Di sebuah kafe terlihat sejumlah karyawan yang tengah sibuk melakukan tugas nya masing-masing.
Kebetulan malam ini pengujung kafe sangat ramai, hingga membuat para karyawan kewalahan, berlari kesana kemari mengantar pesanan dan membawa kembali tumpukan piring kotor.
Seperti yang tengah di lakukan Dira, salah satu karyawan kafe yang sedang sibuk membersihkan, dan membawa beberapa tumpukan piring kotor.
Dira merupakan anak tunggal yang lahir di dalam keluarga biasa. Ayah nya seorang kuli bangunan sementara bunda nya cuma ibu rumah tangga biasa.
Meski ia terlahir dari keluarga biasa, namun Dira mempunyai tekad untuk bisa menjadi orang sukses. Terlebih di jaman yang sekarang ini.
Orang yang berada dan punya kuasa selalu di hormati dan di segani, selagi kita punya kekuasaan dan uang, dunia seakan akan menunduk kepada kita.
Berbeda jika kita tidak punya apa apa dan berasal dari keluarga kurang berada, dunia seakan akan kejam kepada kita, seperti itulah pemikirannya.
Ketika Dira hendak kembali ke dapur dengan tangan yang penuh tumpukan piring kotor, tiba tiba....
Bruak...
Prangg....
"Aduh"
"BISA JALAN GAK SIH !!!" bentak wanita tersebut dengan sangat marah, ketika Dira menabrak nya hingga membuat tumpukan piring kotor itu mengenai baju wanita tersebut dan pecah terjatuh.
"Maaf bu, saya tidak sengaja" ucap Dira seraya membungkuk memohon maaf.
"Maaf maaf, hey emang nya dengan permintaan maaf mu baju saya yang kotor bisa jadi bersih gitu, gak kan?" Ucap wanita itu tidak terima.
"Bahkan harga baju saya lebih mahal dari pada harga dirimu" lanjut nya memandang remeh pelayan itu, dan sontak saja membuat Dira tersebut tersulut emosi.
"Maaf bu, maaf banget. Saya akui saya salah karna tidak berhati hati berjalan sambil membawa tumpukan piring kotor tapi...." sambil menghela nafas.
"Kata kata anda barusan sangat lah menyakiti perasaan saya." Lanjut nya dengan sedikit menahan emosi.
Dia marah karna di hina, dia sakit karna di pandang rendah. Tapi dia masih mencoba sabar, terlebih yang ada di depan nya orang yang lebih tua dari dia. Adab sopan santun tetap lah nomer satu.
"Halah kamu itu cuma pelayan di sini, jangan coba coba membela diri, bersikap yang sok tersakiti. Yang nama nya pelayan ya pelayan, beda sama saya yang bisa beli harga dirimu kapan saja. Dan...." dengan senyum merendah kan ia maju berjalan mendekati Dira.
"Tempat nya pelayan macam kamu tuh cuma di bawah kaki saya" ucap sombong wanita tersebut sambil menunjuk kaki nya. Dan lagi lagi membuat Dira merasa tidak terima, dan sudah tidak kuat lagi bersabar menghadapi wanita yang ada di depan nya.
Dira mengambil sisa air jus yang ada disamping nya dan....
Byurrr ...
"Aaaaaww, HEH KURANG AJAR !!!" bentak wanita tersebut tidak terima ketika Dira main siram wajahnya dengan air jus.
Dan sontak saja mereka jadi pusat perhatian pengujung yang lain.
"Kenapa..? Gak terima..? Mau marah..? Atau apa..??" Tanya Dira yang kini sedang menahan diri untuk tidak lepas kendali.
"Dasar gadis kurang ajar " wanita itu mengangkat tangan ingin menampar Dira tapi...
Tap....
Reflek Dira menahan tangan wanita itu, dan meremas kasar hingga wanita tersebut meringis merasa kesakitan.
"Akhhh.... heh lepasin sakit" ringis wanita itu.
"Maaf bu, bukan nya saya merasa kurang ajar atau tidak tahu sopan santun tapi...." Dira melepas kan tangan wanita tersebut.
"Jujur saya merasa tersinggung dan merasa terluka dengan sikap anda. Jangan mentang mentang anda orang kaya, anda yang paling berkuasa dan memandang remeh orang lain"
"Saya memang seorang pelayan disini, tapi apakah seorang pelayan pantas untuk di rendah kan? Pantas untuk di permalukan? Seorang pelayan tetap lah manusia, yang sedang mencari nafkah untuk keluarga nya" lanjut nya dengan nada semakin meninggi
"Anda tadi bilang bisa membeli harga diri saya kan, tapi maaf harga diri saya tidak bisa dibeli dengan uang anda, entah semau apa dan sebanyak apapun uang yang bisa anda kasih ke saya"
"Saya memang pelayan, tapi pantas kah orang seperti anda yang memiliki kekuasaan dan punya segala nya bisa merendah kan saya" ucap Dira penuh penekanan.
