak Brata.
Brata cemas menyaksikan sahabatnya, Bima, mengelap mimisan di hidung dengan tangannya tanpa ekspresi yang terlalu terganggu.
Bima pernah menceritakan rahasianya tentang kutukan nasib buruknya kepada Brata. Kehidupan Bima sejak kecil dipenuhi dengan berbagai kesulitan karena nasib buruknya, namun dia tak pernah menyerah.
Dibimbing oleh kakeknya, Bima belajar bela diri untuk memperkuat fisik dan mentalnya. Melalui latihan tersebut, kakeknya berharap Bima mampu menghadapi segala macam tantangan yang mungkin muncul dari kutukan nasib buruk kelak di masa depan.
Pada awalnya, Brata merasa tidak percaya terhadap perkataan Bima. Namun, saat ia melihat Aura Bima dengan matanya, Brata keheranan karena Aura milik Bima memiliki dua warna yang kontras, yaitu Emas dan Hitam, yang secara unik tumpang tindih satu sama lain.
Hal ini sungguh merupakan sebuah fenomena langka, sebab menurut Brata, setiap individu makhluk hanya memiliki satu warna Aura saja.
Brata juga memiliki sebuah rahasia unik sendiri. Ia memiliki kemampuan istimewa yang memungkinkan matanya untuk melihat aura dari setiap individu makhluk. Soca Aura itulah sebutan yang dia berikan kepada kemampuan miliknya.
Melalui kemampuan ini, Brata dapat memperkirakan karakteristik tiap individu tersebut, karena sering kali terdapat ketidaksesuaian antara apa yang terlihat di permukaan, yaitu tindakan mereka, dengan apa yang sesungguhnya ada dalam hati mereka.
Berbeda dengan orang-orang lainnya, sahabatnya, Bima, memiliki sikap yang sangat kontras. Dia selalu bertindak sesuai dengan apa yang ia rasakan dalam hatinya, tanpa adanya kepura-puraan atau manipulasi.
Ketika Brata memutuskan untuk memberi tahu rahasianya kepada Bima, respons yang diterima sangat mengejutkan. Bima dengan spontan mengungkapkan kekagumannya, menyebut Brata sebagai sosok yang keren, layaknya pahlawan super yang sering ia baca dalam komik-komik kesukaannya.
Persepsi Bima inilah yang menjadi salah satu alasan utama bagi Brata untuk merasa tertarik dan menjalin persahabatan yang erat dengan Bima, tanpa memperdulikan kutukan nasib buruk miliknya.
"Baiklah.. Aku akan bertanya kepadamu? Menurutmu, apa kelebihan agensi freelance kita dibandingkan dengan yang lain!" Tanya Brata kepada Bima dengan santai.
Bima berpikir keras tentang pertanyaan Brata, sambil menyeruput kopi milik Brata yang ada di meja.
"Yaa.. seperti biasa, aku yang membuat kekacauan dengan segala nasib burukku dan kamu yang membereskannya, Brata!.. Hahahaha" Jawab Bima dengan tertawa keras.
Brata hanya melongo sejenak, bingung sekaligus terkejut. Tapi, setelah itu dia nyambung tertawa bareng Bima yang melontarkan jawaban nyeleneh di luar pemahaman normal. Jawabannya spontan keluar dari mulutnya, tanpa pikir panjang, dan sangat percaya diri.
"Haduh.. Perutku sakit mendengar jawabanmu, Bim.. Okelah, tapi nama agensi freelance kita harus keren!" Sahut Brata sambil memegangi perutnya menahan tawa.
Bima dan Brata terlibat dalam debat yang sangat seru. Mereka berbincang dengan antusias, mengeluarkan berbagai ide dan nama yang melintas dalam pikiran mereka. Akhirnya, mereka mencapai titik kesepakatan; mereka berjabat tangan dengan mantap dan sepakat. Nama yang mereka pilih adalah 'Super Freelance!'
