Chereads / SUPER FREELANCE / Chapter 4 - Super Freelance :: Main Yuk!

Chapter 4 - Super Freelance :: Main Yuk!

Super Freelance :: Main Yuk!

Matahari bersinar cerah di langit biru yang tak tertandingi saat Bima dan Brata, dua pemuda dengan segudang keahlian, sedang menghabiskan hari di halaman rumah seorang Klien.

Mereka memiliki bakat dalam berbagai bidang, tetapi hari ini, mereka menjauh dari Misi yang berat dan tujuan besar. Sebaliknya, mereka melibatkan diri dalam peran yang lebih sederhana tetapi sangat penting yaitu "Penjaga anak-anak."

Tugas mereka adalah mengawasi dan menghibur dua bocah kembar yang memiliki energi yang sangat berlimpah, seolah-olah mereka baru saja meminum segelas jus penuh gula.

Satu bocah kembar, bernama Dika, dengan rambut keritingnya yang liar, suka berlari dan menjelajahi sudut-sudut halaman, sedangkan kakaknya, Sari, dengan senyum ceria dan mata yang berkilau, terpesona oleh setiap gerakan kupu-kupu yang melintas.

"Kita adalah Power Rangers yang melindungi dunia ini!" seru Brata dengan penuh semangat yang membara, matanya berkilau seakan-akan dia benar-benar seorang jagoan super.

Dengan kostum berwarna-warni yang didominasi oleh nuansa cerah, Brata siap menyelamatkan dunia bersama Dika dan Sari bocah kembar yang tak kalah cerianya. Mereka terinspirasi oleh episode terbaru dari acara favorit mereka.

Sementara itu, Bima, dengan ketekunan yang luar biasa, berperan sebagai monster jahat. Dia menyiapkan suaranya yang dalam dan mengesankan, dibarengi dengan gerakan yang dramatis.

"Aku akan menguasai dunia!" teriak Bima, suaranya berat dan menakutkan, melambaikan tangannya dengan ganas layaknya monster menyerang kota.

"Tidak semudah itu, Ferguso!" Brata menjawab dengan semangat yang tak kalah menggebu.

"Kami, Power Rangers, akan menghentikanmu!" Dia menekankan kata-kata tersebut seolah-olah seluruh nasib dunia berada di tangannya.

Dengan suara serentak, mereka berteriak penuh semangat,

"Iyaa!!" Suara Dika dan Sari menggema dalam kebersamaan yang menyenangkan, membangun atmosfer keceriaan di sekitar mereka.

Pertempuran pun dimulai dengan riuh rendah suara dan tawa yang menggelegar di antara mereka.

Bima, penuh semangat dengan adrenalin nya, berlari cepat mengejar Brata, Dika dan Sari bocah kembar yang bergerak lincah, mereka tampak seperti trio yang tidak terpisahkan, berlari sambil melemparkan tawa.

Brata, dengan kecerdikan dan karisma pemimpinnya, berteriak kepada dua bocah kembar yang antusias.

"Ayo kita satukan kekuatan kita!" kata-katanya menggelora, menyemangati Dika dan Sari untuk bersatu melawan Bima.

Dalam sekejap, Dika dan Sari bocah kembar itu melompat dengan penuh percaya diri dan mendaki ke pundak kiri dan kanan Brata. Mereka tampak seperti formasi Power Rangers asli, berkelompok dan siap menyerang.

"Ini saatnya! Penggabungan Super Power Rangers!"

"Ayo kita serang dengan Jurus Pamungkas, Gelitikan Super!" Brata mengangkat suaranya, membuat semua orang menarik perhatian. Energi mereka seolah menyatu, menghadirkan aura kekuatan yang menggetarkan.

Di sisi lain, Bima, yang sudah mempersiapkan diri sebagai "korban" dalam permainan ini, bersiap untuk terjatuh perlahan. Sambil menjaga ekspresi wajah yang penuh dramatis, dia mulai merosot ke tanah, memberikan pertunjukan yang sangat berkesan.

Dika dan Sari bocah kembar itu, penuh percaya diri, mulai melompat dan menggelitik Bima tanpa ampun, menebarkan kebahagiaan dan tawa.

