๐๐๐
Pria yang duduk di ruang kerjanya itu terdiam sambil menatap bingkai foto yang ia pajang di meja kerjanya. Foto delapan tahun lalu ketika mereka berlibur ke sebuah pantai, sebelum ia memutuskan berhenti menjadi pilot. Kenangan demi kenangan terlintas di pikirannya, ada perasaan sesak akan suatu peristiwa yang mana membuatnya tak percaya diri menjadi seorang ayah bagi kesembilan anaknya.
Gamaliel Kendrick Niskala, berumur 39 tahun berstatus duda dengan sembilan orang anak, sang istri meninggalkannya dan memilih pria lain yang lebih segalanya darinya. Mantan pilot yang ketika masih menjadi mahasiswa itu sudah merintis bisnisnya sendiri, sebuah cafe kecil yang siapa sangka sekarang sudah banyak cabangnya dan sebuah perkebunan sayur yang kini sudah banyak diekspor ke luar negeri. Anak-anaknya biasa memanggilnya dengan sebutan Daddy, wajahnya yang masih cocok menjadi mahasiswa itu pernah masuk base kampus milik putri sulungnya dan menyebabkan rumor jika ia adalah pacar sang anak.
Wajahnya yang tampan dengan rahang tegas dan tatapan tajamnya itu dulunya termasuk pentolan kampus yang suka berkelahi, makanya putrinya mengikuti jejak kelamnya itu, tapi Gama tak masalah asalkan mereka bisa menjaga diri dan tak menghilangkan nyawa orang atau anak-anaknya akan berhadapan dengannya secara langsung. Gama jarang marah tapi sekali saja marah orang akan takut begitu bertatapan dengan mata tajam bagaikan elang miliknya, namun banyak yang tak menyangka jika duda sembilan orang anak ini bermuka preman namun hatinya hello Kitty.
Matanya melirik secarik kertas yang karyawannya berikan ketika ia sampai disini, dilihatnya sebuah kotak bekal, satu permen lolipop dan sekotak susu cokelat. Gama terkekeh membaca isi pesan tersebut, anak-anaknya tampak manis namun begitu menyeramkan di beberapa keadaan.
๐๏ธ๐๏ธ๐๏ธ
Daddy, kata Kak Una Daddy kurusan jadi Assel kasih susu cokelat buat Daddy -Assel
Permennya dari Adik -Seanne
Itu buatan Kak kembar loh Dad, Yaden yang tulis karena mereka malu -Ryden
Aku yang bawa ke Cafe pake sepeda, sekalian olahraga sih sebenernya -Lingga
๐๏ธ๐๏ธ๐๏ธ
"Mereka lucu," Gama membuka bekal tersebut, aroma nasi goreng yang tampak menggugah selera membuatnya sampai memejamkan mata. Sebagai orang yang suka memasak Gama tersenyum simpul ketika makanan itu dimasak dengan baik, anak kembarnya telah bekerja keras untuk membuatnya
Ponselnya menyala ketika sebuah pesan singkat muncul disana.
KELUARGA BESAR TAPI KECIL
Lingga, anakku๐โโฌ
Daddy, Kak Le masuk rumah sakit
_________
Terhitung empat hari setelah Gama mendapatkan pesan dari grup keluarga kecilnya, selama itu pula Gama tak beranjak sedikitpun dari sana, ia hanya diam menatap sang putri yang masih terlelap dalam tidurnya seakan mimpinya begitu indah sampai tak mau terbangun. Gama yakin putrinya akan bangun sebentar lagi, anaknya yang satu itu lebih kuat dari yang ia kira.
Bujukan dari kedelapan anaknya yang lain tak ia pedulikan, fokusnya hanya pada putrinya yang hari ini sudah dipindahkan ke ruang inap setelah empat hari lamanya berada di ruang ICU.
"Dad, ayo makan dulu. Yash udah masak bareng Assel loh nasi goreng telur mata sapi kesukaan Daddy,"
Gadis manis dengan almamater berwarna biru itu mengelus bahu Gama, berusaha menyalurkan kekuatan yang ia punya untuk sang ayah. Nayanika Mayasha Niskala, si sulung dari sembilan bersaudara, mahasiswa jurusan fashion design semester lima. Rutinitasnya beberapa hari belakangan setelah kelas selesai adalah menjenguk sang adik yang dinyatakan koma akibat tusukan dari orang yang tak dikenal, setidaknya itu yang tiga kembaran Falen ceritakan padanya.
