Chereads / Layaknya Pelacur Itu (HIATUS) / Chapter 7 - Chapter 7 Yakuza Alfa

Chapter 7 - Chapter 7 Yakuza Alfa

Aku dan Ayah sudah ada di dalam kediaman. Kami menunggu di sebuah ruangan dengan adanya meja lesehan di sana.

Ayah menunggu sambil merokok di hadapan ku sementara aku hanya bisa duduk tenang karena aku harus menjaga sikapku.

Hingga aku benar benar mulai bosan. "Haiz... Ayah, sebenarnya apa yang kita tunggu?" tanya ku dengan wajah bosan.

"Menunggu Tuan rumah ini, tentu saja mereka ingin melihat kecantikan mu, dia juga harus bersiap sebaik mungkin."

Lalu aku berpikir aneh. "(Hah.... Serius nih aku cantik, kupikir aku hanya cantik di depan Ayah hehe, selama ini aku bahkan iri pada teman temanku yang cantik...)" Aku berwajah senang sendiri.

Tapi tak lama kemudian ada yang mengetuk pintu membuat kami menoleh. Lalu pintu itu terbuka dengan tergeser.

Seketika wajahku tak berbentuk tidak karuan dengan terpelongoh diam.

Melihat seorang pria yang sama seperti Ayah, terlihat menyeramkan karena aura yang dikeluarkan nya benar benar seperti ingin membunuh.

"Maaf membuat kalian menunggu," kata dia sambil menutup pintu dan masuk. Pakaian yang ia gunakan juga seperti orang tinggi lainnya dengan setelan jas hitam itu dan rambut nya yang berwarna hitam lebat.

Dia duduk di bagian meja samping kami.

"Selamat datang di kediaman ini," dia menatap Ayah dengan tatapan datar.

Ayah membalas senyum kecil dan mengatakan. "Terima kasih telah mengizinkan kami kemari, aku juga membawa Putriku." Ayah menunjuk ku dengan sopan. Seketika hatiku berdegup kencang, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Sekarang pria itu menatap ku dengan lirikan nya.

Aku benar benar sudah berpikir bahwa dia akan menyerang ku, karena dia ini Yakuza... Sangat menyeramkan bahkan aku bisa merasakan aura membunuhnya. Sekarang aku bahkan gemetar meremas paha ku sendiri.

Tapi.... "Putri mu sangat cantik, Tuan Cilioen. Aku senang kau membawanya kemari," kata dia dengan menatap ke Ayah dan tersenyum padaku.

Seketika wajahku berubah terdiam dengan sedikit terpelongoh. Rasanya seperti sakura muncul dari dalam hatiku. Aku tak sadar bahwa wajahku agak memerah.

Pria yang aku anggap menyeramkan sementara itu rupanya memiliki sifat yang sama seperti Ayah. Sangat baik, ia bahkan tersenyum ramah padaku membuatku terpesona padanya.

"(Pria ini terlihat dewasa, gak ada beda nya sama Ayah. Aku benar benar penasaran sebaik apa dirinya?)" Pikirku dengan diam melamun ketika Ayah dan pria itu sedang mengobrol.

Tapi diantara aku mengamatinya, ia tiba tiba menoleh padaku membuatku terkejut salah tingkah. "Perjalanan mu sangat jauh bukan, bagaimana jika istirahat atau kau bisa melihat ruangan luar kediaman ini," tawarnya.

"Eh.... Bolehkan?" Aku menatap dengan ingin tahu.

"Ya," dia sekali lagi membalas.

Lalu aku menoleh ke Ayah yang mengangguk pelan.

"Baiklah, terima kasih... Aku akan keluar sebentar," aku berdiri dan berjalan keluar. Karena aku juga sudah bosan duduk di dalam sana.

Di luar, aku berjalan di lorong teras yang mengarah langsung ke halaman. Aku terdiam melihat halaman dengan rumput hijau dan hiasan tradisional lainnya.

"(Mungkin duduk di sini akan membuatku nyaman.)" Aku duduk di teras itu dan menghirup udara segar, tapi sesuatu muncul di pikiranku, yakni pria tadi.

"(Kenapa aku terus memikirkan nya, rasanya seperti aku ingin mengobrol lebih dekat dengan nya... Aku ingin tahu dia seperti apa,)" pikirku dengan rasa tertarik padanya. Ini pertama kalinya aku tertarik pada pria selain Ayah, rasanya agak aneh deh karena dia Pria yang sudah jelas lebih tua jauh dari pada aku, dari tampang nya sih pasti dia sudah punya istri.... Aku tidak berhak mengganggu, meskipun ini membuat ku agak kecewa. Di tengah aku menggerakan kaki pendek ku. Aku mendengar suara manis dari halaman hijau itu. Aku memiringkan tubuh melihat yang rupanya ada banyak kucing yang ada di sana. Kucing kucing yang manis berbagai corak, berkeliaran di halaman itu.

