Setelah diantarkan ke kamar oleh Marchioness Liliyana dan dibawakan pakaian ganti. Sekarang Erianthe berada di kamarnya dan sudah berganti pakaian dengan gaun yang cukup mengembang. Astaga kenapa gaun di sini sangat berat dan menyusahkan. Sepertinya dia harus segera mencuci pakaiannya dan mengeringkannya agar dapat ia kenakan lagi.
Erianthe menatap keluar jendela yang memperlihatkan taman bunga dan juga beberapa prajurit yang berjaga diluar, kamarnya cukup tinggi karena dia bisa melihat segala kegiatan diluar kediaman ini yang di kelilingi tembok pagar yang sangat tinggi. Untuk ukuran kediaman Marquess dan Marchioness ini sangat besar sebanding dengan kediaman duke ataupun raja bahkan. Bukankah Marquess dan Marchioness sangat kaya sehingga kediamannya sebesar ini bukan?
Setelah berjam-jam termenung dan memikirkan segala rencana dan kemungkinan yang akan terjadi, Erianthe menatap pintu yang baru saja diketuk dari luar. Tidak mau membuat yang berada di depan kamarnya menunggu dengan cepat Erianthe membukan pintunya.
Dia mengernyit bingung ketika mendapati seorang perempuan yang mungkin sekitar 16 tahun berdiri di hadapannya. Perempuan itu menunduk sedari Erianthe membuka pintunya.
"Salam Lady, saya diutus Yang Mulia untuk menjadi pelayan pribadi anda," ucapnya masih dengan menundukan kepala. Erianthe yang melihat itu meringis ngilu, bukankah sangat pegal menunduk terus seperti itu.
"Kau boleh mengangkat kepala mu, bukankah sangat pegal seperti itu terus." Ucap Erianthe tersenyum tipis.
"Tidak Lady, sangat tidak sopan bagi saya yang rendahan ini menatap Lady dengan terang-terangan." Erianthe yang mendengar itu memutar bola matanya malas. Hei dia juga orang asing di tempat ini kan, jadi kenapa dia terlalu sopan padanya.
"Aku juga hanya orang asing di sini, kau tidak usah terlalu formal." Pelayan didepannya yang mendengar ucapan Erianthe pun segera ingin membungkuk untuk bersujud padanya tetapi diurungkan karena Erianthe dengan cepat menahan pelayan itu agar tidak melakukannya.
Erianthe yang melihat itu berdecak malas, apa dia harus sebegitunya? Sekarang dia tau bagaimana perbedaan kasta di sini menghormati. Huh sepertinya dia harus mengubah sudut pandang orang-orang di sini. Bukankah ini sangat kuno, terlalu berlebihan kepada kasta yang sangat tinggi. Kasihan sekali para rakyat disini.
"Tidak usah berlebihan, kau jangan berbicara terlalu formal padaku. Aku hanya beda beberapa tahun lebih tinggi padamau tidak usah terlalu formal. Ini perintah kau harus turuti," ucap Erianthe tegas saat pelayan didepannya ingin menolak.
Pelayan itu pun mulai mengangkat kepalamya sedikit, dia terdiam sebentar sebelum berucap, "untuk berbicara mungkin saya tidak bisa, tapi saya akan berusaha!" Ucapnya yakin.
Erianthe yang melihat itu menganggukkan kepalanya puas, "jadi siapa namamu?" Tanya Erianthe pada pelayan tersebut.
"Ah iya saya lupa memperkenalkan diri, nama saya Ishalina, Lady bisa panggil saya Isha," ucapnya dengan tersenyum manis. "Aaa baiklah Isha, jadi kau kesini untuk apa?"
"Saya disini sebagai pelayan pribadi anda Lady, saya diutus oleh Yang Mulia untuk menemani anda kapan pun." Erianthe yang mendengar itu menaikan sebelah alisnya, "Marchioness Liliyana yang mengutusmu, lalu?"
"Iya Lady, saya kemari diutus untuk menjemput anda untuk menuju ke ruangan Yang Mulia karena Yang Mulia Marquess dan Marchioness memanggil anda Lady." Suami Marchioness memanggil ku? Astaga apa yang harus aku katakan, bagaimana menyapanya nanti. Apa seperti biasa aku menyapa musuhku? Atau pada orang yang lebih tua?
"Baiklah tolong antarkan aku keruangan beliau," ucap Erianthe dan mulai berjalan mengikuti pelayan tersebut.
•••
Setelah berjalan 20 menit lamanya menuju ruangan Marquess, akhirnya Erianthe tiba di depan pintu ruangan tersebut. Setiap di perjalanan menuju ke sini, dia selalu saja memikirkan bagaimana menyapa kedua orang penting itu. Ngomong-ngomong jarak dari kamar dan ruangannya sangat jauh sekali, karena terletak di kediaman yang berbeda. Sebenarnya kediaman ini ada berapa bagian?
Setelah bergelut dengan segala macam pikirannya, Erianthe dengan kaku mengetuk pintu didepannya. Dia membuka pintu tersebut setelah mendengar perintah untuk masuk.
Setelah masuk kedalam ruangan Erianthe langsung di sambut dengan ruangan yang dipenuhi oleh rak buku yang sangat banyak, eugh rasanya mual ketika melihat tumpukan buku yang diketahui bukan buku jenis novel remaja.
Erianthe yang melihat dua orang paruh baya itu pun membungkun sopan dan mengucapkan, "salam Yang mulia Marquess dan Marchiones, semoga kalian dan tanah march selalu diberkati oleh dewa dewi," ucap Erianthe takzim.
Erianthe pun menegakkan badannya ketika sudah dipersilahkan, "silahkan duduk di sini." Ucap Marchioness menepuk sofa yang ada di sampingnya. Sedangkan Marquess duduk di single sofa.
Erianthe melangkah menuju tempat yang Marchioness katakan, sedari dia berjalan menuju sana Marquess selalu menatapnya dengan wajah yang tidak bisa di tebak. Astaga bulu kuduk Erianthe saja langsung merinding ketika bersitatap dengan Marquess. Apa dia akan di usir dan menjadi gelandangan?
"Namamu siapa?" Ucap Marquess ketika sudah melihata Erianthe duduk di samping istrinya itu.
"Saya Erianthe Arawinda Valerie, Yang Mulia," ucap Erianthe dengan senyum tipis.
"Saya mendengar bahwa kau berasal dari negara ***, tapi saya belum pernah mendengar wilayah tersebut, apa kau seorang utusan mata-mata musuh?" Ucapnya dengan mata mengintimidasi Erianthe.
Mampus, apa aku akan mati?
Tidakk! Aku masi ingin menikmati kekayaan kalian!
Aku saja bahkan belum menikmati pria tampan di sini! Tidak tidak aku tidak boleh mati!