"Udah cukup ceramah nya" tanya wanita itu sambil menguap dan membuat Dira hanya bisa tersenyum lirih.
Orang biasa bakalan kalah sama orang yang berduit. Pendapat dan perkataan nya gak bakal di dengar, cuma di anggap angin lewat saja
"Heh ada apa ini..??" tanya Manager yang tiba tiba datang ke arah mereka yang sejak dari tadi menjadi pusat perhatian.
"Pak Edwin,maaf tadi saya barusan bikin kesalahan, dengan tidak sengaja menabrak ibu ini." Jawab Dira.
"Gak sengaja apanya. Ni liat pakaian saya jadi kotor di tambah muka saya yang barusan kamu siram pakai air jus, dan menurut mu ini gak sengaja gitu" sindir wanita itu tidak terima.
Edwin yang nampak tidak asing melihat wanita itu tiba tiba....
"Nyonya Amel" panggil Edwin.
"Kamu bukanya Edwin kan, anak buah nya suami saya" tanya Amel memastikan.
"Iya nyonya saya Edwin anak buah Tuan Adrizal" ucap Edwin memperkenalkan diri.
"Hmm , oke Edwin tolong jelasin ke pelayan mu satu ini tentang tata krama yang sopan, jangan bersikap kurang ajar kayak gini" protes Amel menunjuk wajah Dira.
"Iya nyonya saya minta maaf atas kejadian ini" ucap Edwin merasa tidak enak hati.
"Dira, ayo minta maaf segera sama nyonya Amel" perintah Edwin dengan nada sedikit emosi.
"Saya memang salah Pak Edwin, tapi kenapa saya harus di hina, apakah orang biasa seperti saya yang membuat kesalahan harus di pojokan?" Protes Dira merasa tidak terima.
"Tapi kenapa orang yang punya segala nya membuat kesalahan justru mereka yang dibela, saya salah karna tidak sengaja menabrak beliau tapi,?" dengan sedikit meredam emosi.
"Bukan nya jalan disini cukup luas pak, dan bukan nya beliau sudah tau kalau saya berjalan disisi sini, tapi mengapa beliau tidak minggir sedikit" lanjut nya.
"Eh enak aja suka suka saya dong, lagi yang namanya pelayan harus ngalah dan harus nya kamu tadi yang harus nya ngalah" ucap sombong Amel yang merasa tidak terima di salah kan.
"Tapi kalau..."
"Sstt, diem Dira, sudah cukup, kamu yang salah dan cepat minta maaf sama Nyonya Amel, atau saya pecat kamu" ancam Edwin membuat Dira menghembuskan nafas kasar.
"Maaf nyonya, sekali lagi saya minta maaf" dengan sedikit terpaksa Dira harus meminta maaf lagi, meski ingin menolak tetap saja, orang biasa bakalan kalah sama orang yang berduit.
"Hmm.. kali ini saya maaf kan" ucap Amel tersenyum sinis dan meninggal kan kafe.
Melihat Amel yang sudah pergi membuat Edwin bernafas lega, pasal nya dia merasa takut ketika harus berhadapan dengan keluarga Leksmana yang terkenal akan kekejaman dan tanpa belas kasihan.
"Dira" panggil Edwin.
"Iya pak" jawab Dira.
"Jangan ulangi lagi kesalahan hari ini atau mau saya pecat" ancam Edwin.
"Tapi pak.."
"Cukup saya tidak ingin mendegar alasan apapun. Malam ini kamu saya hukum cuci piring kotor itu semua sendirian" perintah Edwin.
"Pak tapi.." protes Dira.
"Mau saya tambah hukuman nya" ancam Edwin
"Huff, iya pak saya siap menerima hukuman" jawab Dira dengan lesu.
"Bagus cepet sana kerjain" Edwin pun kembali keruangan nya.
Sementara Dira mulai membersihkan pecahan piring yang berserakan di lantai dengan perasaan kesal. Sebenarnya hari ini ia sangat lah lelah, mungkin karna itu juga dia hilang fokus dan tidak sengaja menabrak Nyonya Amel. Tapi ya percuma saja semua sudah terlanjur.
************
"Kak Kevin, tolong Arkana kak" rintih seorang anak kecil yang sudah babak belur.