"Kak Yash makan duluan aja ya, ajak si kembar pulang sekalian, Daddy makan nanti aja, nunggu Falen bangun," Ketiga gadis yang merupakan kembaran Falen saling menoleh menatap Gama dengan mata berkaca-kaca.
Si kembar generasi pertama, Gama memanggilnya anak ajaib karena tingkah keempatnya yang menyeramkan, gadis yang tampak manis ketika masih kecil namun sekarang menjadi monster yang membuat Gama istighfar tiap kali mereka bertingkah. Si kembar empat tak identik dengan selisih masing-masing 5 menit, mereka bernama Aralea Kalunar Niskala, Amaya Gifyari Niskala, Ayanna Faleryn Niskala dan yang terakhir Arunika Rheana Niskala, keempatnya duduk di kelas 10.
"Daddy nggak makan dari semalam loh, ayo makan dulu. Una maksa pokoknya! Daddy nggak lupa kan kalo anak Daddy ada sembilan? Ayo Dad, jangan bikin adik-adik khawatir juga," ucap Lunar menyeka air matanya, kebiasaan barunya adalah sering menangis beberapa hari ini
"Nanti Daddy makan kok, percaya sama Daddy okay? Selama ini Daddy nggak pernah ingkar janji kan?" Gama mengelus rambut keempat anaknya, menyakinkan mereka jika ia baik-baik saja, setidaknya ia harus baik-baik saja demi anak-anaknya bukan?
"Daddy harus nyusul loh ke kantin, kita tunggu pokoknya nanti gantian sama kita." Kata Gifya memeluk Gama sebelum pergi lebih dulu
"Kak Yash, tolong jemput adik-adiknya ya?" Melihat si sulung mengangguk membuatnya tersenyum tenang, ia kembali menatap sang putri yang sepertinya enggan terbangun
Gama menguap lebar, entah kapan terakhir kali ia tidur nyenyak, mengedarkan pandangannya mencari air putih dan meneguknya hingga habis tak bersisa. Gama terkejut sekaligus mengucapkan syukur ketika merasakan jari jemari putrinya yang ia genggam bergerak, membuatnya memencet bel agar dokter segera datang untuk memeriksa keadaan putri keempatnya itu.
Tepat setelah adzan ashar Falen terbangun dari tidur panjangnya. Gadis itu mengerjapkan matanya sembari bergumam lirih, mengerutkan keningnya begitu saudara dan ayahnya ada disini.
"Dad, mau pisang sate,"
Tak mempedulikan ucapan konyol sang puteri, Gama segera memeluk tubuh Falen dengan erat dan menangis tanpa henti. Falen sendiri justru tenang dan menepuk-nepuk tubuh besar Gama yang sesegukan dalam dekapannya.
"Dad, udah kek, malu sama otot. Masa nangis begini sih," seolah tak terjadi apa-apa Falen dengan santai memakan apel utuh yang dibelikan Yasha, gadis itu lebih terlihat seperti bangun tidur daripada koma berhari-hari
Gama menyeka air matanya, "Kalo nggak lagi sakit udah Dad pites ya kamu!"
Falen terkekeh kemudian mengedarkan pandangannya, berhenti pada ketiga kembarannya yang kompak memakai mukena.
"Lu pada ngapain pake mukena? Mau bikin konten?"
"Bangsul!" Mukena yang Rheana kenakan hampir saja ia lempar pada sang kembaran jika saja Gifya tak menahannya "Bodoh!"
Falen menatap Gama, "Dad, aku dikatain bodoh," ucapnya mengadu
"Lu emang bodoh njirr kesel banget gue tuh, kenapa sih pake ngelawan mereka segala? Mau jadi jagoan lu?" Kini Lunar yang tak segan-segan mengatai kembarannya bodoh
"Kak Le hueeee," gadis berkuncir dua itu memeluk Falen sedikit berjinjit diikuti kembaran laki-lakinya
"Aku pikir Kak Le wassalam, Kak Una yang jarang tahajjud jadi sering Dhuha tau."