Seorang pria tua yang mengenakan kaos hitam dan celana panjang hitam datang menghampiri Bima dan Brata. Dengan penampilan yang santai, Pak Joko memperkenalkan diri sebagai pemilik kedai kopi tersebut.
Sejak tadi, Pak Joko mendengarkan percakapan Bima dan Brata tentang membuat Agensi Freelance, sambil merawat tanaman hias yang tersebar rapi di halaman kedai kopinya.
Pak Joko memberikan penawaran kepada Bima dan Brata untuk menggantikannya dalam menjaga kedai kopinya selama satu hari penuh besok.
Hal ini disebabkan oleh keadaan mendadak yang memaksa Pak Joko untuk meninggalkan kedai kopinya demi menyelesaikan urusan pribadi yang penting.
Tugas yang diberikan kepada Bima dan Brata mencakup menjaga kedai, melayani pelanggan dengan ramah, dan menjaga kebersihan kedai kopi Senja.
Pada pagi yang cerah, Bima dan Brata sudah tiba di kedai kopi Senja. Mereka langsung disambut oleh Pak Joko, pemilik kedai.
Kemudian, Pak Joko menyerahkan kunci kedai, setelah itu, ia pun berpamitan pergi sambil melambaikan tangan.
Bima dan Brata memperhatikan Pak Joko pergi, lalu mempersiapkan diri untuk membuka kedai dan menyambut pelanggan.
"Oke, mari kita mulai dengan bersih-bersih dulu untuk mengawali hari ini.." Ucap Bima dengan bersemangat.
Bima memulai pagi dengan penuh semangat. Ia mengelap meja kedai kopi, memastikan tidak ada noda yang tertinggal. Setelah itu, ia menyapu lantai kedai dan mengumpulkan remah-remah sisa pelanggan sebelumnya.
Di lain tempat, Brata berada di dapur kedai. Ia membuka lemari untuk mengecek persediaan biji kopi. Brata juga menata rapi alat-alatnya, memastikan semuanya dalam keadaan baik. Mesin penggiling kopi dipersiapkan dengan hati-hati. Suara berisik dari mesin bisa terdengar ketika ia menyalakannya.
"Brata, gawat! Aku memecahkan pot tanaman hias di halaman saat aku baru menyapu dengan aliran tiga sapu seperti Zoro..." Ucap Bima sambil berlari menghampiri Brata.
"Waduh, kamu juga ngapain? Berlagak kayak Zoro padahal cuma menyapu halaman dengan 3 sapu itu!" Sahut Brata sambil menepuk jidatnya.
Brata mengomeli Bima sambil berlari ke halaman, untuk melihat kondisi pot tanaman hias yang pecah tersebut. Brata berpikir cepat, dan dia segera mencari tali di gudang. Dengan tali di tangan, Brata kembali dan mulai mengikat pot yang retak.
Bima membantu, memegangi pot dengan hati-hati agar posisinya tetap stabil. Mereka bekerja sama dengan cepat, berusaha mengembalikan pot itu seperti semula.
Setelah beberapa menit, pot itu tertata kembali, meskipun masih terlihat jelas retakannya. Brata dan Bima menghela napas panjang. Selesai membereskan kekacauan di halaman, Bima melanjutkan aktivitasnya dengan lebih berhati-hati.
Sementara Brata kembali ke dapur. Di sana, ia dengan sigap menyiapkan sarapan. Dua porsi spesial disiapkan, terdiri dari nasi hangat, mie yang lezat, dan telur mata sapi yang sempurna.
Setelah masak, Brata memanggil Bima dengan suara yang ceria. Mereka akan sarapan bersama sebelum pelanggan kedai kopi mulai berdatangan. Suasana hangat dan rasa senang menyelimuti pagi mereka, menciptakan momen berharga sebelum kesibukan dimulai.
Dari sudut kedai kopi, ada sosok bayangan putih. Sosok itu berdiri tenang, hanya terlihat samar dalam cahaya redup. Ia mengamati semua kegiatan Bima dan Brata dengan seksama. Sumber bayangan bergetar lembut, menambah aura misteri.
