Chereads / Layaknya Pelacur Itu (HIATUS) / Chapter 5 - Chapter 5 Daddy Sweet

Chapter 5 - Chapter 5 Daddy Sweet

Setelah itu, terlihat kami memakan sarapan di meja makan. Tapi dari tadi yang membuatku terganggu adalah Ayah yang duduk di hadapanku dengan fokus ke ponselnya sambil mengunyah sangat pelan.

Aku mulai terganggu, bagaimana dia bisa makan dan menggunakan ponsel.

Tiba-tiba Ayah langsung menyelesaikan makanannya. "Sayang, sebentar, ada hal yang harus dikerjakan," tatapnya.

Aku hanya membalas biasa. "Ha... Baiklah, aku akan mencuci piringnya..."

"Terima kasih, kamu bisa mencari Ayah di tempat biasa," tatapnya dengan lembut lalu langsung beranjak dan berjalan pergi. Aku hanya bisa menghela napas panjang dan kembali mengunyah.

Setelah itu, aku juga selesai mencuci piring dan tertarik untuk mengambil camilan kentang dan memakannya sambil berjalan-jalan di lorong mansion besar itu.

Ketika aku hampir sampai di pintu ruangan Ayah, aku melihat pintunya terbuka sedikit, membuatku mengintip. Di sana ada Ayah yang biasanya duduk di kursi mejanya dengan fokus menatap laptopnya.

"(Sudah kuduga, dia akan tetap sibuk,)" aku memasang wajah kecewa sekaligus kesal.

Tapi tak disangka-sangka, dia menoleh padaku. "Sayang, masuk saja."

Aku terkejut Ayah tahu aku mengintip, membuatku berjalan mendekat dan masuk ke dalam.

"Kenapa wajahmu nampak tidak senang hari ini?"

"Tidak usah ditanya lagi, Ayah sama saja bekerja di rumah. Padahal aku ingin sekali Ayah tidak menyentuh pekerjaan Ayah itu... Memangnya apa pentingnya sih... Ayah harusnya tahu jika di sini itu tidak boleh bekerja, di rumah itu tempat kembali istirahat," aku melirik dengan kesal.

Lalu Ayah terlihat terdiam dan mendadak tersenyum pendek. "Baiklah, Ayah akan menutup benda ini dan fokus padamu, okey?" Dia berdiri, menutup laptopnya lalu melangkah dengan langkah besarnya ke depan.

Tiba-tiba saja Ayah memeluk dan menggendongku.

"Ahhh!" Aku bahkan hampir terkejut karena terangkat sangat tinggi.

"Ayah... Apa yang kau lakukan?!" Aku menatap panik karena sekarang aku digendong di dada dengan kami yang saling menatap.

"Bukankah ini yang kau inginkan, Sayang, lebih dekat di hari ini," tatap Ayah.

Mendengar itu aku terdiam dan tersenyum senang. "Ya, aku menginginkan ini," aku mendekat, mencium pipi Ayah.

"Baiklah, sekarang apa yang harus kita lakukan untuk keinginan lebihmu itu?" tatap Ayah dengan sangat baik padaku.

"Um... Ayo habiskan waktu bersama, menonton televisi," tatapku. Lalu Ayah berjalan keluar dari ruangannya dan berjalan ke ruang televisi, meletakkanku di sofa dan menyalakan televisi. Aku sangat senang, apalagi Ayah mau menghabiskan waktu dengan duduk di sampingku.

"Biar Ayah tebak, apa film horor lagi?" Ayah menatap. Lalu aku mengangguk cepat dengan semangat, dan kami mulai menonton.

---

Meskipun mereka terlihat sangat baik dalam hubungan yang hangat, sisi lain dari Ayah Raina memang masih perlu dipertanyakan. Selagi mereka masih menonton televisi, mari bahas sudut pandang Tuan Cilioen saat di kantor, ambil saja waktu ketika sudah lama.

--25 December, New York--

Tuan Cilioen, tepatnya ayah dari Raina, adalah seorang Chief Executive Officer di salah satu perusahaan pemegang saham terbesar dan paling berpengaruh di negara tersebut, tepatnya di Jepang. Dia adalah salah satu pria yang lahir dari kediaman langsung yang ada di Jepang.