"Omongannya Raden diaminin aja gak si?" Celetuk Rheana melipat mukena miliknya, begitu mendapat kabar jika Falen tersadar dari komanya, ia dan kedua kembarannya yang tengah berdoa di mushola lantas berlarian menuju ke ruangan tempat Falen dirawat
"MAKSUD LO? AYOOK LAH KITA GELUT!" Falen menggulung lengan baju rumah sakitnya, gadis itu memejamkan matanya ketika merasa nyeri di perut bagian kirinya ketika bergerak, Gama melotot kaget melihat putrinya yang bar-bar itu "Ouh iya abis ditusuk si anjing yaa," gumamnya tersadar
"Assel seneng kak Le nggak papa soalnya Assel mimpi buruk terus,"
Falen tersenyum hangat, walaupun mereka suka ribut tapi mereka sumber bahagianya yang tak bisa ia utarakan. Satu yang ia percaya sampai sekarang jika keluarga bukan cuma adanya ikatan sedarah tapi adanya tempat untuk pulang dari kacaunya dunia tanpa harus malu mengutarakan kelemahannya. Falen merentangkan tangannya agar kedua adiknya itu bisa memeluknya juga.
Si kembar generasi kedua, tiga anak kembar tak identik yang lahir selisih 21 menit. Yang pertama perempuan bernama Nafla Asselyn Niskala dengan dua kembaran laki-lakinya, Madaghani Kalingga Niskala dan Hanasta Ryden Niskala. Ketiganya duduk di kelas 8 SMP.
Gama baru akan membuka mulutnya ketika Falen menatapnya dengan senyuman lebar. "Santuy elah.. ditusuk doang nggak akan bikin gue mati kok, nyawa gue kan sembilan," gadis itu terkekeh
"Sinting!" Kali ini Rheana benar-benar melempar kulit jeruk yang ia kupas pada sang kembaran "Tau gitu gue ikut kalian aja kemaren, nggak usah rebahan segala di teras. Babi emang lo!"
Falen mengedarkan pandangannya kearah Lingga, ia melihat bekas luka yang sudah mengering di sudut bibir sang adik. "Ya kalo elo jadi gue, ikhlas nggak adik lo digebukin sampai hampir mati gitu?"
"YANG HAMPIR MATU ITU ELO!" Yasha meremang mengingat sang adik yang sudah bersimbah darah ketika ia sampai di rumah sakit, adiknya itu malah terkekeh yang membuatnya kesal bukan main, ia tak tau jalan pikiran Falen, sungguh.
Lingga menundukkan kepalanya, merasa bersalah karena melibatkan sang kakak. Harusnya ia bisa lebih menjaga diri. "Aku nggak papa kok Kak, lebam dikit doang,"
"Muka lo nggak ganteng lagi nanti," Falen mengacak-acak puncak rambut adiknya itu, ia terkekeh begitu Lingga memeluknya dengan punggung bergetar
"Mada si jagoan nangis nih, gimana den?" Falen melirik Ryden yangย bergelayut manja di lengan Assel yang tengah mengupas kulit mangga untuk adik bungsunya
"Emang gitu Kak, suka gengsi aja dia nggak mau keliatan nangis padahal tiap sholat matanya bengkak," kata Ryden tertawa, ia terdiam setelah Assel menyenggolnya
"A-aku pikir Kak Le mati, kan aku takut. Ai nggak mau kehilangan siapa-siapa lagi."
"Ai minta maaf, seharusnya Ai bisa jaga diri, harusnya bukan Kak Le yang ketusuk, kenapa harus Kakak? Kenapa Kakak harus disana.." Isakan Lingga membuat kedua kembarannya memeluknya, Gama yang melihat anaknya menangis ikut mengusap air matanya yang kembali menetes
"Bapak lu cengeng," bisik Rheana merangkul Lunar yang sudah sesegukan, gadis berambut sebahu itu menggelengkan kepalanya sambil menepuk-nepuk pundak sang kembaran "Jelek lu nangis terus."