Pagi hari menjelang siang. Kedai kopi Senja sedang ramai, dengan para pelanggan datang dan pergi. Mungkin karena ini akhir pekan.
Mereka membagi tugas dengan rapi. Bima, dengan cepat, mengantarkan pesanan. Ia juga membersihkan meja dan lantai kedai kopi pun tak luput dari perhatian. Jika ada waktu, ia mencuci gelas dan piring kotor.
Brata, di sisi lain, menjaga kasir. Ia melayani pembayaran dengan teliti. Mencatat pesanan juga merupakan tanggung jawabnya. Setelah itu, ia pergi ke dapur. Di sana, ia membuat kopi dan makanan dengan penuh fokus.
Suara mesin kopi berdering. Aroma kopi menyebar di udara. Suasana kedai menjadi hangat dan nyaman. Pelanggan tertawa. Mereka berbagi cerita. Waktu berlalu dengan cepat di kedai kopi ini.
Tidak terasa, hari sudah beranjak malam. Matahari yang bersinar terang kini menghilang, melepaskan langit yang memerah. Kedai kopi Senja, yang biasanya penuh gelak tawa dan obrolan ramai, kini lebih tenang. Bima dan Brata akhirnya merasakan momen tenang ini.
Mereka duduk di sudut favorit, menikmati secangkir kopi hitam yang aromanya harum. Ditemani musik lembut mengalun dari YouTube Music Cafe 24 jam nonstop, menambah suasana syahdu.
"Aku pikir menjaga kedai kopi itu kerjanya cuma duduk santai sambil ngopi dan merokok, ternyata lumayan capek juga... Hahahaha" Ucap Bima dengan tertawa.
"Hmm.. Mungkin karena hari ini akhir pekan, kedai kopinya menjadi ramai pengunjung. Lagipula, mereka memilih tempat tenang dan bagus untuk bersantai.. Ya, sampai ada seseorang yang mengacaukan dengan memecahkan pot tanaman hias di halaman.." Sahut Brata sambil tersenyum usil menggoda Bima.
"Ayolah.. Aku tidak sengaja memecahkan pot tanaman itu karena nasib burukku, tapi kita kan sudah memperbaikinya..." Ucap Bima membela dirinya.
Sesaat setelah Bima menyelesaikan pembicaraannya, suasana kedai kopi Senja yang tenang itu berubah drastis. Lampu kedai tiba-tiba padam.
Bima, yang masih terfokus pada percakapan, berusaha menekan saklar lampu beberapa kali. Namun, usaha tersebut tidak membuahkan hasil. Lampu tetap mati, seolah menolak untuk menyala kembali.
Dengan kegelapan yang menyelimuti, hawa di dalam kedai mulai terasa agak panas dan pengap. Rasa tidak nyaman semakin menyebar di kalangan pelanggan. Di dalam hati mereka, kegelisahan mulai menjalari pikiran.
Beberapa pelanggan mulai saling bertatapan khawatir, dan tak lama kemudian, keputusan untuk menyudahi kebersamaan terasa tak terelakkan. Satu per satu, mereka mengumpulkan barang-barang mereka, lalu meninggalkan kedai dengan cepat.
"Sepertinya nasib burukku kembali lagi.." Gumam Bima
Brata hanya duduk terdiam, menatap sekeliling kedai kopi yang tenang. Setelah beberapa menit berlalu, dalam keheningan, lampu kedai kopi menyala kembali.
Di sudut kedai, terlihat seorang lelaki tua menarik perhatian Brata. Dia mengenakan pakaian serba putih yang bersih, kontras dengan latar belakang kedai yang remang-remang. Rambutnya panjang berwarna putih, wajahnya terlihat samar karena rambut yang terurai menutupi wajahnya.
"Akhirnya, pelanggan yang merepotkan mulai menampakkan wujudnya..." Ucap Brata dengan santai.
Sosok Lelaki Tua itu memandangi Bima dan Brata dengan tatapan penuh arti dan senyum misterius. Lalu, perlahan-lahan, bangunan kedai kopi tersebut mulai bergetar. Getarannya diawali pelan, namun seiring waktu, getarannya semakin keras, mirip dengan gempa kecil.