Dilahirkan dari keluarga yang sangat berpendidikan tinggi dalam sopan santun khas Jepang, tepatnya di kediaman Yakuza Cilioen yang saat ini sudah ditinggalkan oleh dia. Ada maksud tertentu kenapa dia meninggalkan kediamannya sendiri.

Banyak kasus yang mengatakan bahwa semua orang di kediaman Cilioen telah dibantai oleh satu kediaman lain hanya karena masalah pertikaian antar kediaman pada masanya, dan hanya menyisakan Tuan Cilioen. Dikenal sebagai pria tinggi dan besar yang sangat dingin, dilihat dari lehernya ada bentuk tato panjang yang akan langsung mengarah ke punggungnya jika dilihat saat telanjang.

Dia meninggalkan kediamannya dan menutupnya dari publik, dia lebih fokus mengurus pekerjaannya saat ini. Ada maksud tertentu kenapa dia menyembunyikan ibu Raina dari Raina sendiri, putrinya yang sangat ia sayangi.

Saat ini, Tuan Cilioen terlihat duduk di kantor, menatap sebuah bingkai foto yang ada di tangannya di atas meja.

Foto itu berisi seorang gadis manis yang sangat cantik, siapa lagi jika bukan putrinya, Raina, yang masih berumur 10 tahun, terpajang di bingkai itu. Gadis itu memang memiliki kecantikan yang luar biasa.

Dengan tatapan dingin dan datarnya, ia terus menatap foto putrinya. Ia kemudian mengingat sesuatu soal putrinya. Semua orang menganggapnya mengerikan dalam pekerjaan, sifatnya yang terlihat sangat dingin dan tegas dalam memerintahkan semua orang. Ada rumor yang mengatakan bahwa dia adalah pembunuh bayaran, tapi dia membunuh bukan untuk bayaran, melainkan untuk hutang.

Selain menjadi eksekutif di perusahaannya, dia adalah penagih hutang swasta yang sangat kejam dalam menagih. Soal hal darah ini, tentu saja putrinya sama sekali tidak mengetahuinya.

"(Aku membesarkan Raina dengan tanganku sendiri, dia sama sekali tak mau tersentuh orang lain selain denganku. Aku bahkan tak bisa memberikan pembantu, asisten, maupun penjaga padanya, karena aku juga memiliki rasa curiga yang tinggi pada mereka semua.

Mau bagaimana lagi, dia besar tanpa seorang ibu. Sampai saat ini dia tak memintaku mencarikan seorang ibu, itu karena umurnya yang sudah dewasa. Kupikir waktu akan cepat berlalu jika aku telah mati karena sesuatu yang sangat berhubungan dengan pekerjaan kontrak ini,)" pikir Tuan Cilioen yang menatap jendela kantornya dengan dekat. Ia masih membawa bingkai putrinya itu.

"(Kondisi keluarga ini telah diincar oleh banyak orang, hanya karena sesuatu yang sangat mengerikan akan membuat Raina sakit hatinya.

Itu terserah dirinya jika dia mendapatkan orang yang baik nantinya. Aku sudah cukup sampai di sini saja. Umurnya sudah hampir 18 tahun dan aku masih saja mencoba pulang untuknya. Aku harus bicara lebih padanya dan menjelaskan semua ini. Jika dia bisa menerima keputusanku untuk meneruskan bisnis keluarga, dia akan menjadi wanita yang baik. Bukan lagi gadis kecil.)"

Tuan Cilioen sangat khawatir akan pertumbuhan putrinya, dia hanya mau Raina tahu sendiri soal semua rahasia yang telah ditutupi oleh Tuan Cilioen sendiri. Sebagai ayahnya, dia harus bisa memberitahu semuanya, tapi dia tak bisa melakukan hal itu. Dia lebih berharap putrinya akan tahu sendiri nantinya.

Saat ini, Tuan Cilioen tak bisa lepas dari ingatan putrinya, lalu dia tersenyum kecil sendiri.

"(Hanya dia... yang menganggapku tidak mengerikan, dia hanya belum tahu... Seberapa banyak yang telah dilalui oleh ayahnya ini untuk sampai merawatnya dan menjadikannya seorang putri kecil yang manis... Tapi dia sudah hampir dewasa dan dia sama sekali belum bisa menganggapku mengerikan. Apa aku perlu bersikap mengerikan agar dia takut padaku... Tapi aku tak mau dia berakhir sama seperti yang lainnya itu.