"Lu d-diem dehh," Lunar menghapus air matanya membuat Gifya tersenyum tipis ikut menenangkan si sulung dari kembar empat itu
"Karena gue kakak elo Lingga, mau kaya gimanapun gue bakal selalu melindungi elo." Falen terkekeh begitu sang adik mengeratkan pelukannya
"Kamera itu nggak penting daripada nyawa Kak Le, Ai nggak papa kalo harus kehilangan itu."
"No, Kakak yang nggak akan ngebiarin hal itu, satu-satunya kamera peninggalan Bunda Saras yang Ai udah jaga dan rawat kamera itu dengan sepenuh hati, nggak mungkin Kak Le biarin ada orang yang matahin hati kamu gitu aja."
"Tapi Kakak luka.."
"Dikit kok, besok juga udah sembuh kok. Janji!"
"Adik juga mau dipeluk Kak Le.. mau peluk Kak Le juga!" Rusuh si bungsu begitu melihat si kembar tiga memeluk Falen, anak laki-laki itu naik ke brankar dan memeluk Falen yang sudah tersenyum mengejek pada ketiga kembarannya
"Mukanya songong banget njirr," cibir Rheana melirik sang kembaran
"Biasa lah, tukang pamer. Maklumin aja paling kalo udah sembuh sejauh matahari lagi," kata Lunar membuat Falen mengacungkan jari tengahnya secara sembunyi-sembunyi
Si bungsu, Shankara Arseanne Niskala, si penggerutu kesayangan semua orang, anak laki-laki kelas 3 SD itu tampak menggemaskan dengan sifatnya yang polos dan gampang berbaur, bahkan anak itu tak takut mengajak orang asing berbicara. Si bungsu yang masih sangat butuh pengawasan ekstra, bahkan Yasha sering kewalahan ketika mengajak anak itu jalan-jalan ketika hanya berdua.
Gama mengusap air matanya yang turun tanpa aba-aba, ia duduk di sofa bersama anaknya yang lain. Pria itu menautkan tangannya yang gemetar, dalam hati tak berhenti mengucapkan rasa syukurnya. Gama menghela nafas lega melihat senyum cerah di wajah anak-anaknya.
"Kak.. Daddy gagal ya? Daddy gagal jagain Kakak, Daddy gagal jadi ayah yang baik buat kalian, Daddy gagal didik Kakak yaa? Mami kalian pasti kecewa sama Daddy, Daddy takut Mami bakal ambil alih Kakak setelah ini, Daddy nggak mau itu terjadi."
Yasha menggeleng tak suka, apa-apan ini? Gama adalah satu-satunya the best father dari tahun ke tahun. "Nggak akan, Dad. Kami nggak akan mau ikut Mami, biarin itu urusan belakangan ya, sekarang Daddy harus istirahat, biar bisa jaga Lele lagi. Malam ini biar aku sama si kembar yang jaga, Daddy pulang sama adik-adik aja,"
"Daddy tau? Orang hebat yang berhasil didik anak-anaknya itu Daddy, yang nggak pernah membedakan kita juga Daddy, Daddy berhasil didik kami kok. Daddy berhasil bikin kami saling sayang satu sama lain, saling berbagi satu sama lain, karena Daddy selalu ada disini buat kami," Yasha tersenyum manis pada Gama yang sudah berkaca-kaca saat menatapnya
"Anak Daddy sudah besar ya sekarang, Daddy selalu bangga sama Kak Yash, sama kembar dan adik-adik juga. Kalian kebahagiaan Daddy sekarang," Gama mengelus punggung tangan Yasha
"Anak-anak Daddy tuh kuat," ucap Rheana menyenderkan tubuhnya di sofa, gadis itu tersenyum kecil melihat acara pelukan berujung Assel membuka buku dongengnya itu, adiknya yang paling kecil itu minta tidur disamping Falen dengan dibacakan sebuah buku dongeng yang sudah ia hafal di luar kepala
"Le seneng banget keknya ditempelin Adik terus," Lunar tersenyum tipis melihat interaksi yang jarang sekali terlihat itu, Gifya yang mendengarnya mengangguk antusias
"Daddy nggak pernah gagal sebagai ayah buat kami, buat adik-adik juga Daddy hebat lewatin semuanya. Kita nggak akan berpisah kok Dad, nggak akan mau kami pisah dari orang sehebat Daddy, bilang ke Rhean kalo Mami berani datangin Daddy biar Rhean yang maju paling depan."