Suasana menjadi tegang. Hawa menekan muncul, membuat semua yang berada di kedai kopi ini merasa seolah terjebak dalam gravitasi yang lebih kuat. Setiap detik terasa berat, napas terengah, dan ketidakpastian menggelayuti pikiran mereka.
"Kamu sudah mengetahuinya sosok misterius itu sejak awal Brat? Dan tekanan ini apakah Domain miliknya.." Tanya Bima kepada Brata yang disampingnya.
Brata hanya mengangguk pelan, menjawab pertanyaan Bima dengan ragu. Ia mengaktifkan Soca Aura miliknya lalu mempertajam penglihatannya dan melihat Aura hijau muda mengelilinginya sosok misterius, sesaat Brata mengetahui bahwa sosok itu bukanlah manusia.
Meski tekanan yang dikeluarkan oleh sosok misterius itu terasa begitu kuat, tidak ada niat jahat di balik kehadirannya. Begitulah menurut Brata yang membaca situasi tersebut.
Bima merasakan ketegangan yang menyelimuti udara di sekitar mereka. Ia mengumpulkan keberanian dan berinisiatif melangkah maju, mendekati sosok yang misterius ini. Namun, setiap langkah terasa berat, seperti gravitasi bumi menjadi beberapa kali lipat dari keadaan normal.
Bima berdiri sambil mengatur napasnya yang terengah-engah, tepat di hadapan sosok lelaki tua berambut putih panjang dengan pakaiannya serba putih yang sedang duduk.
"Permisi kakek.. Apakah ada yang bisa saya dibantu?" Tanya Bima dengan sopan kepada sosok misterius itu.
Sosok Lelaki Tua itu menatap dalam-dalam ke arah Bima. Beberapa detik berlalu, sosok itu tersenyum, satu senyuman yang penuh makna dan misteri.
"Kalian berdua adalah pemuda yang menarik," gumamnya pelan.
Bima yang bingung mendengarnya, tidak tahu maksud ucapan sosok lelaki tua tersebut. Hanya berdiri terdiam saja.
"Apakah kalian berdua sekarang yang menjaga Kedai Kopi ini?" lanjut ucap sosok lelaki tua itu kepada Bima yang berada di hadapannya.
"Iya kek.. Aku dan Brata dimintai tolong oleh Bapak Joko untuk menjaga kedai kopi Senja, karena beliau sedang ke luar kota untuk keperluan mendadak yang harus segera diselesaikan" Sahut Bima dengan tenang pertanyaan dari sosok misterius.
Sosok Lelaki Tua itu menghela nafas dalam-dalam setelah mendengar penjelasan dari Bima. Ia terlihat tenang namun sekaligus penuh misteri.
"Hmm.. Kalau begitu sampaikan salamku pada Joko, bahwa aku mampir kemari," ucapnya dengan suara lembut sambil tersenyum.
Kemudian, tanpa peringatan, Lelaki Tua misterius tersebut menghilang dengan cepat, seperti asap yang larut dalam hembusan angin.
Saat sosoknya lenyap, Bima merasakan seolah tekanan berat yang dirasakan tubuhnya menghilang. Dunia sekitarnya kembali normal, kedai kopi yang sebelumnya bergetar seolah mengalami gempa, kini tenang.
Karena adanya kejadian misterius tak terduga, membuat Bima dan Brata tidak menyadari bahwa waktu berlalu begitu cepat. Tiba-tiba suara kokok ayam mulai terdengar, memberi tanda bahwa matahari sudah siap menampakkan wujudnya.
"Brata,. Aku sudah menyelesaikan tugas bersih-bersih paginya. Aku mau tidur sebentar, ngantuk banget. Nanti, kalau banyak pelanggan berdatangan, bangunin ya.." Ucap Bima sambil menguap dengan mata yang mengantuk.
"Oke,.. Santai saja, tidurlah dulu.." Sahut Brata dengan santai.