Aku akan memikirkan cara agar dia bisa menerima ini tanpa adanya sakit hati.)" Dia mengeluarkan rokok lalu merokok di kantor. Tak peduli ruangan di penuhi oleh asap yang tebal oleh rokok nya, ruangan itu seperti kurungan yang gelap jika dia sudah menghisap asap rokoknya, bahkan asap asap itu tak mau keluar melalui lubang khusus untuk keluar asap rokok.

Tapi ponselnya berbunyi dari meja, dia berjalan ke sana dan mengambilnya. Tertulis di sana dari "Putri Kecil" nya.

"(Aku harus mengubah nama kontaknya, dia bukan lagi Putri Kecil.)" Tuan Cilioen mengangkat ponselnya.

"Ayah..." panggil Raina dengan nada yang bahagia.

Mendengar itu, Tuan Cilioen kembali tersenyum kecil dan menghembuskan napas rokoknya.

"(Mendengar nama panggilan itu membuatku teringat saat dia berkali-kali memanggilku selama 18 tahun ini... Aku tak bisa berpikir dia memiliki suara yang membuat telingaku sangat nyaman mendengarnya.) Ada apa sayang? Kau sedang merindukan ayahmu?" kata Tuan Cilioen.

"Ehehe Ayah tahu saja. Apa di sana Ayah baik-baik saja?" tanya putrinya.

"Ya, di sini baik-baik saja," Tuan Cilioen membalas sambil berjalan kembali ke jendela. Dia melihat kota besar itu yang rupanya sedang turun salju.

"Kau pasti akan suka jika kemari, sayang... Kau suka salju, bukan?"

"Tentu, Ayah, aku suka salju. New York pasti sangat dingin di sana, bukan? Ayah harus menjaga kesehatan, ya... Kudengar di sana suhunya sangat tinggi," kata Raina.

"Ya, terima kasih untuk itu, sayang... Jika kau merindukan Ayah, Ayah akan pulang besok."

"Eh, serius?"

"Tentu..."

"Yei... Aku senang, Ayah. Aku akan menunggumu. Baiklah, aku akan menutupnya. Aku sayang Ayah," kata putrinya lalu menutup ponselnya.

Tuan Cilioen kembali meletakkan ponselnya di meja.

"(Kalimat yang ia ucapkan terakhir kali. Kupikir itu juga kalimat kedua setelah dia mengucapkan "Ayah" padaku. Dia gadis yang sangat baik, aku tidak tahu harus apa lagi...)" Dia kembali tersenyum meskipun dengan wajah datarnya.

Tapi ada yang mengetuk pintu dan datang, tepatnya seorang lelaki berpakaian formal. Ia mendekat. "Tuan Cilioen, ini waktunya Anda rapat," tatapnya.

"Aku akan datang nanti, dan soal pertemuan besok, batalkan saja."

"Tapi... Kenapa?" Lelaki itu menjadi terdiam bingung.

"Aku akan kembali kemari saat sudah sore. Aku hanya sedang teringat pada putri kecilku," kata Tuan Cilioen.

"(Satu-satunya hal yang membuatku tak fokus pada pekerjaan penting ini adalah hanya karena dia. Dia sudah kutebak menghubungiku saat sudah rindu. Jika tidak begitu, pastinya dia akan sedih jika aku tinggal sangat lama,)" pikir Tuan Cilioen yang berdiri keluar dari ruangan itu. Bahkan terlihat bingkai tadi masih ada di meja. Sudah dijelaskan bahwa Tuan Cilioen sangat menyayangi putrinya sehingga dia rela membatalkan pekerjaannya.

"(Apapun itu, aku mencoba untuk tidak menyita terlalu banyak waktu, mau bagaimana lagi, dia adalah permata kecil yang berharga di jiwa nya...)"

---

Sekarang, kembali ke masa sekarang di mana Tuan Cilioen masih menatap film dan merasakan putrinya tertidur di sampingnya. Dia dengan senyum kecilnya membelai kepala Raina, tapi ponselnya berbunyi membuatnya mengangkatnya di tempat, dengan masih membiarkan Raina tidur di sampingnya.

Terdengar suara Tuan Cilioen saja yang berbicara di ponsel. "Besok? Ingin bertemu dengannya besok?.... Aku akan menyiapkannya...." Kemudian menutup ponselnya dan menatap ke arah Raina.

"Sayang, ada seseorang yang ingin bertemu dengan kecantikanmu...."