"Kak..." ucap nya ketakutan ketika melihat seorang pria berjubah hitam mengarah kan samurai ke arah nya, dan dengan cepat pria itu...
"Kakak.... aaaakhhhhh"
Kevin terbangun dari mimpi buruk nya. Sudah 5 tahun lebih bayangan insiden kematian Arkana adik nya masih terlintas di pikiran nya.
Meski begitu dia masih tidak mengetahui siapa yang telah membunuh adiknya. Kevin beranjak dari tempat tidur dan segera membersih kan diri.
Setelah selesai dia berpakaian rapi karna malam ini ada jadwal bertemu seseorang. Kevin turun ke lantai bawah menuju meja makan yang ternyata semua orang sudah ada disana.
"Baru bangun nak" tanya virendra.
"Iya" jawab singkat Kevin.
"Kak kevin lagi sariawan ya?" Tanya Laura adik bungsu Kevin.
"Nggak" sekali lagi Kevin menjawab singkat dan membuat Laura menjadi kesal sendiri.
Evelyn yang melihat Laura kesal mendekati putri kecil nya dan mengelus lembut rambut nya.
"Udah mungkin Kak Kevin lagi capek jadi Laura jangan sebel sendiri ya" rayu Evelyn.
"Tau ah Kak Kevin berubah semenjak Kak Arkana meninggal" dengan kesal Laura meninggal kan meja makan.
Prangg....
Kevin menaruh kasar peralatan makan nya dan pergi tanpa satu kata pun, membuat kedua orang tuanya menjadi sedih melihat pemandangan ini.
Semenjak kematian Arkana semua terasa berbeda, bahkan suasana rumah pun nampak sepi. Tidak ada lagi canda tawa yang menghiasi rumah. Cuma sepi dan terasa hampa .
Kevin yang dulu nya anak yang ceria dan suka usil ke Laura adik nya, kini menjadi pendiam, mungkin sebab itu Laura sangat merindukan kakak nya yang dulu, bukan yang sekarang yang terasa seperti mayat berjalan dan berbicara cuma seperlu nya.
Arkana, memang anak paling kesayangan sekaligus adik dan kakak yang sangat di sayang keluarga nya. Namun naas ia harus meninggal karna di bunuh oleh seseorang.
"Sayang, kenapa ini harus terjadi?" tanya Evelyn menahan sakit.
Hati nya masih tidak terima Arkana terbunuh secara mengenas kan 5 tahun yang lalu. Bahkan pembunuh nya aja tidak ada yang tau siapa dia.
Virendra yang melihat istrinya tengah menahan luka di hati, ia segera menghampiri dan memeluknya. Tidak ada kata kata yang bisa menenangkan hati istri nya.
Karna ia tau semanis apapun kata kata yang ada tidak mungkin bisa mengobati rasa kehilangan anak bagi seorang ibu.
"Istirahatlah sayang tenangkan dirimu di kamar" bujuk Virendra dan Evelyn mengangguk dan pergi ke kamarnya.
Setelah istri nya pergi, Virendra nampak sedang mengamati bingkai foto keluarga. Disana ada dia, istri,dan ketiga anaknya. Ia tersenyum namun merasa rindu dengan momen tersebut.
Momen melihat Kevin yang suka usil ke Laura hingga membuat adik bungsu nya kesal dan berakhir mengadu ke Arkana. Namun bukan nya membela Laura ,Arkana malah ikut ikutan, membuat Laura menjadi kesal berlari mengadu ke bunda nya. Sedangkan Virendra tersenyum dan asik mengambil foto kebersamaan keluarganya .
Mata Virendra terfokus melihat foto Arkana yang sedang tersenyum manis menampakan lesung di pipi nya. Arkana memang pusat dari keluarga ini.
Semenjak Arkana meninggal semua tidak lagi terasa sama. Sambil terpejam ia mengepal kan tangan nya ketika mengingat momen dimana ia menemukan Arkana yang tewas 5 tahun yang lalu
Flashback on .
Virendra berlari memasuki rumahnya bersama para pengawal nya, namun berhenti ketika ia di kejutkan melihat semua anak buah nya yang bertugas menjaga rumah terkapar tak berdaya di lantai rumah nya, bahkan di antara mereka tewas mengenaskan dengan luka dan sayatan benda tajam di wajah mereka.
"Apa yang sebenarnya terjadi katakan!!!" tanya Leon orang kepercayaan Virendra.