Pagi menjelang siang itu, suasana di kedai kopi Senja terasa hidup. Aroma kopi segar memenuhi udara, sementara pelanggan tampak menikmati waktu mereka.
Dari kejauhan, terlihat siluet Pak Joko, melaju pelan dengan sepeda motor tua kesayangannya. Setelah memarkir kendaraan, Pak Joko memasuki kedai kopi dengan senyum khasnya. Dia melambaikan tangan dan menyapa setiap pelanggan didekatnya.
Pak Joko langsung menghampiri Brata yang berdiri di belakang mesin kasir, di tangannya ada tiga bungkus nasi yang dibawa untuk sarapan.
"Ini untuk kita bertiga, sarapan bareng yuk.." kata Pak Joko kepada Brata.
Brata tersenyum senang, kemudian membangunkan Bima untuk sarapan bersama Pak Joko yang sudah menunggu duduk dimeja.
Saat sarapan pagi, suasana di kedai kopi tampak nyaman. Pak Joko, pemilik kedai, menanyakan kepada Bima dan Brata tentang pengalaman mereka dalam mengelola bisnis kecil ini.
Dengan pertanyaan tersebut, Bima dan Brata saling melirik, seolah ada cerita menarik yang ingin disampaikan.
Bima akhirnya memecah keheningan dan mulai bercerita. Ia menggambarkan sebuah kejadian misterius yang terjadi tengah malam.
Ia menuturkan tentang sosok lelaki tua yang berambut putih panjang. Sosok ini muncul tanpa suara disudut kedai kopi, mengenakan pakaian serba putih.
Sebelum pergi ia menitipkan salam untuk Pak Joko. Cerita ini membuat suasana semakin menarik dan mengundang ketegangan.
Kemudian Brata menambahkan sedikit, Ia mengingatkan kejadian ketika pot tanaman hias di halaman kedai tidak sengaja pecah. Kejadian tak terduga ini membuat sedikit kegusaran. Namun, pot itu akhirnya sudah diperbaiki. Bima dan Brata dengan tulus meminta maaf atas insiden tersebut, berharap agar Pak Joko tidak marah.
Pak Joko, sambil menikmati sarapannya yang sederhana namun nikmat, mendengarkan semua cerita ini dengan senyuman. Dengan tenang, ia menjawab bahwa untuk pot tanaman tersebut, tidak perlu merasa bersalah. Ia menyuruh Bima dan Brata untuk santai aja, mengingat bahwa setiap kejadian memiliki pelajaran.
Kemudian, untuk sosok lelaki tua yang misterius itu tampaknya adalah penunggu daerah ini.
Sejak kedai kopi Senja pertama kali dibuka, beliau sering terlihat beberapa kali di sana. Pak Joko, pemilik kedai, meyakinkan Bima dan Brata bahwa kehadiran sosok tersebut bukanlah sebuah ancaman.
Bahkan, beliau adalah sosok yang baik dan tampaknya menyukai mereka berdua, karena sosok lelaki tua tersebut menunjukkan wujudnya untuk menyapa kalian berdua.
Setelah menikmati sarapan, Pak Joko meminta Bima dan Brata untuk beristirahat. Beliau mengatakan bahwa dia akan menjaga kedainya sendiri.
Sebelum meninggalkan kedai, mereka berpamitan dan tidak lama kemudian, Pak Joko memberikan sejumlah uang kepada mereka sebagai bentuk apresiasi karena telah menjaga Kedai Kopi Senja selama beliau pergi.
Bima dan Brata merasa sangat senang menerima uang tersebut. Mereka merasa ini adalah pertanda baik untuk Agensi Super Freelancer yang baru saja mereka mulai.
Dengan semangat tinggi, mereka berdua yakin bahwa usaha mereka akan berhasil dan dapat menghadirkan hal-hal positif di masa depan.
Terima kasih, sudah membaca sampai selesai yaa Guys..
Tungguin, Bab Selanjutnya,.
Super Freelance :: Kucing Hitam Misterius.