"Aahh! Ampuuun! Hahahaha!" Bima tidak bisa lagi menahan tawa. Dia tertawa terbahak-bahak, akhirnya terjatuh di atas rumput, menyerah kalah dengan gaya yang sangat menghibur.

"Aku menyerah!" Bima mengatakannya dengan napas yang terengah-engah, tetapi senyuman lebar tak bisa dia sembunyikan.

Hari mulai gelap, matahari dengan indahnya tenggelam di ufuk barat, menciptakan langit yang berwarna oranye keemasan dan ungu yang memukau, menandai akhir dari petualangan mereka.

Kedua orang tua, Dika dan Sari bocah kembar itu, yang ternyata sepasang dokter yang sangat berdedikasi, baru saja pulang dari panggilan pekerjaan mendadak dari rumah sakit tempat mereka berkarier.

Keduanya tampak lelah tetapi tetap bercahaya, sambil membawa aroma antiseptik dan tanda-tanda kesibukan di wajah mereka. Sesaat mereka membuka pintu rumah, anak-anak mereka yang bersemangat segera menyambut dengan pelukan hangat dan senyum lebar.

Kebahagiaan terpancar jelas di wajah Dika dan Sari bocah kembar itu, yang tidak sabar untuk berbagi pengalaman seru mereka selama sang orang tua tidak ada. Di tengah interaksi tersebut, suasana hangat dan kompak menciptakan ikatan yang kuat dalam keluarga kecil ini.

Sebelum mereka pergi dan berpamitan, Bima dan Brata menerima sebuah amplop putih yang tampak biasa namun penuh makna. Amplop ini bukan sekadar kertas, itu adalah simbol atas kerja keras dan dedikasi mereka.

"Lumayan buat membeli makanan malam ini," ucap Brata dengan senyuman puas yang terlukis di wajahnya, tangannya ringan saat ia membuka amplop tersebut untuk menghitung isi di dalamnya.

"Bagaimana kalau kita beli nasi goreng dulu, sebelum pulang ke markas? Pasti sempurna rasanya setelah hari yang panjang ini," ajak Bima, dengan ekspresi wajahnya membawa rasa ceria, mengambarkan semangat yang tak kunjung padam.

Dengan langkah mantap, mereka berdua melangkah menuju kedai nasi goreng terdekat. Sambil melewati jalan yang dipenuhi lampu-lampu kota yang berkelap-kelip, hati mereka terasa ringan, dihiasi tawa yang mengalir dari percakapan santai di antara mereka.

Namun, suasana santai yang sebelumnya menyelimuti perjalanan mereka tiba-tiba berubah menjadi ketegangan di antara Bima dan Brata.

"Anakku hilang! Tolong! Anakku hilang!" teriak seorang wanita dengan nada suara yang mengguncang, suaranya penuh kepanikan, dibarengi dengan isak tangis yang berat.

Wanita itu berdiri di depan rumahnya, wajahnya tampak pucat, tertekuk oleh duka. Sekelilingnya, para warga mulai berkumpul, wajah mereka menunjukkan rasa khawatir dan iba.

Bima dan Brata saling pandang sejenak, seolah tanpa perlu kata-kata, pandangan mereka sudah berbicara. Rasa penasaran dan kepedulian mendorong mereka untuk mendekati kerumunan tersebut.

Mereka berusaha mendengarkan dengan seksama, dan salah satu warga mulai menjelaskan situasi yang mencekam di titik itu.

"Anak balita dari ibu itu menghilang secara misterius,. Dari kamarnya saat ibunya pergi ke dapur untuk memasak," katanya, suaranya bergetar mencerminkan ketidakpastian dan rasa takut yang membayangi suasana.

Bima dan Brata merasa hatinya berdesir mendengar kisah itu, dalam keadaan seperti itu, rasa kemanusiaan membuat mereka tak bisa berpaling, meskipun mereka hanya sekadar pengunjung yang kebetulan lewat.

Brata mengambil napas dalam-dalam, kemudian memejamkan matanya yang tegas. Ketika ia membuka mata kembali, sorot matanya dipenuhi dengan intensitas, siap menggunakan kekuatan khusus miliknya, yakni **Soca Aura** Kemampuan unik untuk melihat dan merasakan Aura yang ada di sekitar.

