Chereads / Kāten no mukō no kage / Chapter 11 - Chapter 10 - Jejak Yang Tersisa

Chapter 11 - Chapter 10 - Jejak Yang Tersisa

Setelah mengalahkan Sang Penghancur, Irian dan timnya merasa kelegaan yang mendalam. Namun, Irian tahu bahwa mereka belum sepenuhnya aman. Kegelapan mungkin telah terhapus dari Gunung Kegelapan, tetapi ancaman masih mengintai di tempat lain. Kini, mereka harus menemukan kristal selanjutnya untuk benar-benar menutup portal yang menghubungkan dunia mereka dengan kegelapan.

Mereka mendirikan perkemahan sementara di reruntuhan, memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan pencarian. Irian duduk di dekat api unggun, memikirkan apa yang baru saja mereka alami.

"Kau melakukan hal yang luar biasa, Irian," Garron memulai, duduk di sampingnya. "Kemampuanmu untuk memanipulasi cerita… itu sangat kuat."

"Terima kasih," Irian menjawab, masih merenungkan kekuatan yang dimilikinya. "Tapi aku juga merasa ada tanggung jawab besar di baliknya. Kekuatan ini bisa membawa kebaikan, tetapi juga bisa berbalik menjadi bencana jika salah digunakan."

Mira mendekat, membawa semangkuk sup hangat. "Ingat, kita semua di sini bersamamu. Kita akan saling menjaga satu sama lain."

Kira menambahkan, "Dengan semua pengalaman ini, kita akan semakin kuat. Kita belajar dari setiap pertempuran, dan itu akan mempersiapkan kita untuk menghadapi apa pun yang ada di depan."

Setelah beristirahat sejenak, mereka mulai merencanakan langkah selanjutnya. Irian mengeluarkan peta dan menunjukkan lokasi kristal berikutnya, yang terletak di dalam gua di dalam Hutan Terlarang. "Dari yang aku dengar, tempat itu dijaga oleh makhluk purba yang sangat kuat. Kita perlu berhati-hati."

"Jika ada makhluk yang bisa kita jinakkan, aku akan siap," Gorthak berkata dengan suara tegas. "Kita harus bersatu untuk menghadapi tantangan itu."

Malam itu, setelah diskusi panjang, mereka akhirnya tertidur, mengumpulkan kekuatan untuk perjalanan yang akan datang.

Keesokan harinya, tim melanjutkan perjalanan menuju Hutan Terlarang. Hutan itu terlihat gelap dan lebat, dengan cabang-cabang pohon yang saling bertautan dan menciptakan atap alami yang hampir sepenuhnya menyerap cahaya. Suasana di sekitar mereka terasa mencekam, seolah hutan itu sendiri hidup dan mengawasi langkah-langkah mereka.

Irian merasakan kehadiran yang aneh. "Aku merasa ada yang mengawasi kita," katanya, mengerutkan kening.

Mira mengangguk. "Hati-hati. Tempat ini terkenal dengan jebakan dan makhluk yang dapat mengubah ilusi."

Saat mereka semakin dalam ke hutan, suara gemerisik terdengar dari semak-semak. Tiba-tiba, sekelompok makhluk berbulu muncul, berbentuk seperti serigala besar dengan mata berkilau. Mereka terlihat garang, tetapi Irian merasakan sesuatu yang lain—rasa sakit dan ketakutan.

"Aku akan mencoba menjinakkan mereka," Irian mengatakan, berusaha menenangkan timnya. Dia tahu bahwa makhluk ini mungkin terperangkap dalam keadaan yang tidak diinginkan.

Dia melangkah maju, menggunakan kekuatan penjinaknya. "Tenanglah, aku tidak akan menyakiti kalian. Aku di sini untuk membantu."

Makhluk-makhluk itu menggeram, tetapi Irian berfokus pada emosi mereka. Dengan mengalirkan energi positif, dia berusaha menyentuh sisi yang lebih dalam dari makhluk-makhluk itu.

"Cobalah merasakan cahaya dalam diriku. Bebaskan diri dari kegelapan yang menyelimutimu," Irian berkata, menatap mata makhluk-makhluk itu. Perlahan, salah satu makhluk mulai meredakan geramannya, tatapannya lembut.

"Baiklah, Irian. Aku akan membantumu!" makhluk itu berkata, suara dalam dan serak. Irian terkejut, tetapi dia segera merasakan ikatan baru terjalin antara mereka.

"Aku akan memanggilmu Fenris," Irian memutuskan, tersenyum. "Bersama kita akan melawan kegelapan!"

Setelah Fenris bergabung, makhluk-makhluk lain pun mengikuti. Dalam waktu singkat, Irian telah menjinakkan sekelompok makhluk yang kuat. "Kita semakin kuat!" ia berseru, penuh semangat.

Setelah menjinakkan makhluk-makhluk itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju gua. Ketika tiba di pintu gua, mereka merasakan hawa dingin yang menyelimuti. "Ini dia," Irian berkata, menatap dengan penuh ketegangan.

"Siap untuk bertarung?" Garron bertanya, bersiap dengan senjatanya.

"Bersiaplah untuk segala kemungkinan," Irian mengingatkan. "Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di dalam."

Mereka memasuki gua, dan suasana di dalamnya jauh lebih menegangkan. Dinding-dinding gua bersinar samar dengan cahaya biru, dan suara air menetes membuat suasana semakin misterius.

Di tengah gua, mereka melihat sebuah altar yang dijaga oleh makhluk purba—sebuah naga besar dengan sisik hitam dan mata menyala. Naga itu mengeluarkan suara menggeram yang mengguncang dinding gua.

"Kau berani memasuki tempat ini?" suara naga menggema, menimbulkan gema di seluruh ruangan. "Hanya yang terkuat yang dapat mengambil kristal ini."

Irian merasakan tantangan di depan matanya. "Kami tidak takut. Kami di sini untuk mengambil kristal dan menghentikan kegelapan!"

Naga itu melirik, tampak menilai keberanian mereka. "Hanya satu cara untuk membuktikannya. Hadapi aku dan tunjukkan kekuatanmu!"

Irian tahu bahwa mereka harus bersatu untuk mengalahkan naga itu. Dengan Fenris di sampingnya, dia memfokuskan energi, bersiap untuk pertarungan yang akan menentukan takdir mereka.

"Semua, bersiaplah!" Irian berteriak, menyiapkan semua kekuatan yang mereka miliki. Pertarungan dengan naga purba akan menjadi ujian sejati bagi mereka—dan Irian bersumpah tidak akan mundur, apapun yang terjadi.