"Mau ngapain lu? Kualat lu sama mamak sendiri," sahut Gifya menutup ponselnya
"Halah ada juga tuh ibu yang durhaka sama anaknya," sahut Rheana tak kalah sengit
"Daddy selalu bersyukur punya kalian di hidup Daddy," Gama mengusap sudut matanya dengan haru
"Bapak lu lebay fy," celetuk Lunar menyenggol lengan Gifya yang terkekeh
***
"HALO MBAK? AMBILIN REMOT TV DONG!" Falen dengan sepihak mematikan panggilan teleponnya
"DEDEK ASSEL AMBILIN CEMILAN,"
"BABY SEANNE NGGAK BOLEH MAIN LOH, TEMENIN KAKAKNYA SINI,"
"KAK YASH, MAU PUDING MANG OLEH,"
"RHEAN LAPTOP GUE DONG TOLONG."
Teriakan Falen menggema di rumah mewah bercat putih itu, semenjak pulang dari rumah sakit dan Gama menitipkannya pada saudara-saudaranya nampaknya rumah terasa neraka bagi Gifya. Yang benar saja, dia yang tengah menjemur baju di lantai dua harus mengambilkan remot tv yang tergeletak di samping kaki kembarannya itu, mau menjulid pun Gifya sudah malas duluan. Gadis itu kembali ke lantai dua untuk melanjutkan aktifitas nya, kali ini ia mematikan ponsel demi kesehatan mentalnya. Pantas saja Lingga dan Ryden main dari pagi dan belum pulang hingga sekarang.
"Gue gebuk ye dada lu ampe bunyi dalla dalla!" Rheana menunjuk sapu yang ia pegang, satu tangannya melempar laptop milik gadis itu ke bed sofa yang duduki Falen
"Ikhlas dong guys, kembaranmu lagi sakit loh ini," katanya dengan wajah tanpa dosa, Falen terkekeh mencubit pipi Seanne yang fokus menonton televisi yang kini menayangkan serial Upin Ipin
"Tau gini nggak usahlah gue sholat Dhuha sama tahajjud, biarin aja dia biarin." Dumel Lunar kembali mencuci piring, Yasha yang tengah menyiapkan makan malam hanya menggelengkan kepalanya
"Ai sama Yaden belum ngabarin? Mereka main kemana sih?" Tanya Yasha mengecek jam tangannya
"Mengindar dari tugas mereka tuh, capek disuruh-suruh ikan lele! Tau gitu gue ajak Assel ke mall aja." Kesal Lunar
"Kalo mereka online suruh pulang ya, ini udah sore juga takut hujan, gue ada kelas soalnya,", Yasha buru-buru merapikan bajunya, ia melipat apron miliknya dan segera memakai flat shoes yang sengaja ia taruh di bawah meja "Gue berangkat ya, kalian jaga rumah. Awas aja bikin keributan!"
"Iya, Kak. Iya." Ucap si kembar
"KAK YASHA ADIK MAU ROTI." Seanne berlari mengejar Yasha yang masuk ke Brio merah itu, gadis bermata tajam itu tersenyum manis membuka kaca mobilnya
"Nanti Kakak belikan okay, Adik masuk gih, nurut apa kata Kakak ya," ucap Yasha membuat anak itu mengangguk, setelah memastikan Seanne masuk ke dalam rumah baru lah ia menjalankan mobilnya
"AYAS IKUUUTTTT," seorang pemuda berjaket hitam itu tiba-tiba masuk ke dalam mobil milik Yasha dengan nafas tersengal
"Mobil gue dibengkel btw," ucapnya
"Nggak nanya!" Ucap Yasha
***
Gama bergumam menatap beberapa rekaman cctv yang sudah anak buahnya selidiki, ia menatap sahabatnya dari SMP itu. "Menurut lu haruskah gue tembak dia secara langsung apa gue bikin bangkrut tokonya dia?"