Dengan hati-hati, ia memfokuskan pikirannya untuk mencari jejak Aura yang dimiliki oleh anak balita yang dilaporkan hilang tersebut. Sekilas, jejak Aura itu muncul, samar dan kabur.

Meskipun demikian, Brata dapat merasakan bahwa Aura itu masih berada di sekitar rumah. Tapi berada di alam lain, yang biasa kita sebut sebagai Alam Gaib. Dimana dunia ini bersinggungan dengan dimensi yang tak terlihat oleh mata biasa.

Begitu Brata menelusuri Alam Gaib dengan perlahan, ia melihat dengan jelas melalui Soca Aura miliknya. Di sana, di tengah-tengah latar yang gelap dan misterius, anak balita yang hilang itu tampak berbahagia, bermain dengan sosok gaib yang wujudnya mirip seorang anak kecil. Sosok tersebut tampaknya tak bermaksud jahat, permainan mereka penuh dengan tawa dan kegembiraan.

Brata berbisik kepada Bima yang berdiri di sampingnya.

"Anaknya tidak benar-benar hilang,. Dia diajak masuk ke alam gaib oleh sosok siluman yang tampaknya menyerupai anak kecil."

Perlahan, Bima menanggapi bisikan, mengekspresikan sedikit kekhawatiran.

"Kalau begitu, anak itu tidak sedang dalam bahaya, kan?"

Brata mengangguk dengan yakin, memberikan sinyal ketenangan kepada Bima.

"Sepertinya tidak.. Mereka hanya bermain dengan penuh suka cita.."

"Namun, penting untuk diingat, waktu di alam gaib berjalan lebih lambat dibandingkan dunia kita.."

Dengan hati-hati, mereka berdua saling bertukar pandangan, menyadari bahwa meskipun situasi ini tampak baik-baik saja, tetap ada risiko yang mengintai di balik semua itu.

Tanpa membuang waktu yang berharga, Bima, dengan langkah yang mantap dan percaya diri, bergerak mendekati sosok seorang ibu yang tengah terisak di tengah kerumunan. Air mata mengalir di pipinya, menggambarkan kesedihan yang mendalam. Dia menawarkan segenggam harapan di tengah kepasrahan.

Meskipun banyak warga sekitar memperlihatkan keraguan yang jelas pada ekspresi wajah mereka, karena Bima dan Brata hanya terlihat seperti pemuda biasa. Seorang lelaki tua yang dikenal sebagai tetua desa, dengan wajah yang nampak kebijaksanaan mengangguk setuju.

"Baiklah, cobalah bantu kami.." ucap tetua desa tersebut dengan suara yang penuh otoritas dan ketenangan.

"Kami percaya pada kalian, tapi jangan terlalu kecewa dengan hasilnya walaupun nantinya kalian tidak bisa menemukannya.."

Dengan instruksi tersebut, Bima dan Brata segera melangkah menuju kamar tempat terakhir di mana anak itu terlihat. Mereka melangkah lugas, dengan perasaan berdesir di dada, menandakan baik ketegangan maupun harapan.

Setelah mereka menutup pintu, ketenangan menyelimuti ruangan. Hanya suara detak jam di sudut yang mengisi keheningan. Namun, setelah beberapa waktu berlalu, detik demi detik terasa begitu menegangkan. Tidak ada tanda-tanda yang terlihat.

Di luar ruangan, kerumunan warga mulai merasakan jantung mereka berdegup kencang, ketidakpastian mulai menghinggapi pikiran mereka. Dalam rasa cemas yang semakin memuncak, tetua desa memutuskan untuk mengecek keadaan Bima dan Brata. Ia meraih gagang pintu dan membuka dengan harapan yang tersisa.

Namun, alangkah terkejutnya ia ketika melihat kamar itu dalam keadaan kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Bima dan Brata. Semua barang di dalam kamar terlihat seperti biasa, tetapi dua pemuda tersebut telah menghilang tanpa jejak.

Seketika suasana berubah, dari harapan menjadi keheranan yang mendalam. Gemuruh pertanyaan dan rasa panik mulai melanda pikiran semua yang ada di luar,.

"Ke mana mereka pergi?"

"Dan apa yang sedang terjadi di dalam sana?"

Bersambung..

Super Freelance :: Main Yuk! (Part 2)