"(Astaga.... Ada kucing?!)" Aku langsung berdiri dan tak peduli aku memakai alas kaki atau tidak, aku berjalan ke rumput hijau itu mendekat pada mereka yang lucu. Aku tidak menyangka, tempat se menyeramkan ini punya makhluk selucu ini.

"Wah kalian imut," aku mengelus salah satu dari mereka.

"Miauw...." Seketika mereka semua menghampiri ku dengan manis. Aw..... Pengen deh memelihara kucing, tapi gak ada waktu karena Ayah dan aku juga selalu sibuk dan tidak bisa di rumah dengan waktu yang lama.

Ayah memang mengizinkan ku memelihara hewan tapi dia bilang aku harus tanggung jawab jika kucing itu harus butuh apapun. Tapi karena aku sibuk pada sekolah, jadi tak ada waktu dan aku mengurungkan niatku untuk memelihara kucing, tapi untungnya aku bertemu banyak kucing ini.

"Pus pus... Kalian sangat imut," aku masih tetap mengelus mereka satu persatu.

Aku juga masih penasaran bagaimana kucing lucu ini datang banyak sekali di halaman ini.

Tapi tak di sangka sangka, aku benar benar tak menyangka sekali karena pria tadi ada di belakang ku, tepat berdiri di teras tadi menatapku dengan tatapan tajam nya dan aku benar benar tidak menyadari itu sama sekali karena sibuk mengelus mereka.

Hingga aku terpikirkan Ayah. "(Ini sudah sangat lama, aku ingin pulang saja,)" aku berencana akan memberi tahu Ayah ingin pulang, tapi saat aku berdiri dan berbalik dari di sanalah aku terkejut tidak karuan karena baru menyadari pria itu menatap ku.

"(Astaga, aku benar benar terkejut, sejak kapan dia ada di sana?!)" Aku terkaku di tempatku.

Tapi pria itu turun dari teras dengan menggunakan sendal baki. Sendal khusus dari Jepang atau sendal tradisional Jepang. Tapi anehnya, dia membawa satu sendal lagi di tangan nya dan berjalan mendekat padaku.

Ia lalu menunduk meletakkan sendal itu di dekat kakiku.

"Kaki mu akan kotor," tatap nya.

Seketika wajahku menjadi merah merona dan aku merasakan itu, jantungku berdegup kencang. Rupanya pria menyeramkan ini juga sangat baik yah, dia bahkan membawakan ku sendal.

"Aku.... Aku... Maksud ku terima kasih," aduh... Aku ngomong saja susah hampir terbata bata sama dia.

Lalu dia menjadi terdiam dan berbalik akan pergi. Hah secepat itu dia akan pergi. "Tu... Tunggu!" Aku memutuskan memanggilnya karena aku ingin lebih lama menatap mata nya.

Kemudian dia menoleh padaku. Kami akhirnya saling menatap. "Um.... (Aku tak tahu harus bilang apa, mungkin aku akan bertanya soal Ayah.) Anu.. Apa kau tahu, di mana Ayahku?" tatap ku dengan menundukkan badan dengan wajah malu.

"Dia... Sudah pergi dari tadi," balas nya.

"Eh!" aku menengadah dengan terkejut. "A.... Ayah...." Aku berwajah tak percaya dan masih Shock.

"Apa kamu tidak mengecek ponsel mu?" Pria itu menatap. Lalu aku meraba sakuku tak ada ponsel. Ya memang tidak ada, karena Kimono tak memiliki saku. "Eh.... Aku meletakkan nya di mana?!" aku panik. Lalu tak di sangka, pria itu memberikan ponselku, aku terdiam dan menerimanya dengan rasa tak percaya. "Kenapa...?" aku masih bingung karena ponselku bisa ada padanya.

"Kau meletakan nya di teras saat ke halaman ini."

"Oh benar..." aku baru ingat, aku meletakkan ponselku di samping ku saat duduk di teras dan saat aku buka, aku benar benar terkejut karena ada banyak panggilan dari Ayah yang tak terjawab. "Sa... Sangat banyak!!"

"Mungkin dia terburu buru ada acara dan menghubungi mu sambil jalan duluan, lain kali mungkin kau bisa memegang ponsel mu terus."

"Haiz.... Ayah benar benar tak bisa di maafin," aku menghela napas panjang dengan kesal.

Lalu pria itu terdiam dan melihat ke arah kucing kucing itu. "Kau suka kucing?" dia tiba tiba bertanya padaku membuatku menoleh.