"Tuan maaf kan saya tadi ada beberapa orang yang datang kemari dan langsung menyerang kami dan...." orang itu meninggal ketika belum sampai habis menjelaskan
"Ya bangun bangun!!!" ucap Leon sambil menguncangkan badan orang tersebut.
Virendra yang sudah khawatir dan bingung bahkan bertanya tanya apa yang sebenarnya terjadi. Ia tadi berada di kantor nya namun harus pulang terburu buru karna mendapat telepon dari penjaga rumah yang memberitahu ada sekelompok orang yang membuat keributan di rumah nya.
Virendra yang nampak panik berlari menuju lantai atas mengecek kamar istri dan anak nya. Ceklek.. Kosong Tidak ada siapa pun di kamarnya, bahkan di kamar anak anak nya juga kosong.
Seingat nya istri dan ketiga anaknya hari ini berada di rumah. Firasat Virendra semakin buruk.
"Leon" panggil Virendra.
"Iya tuan" jawab Leon yang sedari tadi mengikuti tuan nya bersama beberapa pengawal yang lain
"Cepat segera cari dimana istri dan anak anak ku!" perintah Virendra yang kini sangat marah bercampur rasa khawatir.
"Siap tuan" jawab semua nya dan langsung pergi mencari. Virendra mencoba menghubungi istri nya namun sayang telepon nya tidak tersambung.
"Argghhh" dengan marah ia memukul kasar dinding rumah nya. Virendra bingung di mana keluarga nya sekarang.
Mata Virendra tidak sengaja melihat bercak darah di lantai tempat nya berdiri. Ia mengamati dan mengikuti dari mana arah bercak darah itu berasal.
Sampai tiba di depan gudang belakang rumah nya, ia melihat pintu gudang yang sedikit terbuka. Pelan pelan ia membuka pintu dan terkejut melihat.....
"ARKANAA" teriak Virendra yang melihat putra nya tewas bersimba darah dengan sebilah pedang yang masih menancap di perutnya.
Virendra panik menghampiri putra nya dan mencabut pedang tersebut. Dia tak kuasa menahan tangis dan amarahnya menguncangkan tubuh putra nya supaya ia bangun tetapi sayang ia sudah tidak bernyawa.
AKHHHHHH!!!!!!
Tangis pecah Virendra ia tak kuasa menahan tangis ke piluhan kehilangan seorang putra kesayangan nya bagaikan terkena pukulan cambuk di dada nya, dan terasa begitu menyesak kan hingga ia kesulitan bernafas dan berpikir.
Tubuh nya gemetar dan mata nya seaakan terasa sakit menyaksikan yang ada di depan nya adalah jenazah putra nya Arkana Virendra Abiyasa.
Seketika itu ia tersadar melihat Kevin yang berada tak jauh dari nya dengan kondisi pingsan penuh luka dan terikat di tiang. Virendra menghampiri Kevin dan mencoba membangunkan nya tapi nihil Kevin masih tak sadar kan diri. Virendra kemudian membawa ke dua putra nya ke rumah sakit.
**************
Tangis kesedihan pecah ketika jenazah Arkana di masukan ke liang lahat. Evelyn yang tak kuasa menahan kesedihan dia terjatuh di tanah dan menjerit.
ARKANAAA!!!! Tangis Evelyn sesegukan di pelukan Virendra dia memeluk erat tubuh suami nya.
"Ikhlas kan kepergian Arkana sayang" ucap lembut Virendra memeluk erat istrinya. Sedangkan di sebelah nya ada Laura yang juga sama sama menangis mengengam erat tangan kakak nya Kevin yang memakai kacamata hitam.
Walau Kevin memakai kacamata hitam ia tampak berusaha menahan tangis melihat adik nya yang kini sudah terkubur di dalam tanah dan tak bisa lagi keluar dari sana untuk bermain bercanda atau bahkan menghapus air mata nya.
Itu semua cuma hanya akan menjadi kenangan terindah baginya tanpa bisa di putar ulang kembali
Flashback off.
Setelah kejadian itu keluarga Virendra terpukul atas kematian Arkana, dan Kevin yang kala itu berada di tempat kejadian mengalami lupa ingatan sebagian, yang membuatnya lupa siapa yang telah melakukan ini semua.
Meski begitu Virendra mempunyai firasat buruk. Bahkan ia menembak dalang dari pembunuhan Arkana adalah Ardizal Leksmana, musuh lamanya.
Meski demikian ia tidak mempunyai bukti kuat untuk menuduh nya. Tapi satu hal yang pasti ia tahu masa lalu keluarga Abiyasa dan keluarga Leksmana yang memiliki dendam turun menurun meski ia tidak tahu ap penyebab nya.