Windu Atmaja, orang kepercayaan Gama sekaligus pengelola Cafe serta jadi mata-mata untuk kesembilan anaknya. Si jomblo yang memang tak mau menikah itu memilih mengabdikan dirinya untuk sang sahabat daripada harus dijodohkan oleh sang ayah. Ia melirik Gama dengan wajah malas. "Menurut gue mending lu jemput si bocil deh daripada dia ngambek susah bujuknya, sesekali lah lu deketin anak-anak lu jangan gue mulu."
Gama menganggukkan kepalanya, menggulung lengan panjang kemejanya sampai siku. "Yaudah gue percayain semuanya sama lo, cari mereka sampai dapat dan bikin orang-orang yang ganggu anak gue sampai menderita. Enak aja mereka bikin anak-anak gue sedih padahal bapaknya mati-matian cari cara buat mereka seneng."
"Iya, udeh sono cabut." Windu mendorong tubuh Gama keluar dari ruangannya membuat Gama mau tak mau pergi
Mengendarai mobil HRV berwarna putih tanpa sopir, Gama melaju dengan kecepatan sedang untuk menuju ke sekolah putra bungsunya, tak butuh waktu yang lama ia memarkirkan mobilnya di halaman sekolah yang luas kemudian keluar dari mobil untuk menuju ke tempat anak-anak menunggu jemputan.
"Anak gue mana dah? Sebiji doang nggak keliatan.."
"Nah itu dia---"
"Terus kamu nggak mau punya ibu gitu? Kalo hari ibu ngapain dong? Nggak kasih ucapan dan hadiah ke ibu? Kok sedih.."
"Kamu diem deh, mending pulang aja daripada bikin adikku nangis!"
"Seanne tidak nangis kok!"
"Nanti pasti nangis!"
"Enggak! Seanne tidak akan nangis, kata Daddy tidak boleh nangis nanti bunda nya Seanne ikut sedih,"
"Kan kamu nggak punya ibu,"
"Kata River mending kamu pulang aja deh Ran, sebelum River telepon Mama buat marahin anak nakal kaya kamu!"
"Ih, galak. Nggak mau lah aku temenan sama kalian!"
"Aku juga nggak mau tuh temenan sama anak nakal, iya kan Seanne?"
Gama hanya memperhatikan dari kejauhan, ingin tau lebih lanjut apa yang terjadi. Emosinya naik turun melihat sang putra terdiam menundukkan kepalanya namun juga bersyukur anaknya itu tak merasa sendirian.
"Seanne kan tau kalo River tidak punya ayah, jadi tidak apa-apa kok. River saja tidak pernah kasih hadiah dan ucapan di hari Ayah."
"Tapi River punya Papa Dion,"
"Seanne punya Tante Binar, ada Om Henry juga kan? Gapapa kok, rumah Seanne ramai,"
"Ramainya bikin Seanne pusing,"
"Tapi bahagia kan?"
"Iya."
Gama melangkahkan kakinya dengan pelan, mengelus puncak kepala sang anak begitu sampai, ia mengambil tempat disamping anaknya sambil menyenderkan tubuhnya. "Kalian mau pulang atau main dulu? Nanti Daddy minta izin sama mamanya River deh,"
Anak laki-laki dengan tas berwarna kuning itu tersenyum lebar seraya mengangguk semangat, menepuk-nepuk pundak Seanne yang kini kembali ceria. "Horeeee kita main!"
"Yeay!"
Gama hanya terkekeh melihatnya, ia menuntun keduanya masuk ke dalam mobil. Senyumnya makin lebar ketika melihat sang putra melupakan sedihnya berganti dengan bernyanyi bersama temannya.
'Adik, maaf yaa, maafkan Daddy karena tidak bisa jaga ayah dan ibunya Adik, tapi ada Daddy dan Kakak yang lain disini, Adik tidak boleh sedih ya nak, Daddy akan usahakan beribu-ribu kebahagiaan untuk anak-anak Daddy,'
Gama melirik keduanya dari atas spion, jujur saja ketika mengingat kedua orang tua si kembar tiga dan si bungsu membuatnya sesak dan sakit secara bersamaan.
๐๐๐