"(Aku memang berharap dia bertanya padaku, karena aku ingin mengobrol dengan nya.) Um.... Ya, mereka sangat imut," balas ku dengan mencoba akrab dengan nya.

"Begitu ya, apa kau juga memelihara nya?"

"Um... Tidak."

"Kenapa? Bukankah kau tertarik pada mereka?"

"Um... Mengasuh hewan mungkin agak berat bagiku, aku saja mengurus diriku sendiri masih kesana kemari jadi mungkin agak susah jika di tambah mengurus kucing."

"Oh haha, kalau mau, kau bisa kemari mengunjungi mereka juga," dia tertawa.... Astaga, dia beneran tertawa, suwer deh.. Dia kelihatan dewasa banget dengan ketawa nya yang juga dewasa.

"(Aduh aku gak boleh tergoda.) Anu... Apa kucing kucing ini milikmu? Kenapa kediaman ini memelihara kucing sebanyak ini, kupikir satu atau dua saja cukup."

". . . Sebenarnya, kucing kucing ini datang begitu saja kemari. Mereka selalu datang dan bermain di halaman ini, tapi tak pernah sekalipun meminta makan di sini. Aku juga merasa aneh dengan tingkah mereka. Mereka juga tidak pernah membuang kotoran sembarangan, mereka seperti bermain saja di sini setelah itu pergi dan kembali lagi, begitu seterusnya."

"Oh jadi ini bukan kemauan anda?" aku bertanya padanya lalu dia mengangguk.

Ternyata kucing kucing itu memang bukan bagian dari kediaman.

"Jika kau ada di sini, kau bisa berganti pakaian jika mau, Tuan Cilioen bilang dia akan kembali nanti malam untuk menjemput mu," kata pria itu.

"Tapi aku tidak membawa baju ganti apapun," aku membalas dengan kecewa.

"Tak apa, aku punya baju yang sesuai untuk mu, mohon ikuti aku," dia berbalik berjalan duluan dan aku mengikuti nya. Jujur sih, aku menilainya sangat sopan padahal dia itu lebih tua dari aku.

Dia menunjukkan ku satu ruangan dengan pintu geser nya. "Ini ruangan mu, ada futon di sana, dan baju baju santai."

Bagi yang belum tahu futon, futon adalah tempat tidur yang biasa di gunakan orang orang Jepang pada dahulu, mereka tidur di lantai dengan tempat tidur lipat untuk mencegah kelainan punggung.

"Oh baiklah, terima kasih."

"Kalau begitu aku pergi dulu, jika ada perlu... Silahkan ke ruangan sebelah, aku ada di sana," Pria itu membalas.

Tapi sesuatu membuatku menghentikan nya. "Um, tunggu sebentar."

"Apa ada sesuatu?"

"(Aduh.... Aku malu mau tanya...) Anu... Jika boleh tahu, bisa beritahu aku nama anda?" tatap ku dengan rasa malu karena dari awal Ayah juga tidak memberitahuku.

"Oh, aku Park Choi, kau Raina bukan, putri dari Tuan Cilioen, kupikir Tuan Cilioen telah memberi tahu tentang ku padamu."

"(Namanya itu.... Benar benar terlihat bermarga.) Tuan Park, senang bertemu dengan Anda. Ayah ku memang seperti itu, dia membuatku penasaran sampai seperti ini," aku menundukkan tubuh untuk memberi salam.

Karena aku takut suasana akan menjadi canggung, jadi aku meng akhiri pembicaraan saja. "Kalau begitu, aku akan masuk..."

"Baiklah, ingat, jika perlu sesuatu, datang padaku saja," kata Tuan Park lalu ia berjalan pergi.

Rasanya seperti nyaman banget kalo bicara sama dia, aduh.... Kok aku lupa bahwa aku punya janji pada Ayah.

Di mana aku tidak boleh tertarik pada Tuan Park, tapi kenapa aku benar benar tertarik padanya. Tubuhnya juga tipe ku apalagi dia begitu dewasa.

Tapi serius, kenapa Ayah melarang ku tertarik pada pria itu, padahal dia itu tipe ku banget. Apa karena dia.... Sudah punya istri!! Astaga aku benar benar tidak bisa berpikir sejauh itu tadi.

Tentu saja pria dewasa sepertinya punya istri.

"(Cih padahal dia itu kelihatan dewasa banget....)" Aku kesal sendiri sambil duduk di futon dengan memikirkan Tuan Park.

Aku masih membayangkan betapa cantiknya istrinya nanti. Mungkin Ayah ada benarnya, dia melarang ku tertarik padanya mungkin karena dia sudah punya istri.

"Ngomong Ngomong di sini aku sudah mulai bosan." Aku menghela napas panjang dengan rasa bosan.