Chereads / NISKALA Puzzle piece (The meaning of love) / Chapter 5 - 5. Ayanna Faleryn Niskala

Chapter 5 - 5. Ayanna Faleryn Niskala

🍁🍁🍁

Kembar ketiga yang selalu membuat Gama mengelus dada saking bertingkahnya, Falen nama panggilannya atau Ayanna begitu teman-teman di sekolah memanggilnya. Gadis yang hobi menguncir rambutnya jadi satu itu sangat suka berkelahi hingga membuat Gama memasukkannya ke taekwondo bersama Rheana.

Si bobrok yang jika disatukan dengan Pandhu berhasil membuat guru geleng-geleng kepala karena tingkahnya, paling menguasai bahasa inggris--setidaknya itu satu-satunya pelajaran yang dikuasainya-- kata Yasha, Falen tuh otak 10% dan berantem 90% alias mencintai keributan dan suka memancing pertikaian. Suka balap motor bersama gengnya yang berhasil membuat Gama ketar ketir tiap kali ia tak bisa dihubungi, tapi Gama yakin putrinya ini akan baik-baik saja seperti saat sebelumnya, lawan anaknya lah yang berakhir masuk rumah sakit dan Gama yang turun tangan untuk membayar kompensasi atas kelakuan sang putri. Gama rela saja asalkan tau bukan anaknya yang bersalah, Falen tak mau cinta damai jika itu menyangkut orang-orang yang disayanginya.

Walaupun gadis itu yang terburuk dalam hal keributan ia juga punya sisi baiknya, gadis itu selalu menyempatkan diri untuk datang ke sekolah adik-adiknya serta pertandingan saudaranya yang lain walaupun berakhir harus naik bersyarat akibat absensi yang tak mencukupi tapi Falen bersyukur bisa ada didekat saudaranya. Falen adalah garda terdepan dalam hal baku hantam, ia menjadi pelindung saudaranya dan memastikan tak ada yang berani menyentuh mereka, gadis itu sangat menakutkan ketika marah dan Yasha mengakui itu.

Ia paling suka mengerjai Assel si Princess kesayangan Niskala, adik cantiknya itu sangat menggemaskan jika marah walaupun selalu saja Yasha membelanya, sewaktu kecil ia dan Seanne begitu dekat namun sekarang agak merenggang karena adiknya itu pernah ketakutan saat melihatnya berkelahi, namun Falen tengah mendekatinya lagi sekarang. Mungkin akan terasa canggung jika hanya ada mereka berdua dan ia tak suka hal itu.

_________

Sepeninggal para saudaranya Falen duduk di teras rumah menunggu tukang roti yang biasanya keliling, rupanya nasi goreng serta bolu pisang buatan bi Isla yang datang pagi sekali untuk membantu Yasha tak membuat kenyang perutnya, ia duduk dengan bosan sembari menunggu sesekali melempar kerikil ke sembarang arah guna melampiaskan rasa bosannya.

"Ya Allah.. gabut sekali." Ia men-scroll beberapa aplikasi secara bersamaan namun tak ada yang menarik perhatiannya hingga memutuskan untuk membuka grup WA nya

"Lah mereka turun lawan sape?" Keningnya berkerut membaca satu nama asing yang jadi lawan gengnya kali ini, "Abelva Jaelani Zafran Yakshivan.. tuh siapa?" gumamnya

Karena penasaran ia menelepon seseorang, sembari menunggu ia berjalan dengan tertatih ke kamarnya, menyambar leather jaketnya dan mengambil kunci motor tak lupa berkeliling rumah untuk memastikan semuanya aman. Dengan hati-hati ia menutup serta mengunci pintu rumah.

"Adik balik jam 12 kan ya? Bisalah bentaran doang cabut,"

📞 Kenapa Le? Ehh bentar ya gue lagi ada problem dikit

"Gue turun hari ini,"

📞 Anj--

Falen memutuskan sambungan telepon secara sepihak, memasukkan ponsel ke saku celana begitu Pandhu meneleponnya kembali. "Apa-apaan begitu.. kok gue nggak diajak!"

Setelah memastikan tak ada yang bermasalah ia bergegas menyalakan motornya, menikmati angin yang menerpa wajahnya, kaca helm sengaja ia naikkan demi melihat pemandangan indah yang ia lihat saat pagi itu. Sebuah jalanan tak jauh dari pusat kota itu membuat Falen menghentikan sepeda motornya, gadis itu membuka kaca helm full face miliknya, menatap datar teman-temannya yang sudah berada disini lebih dulu.

"Le, yang bener aja anjirr lu masih sakit ye," omel Pandhu begitu sampai didekat Falen, ia tak habis pikir dengan teman sekolahnya itu "Pulang nggak lu? Pulang sekarang! Gue anterin!"

Falen menggelengkan kepalanya, tatapan tajam ia layangkan pada pemuda yang lebih tua beberapa bulan darinya itu. "Bisa-bisanya kalian turun tanpa gue? Heeh apa yang udah gue lewatin selama seminggu ini? Jawab gak!"

Pandhu dan teman-temannya yang lain saling tatap, pemuda dengan seragam tanpa dikancing itu merangkulnya. "No problem kok Le, aman aman aja kita mah, iya gak?" Ucapnya meminta dukungan dari yang lain, tentu saja mereka bersorak

"Kalileo?" Satu nama yang berhasil membuat 24 orang itu terdiam, "Baik-baik aja kan dia?"

Pandhu menganggukkan kepalanya dengan wajah serius, "Yakin sama kuasa Allah ya?"

"Sejak kapan.."

"Sehari setelah elo dinyatakan koma, dia dipukuli habis-habis sama mereka dan tujuan kita disini buat berunding tapi malah dapat tantangan dari orang gila disebelah sana," Falen mengikuti arah yang Pandhu tunjukkan, gerombolan beberapa anak muda yang terdiri dari 12 orang itu

"Mereka geng apaan?" Tanyanya

"Hatakam, Harta Tahta dan kamboja, nggak usah lu pikirin kenapa dinamain itu. Yang jelas mereka temennya Kalileo, hari ini gue mau turun lawan salah satu dari mereka,"

"Kenapa elo? Bukannya mereka mau gue yang turun?"

"Ya lu pikir aja lah, gue bisa digeprek Kak Yash sama Kak Aca kalo elo turun hari ini,"

"Santuy.. gue udah bisa bawa motor berarti gue udah gakpapa. Biar gue aja yang turun,"

Seorang laki-laki dengan rambut ijo neon itu menghampiri keduanya, dari senyumnya tampak ramah namun Falen tetap waspada. "Ini anaknya Kalileo yang bungsu ya? Kenalin.. gue Danny, teman sekaligus sahabatnya Kalil, gue turut prihatin sama ketua kalian but gue akan bantu sebisanya, jadi siapa yang mau turun kali ini lawan anak gue. Bukan untuk permusuhan kok, jadi kita tuh punya sedikit penyambutan anggota baru, cuma untuk senang-senang kalah atau menang nggak ada bedanya,"

"Bukannya Abang yang mau gue turun ya?" Falen tersenyum saat melihat Danny terkejut, pemuda yang ia tebak seumuran dengan kakak sulungnya itu terkekeh mendengarnya "Masih boleh kan gue turun?"

"No, elo masih cedera, bisa digaplok Yasha gue nantinya,"

"Yaelah bang, jangan bilang-bilang Kak Yash dong keep silent aja," Melihat Danny terkekeh justru membuatnya kesal, "Anak lo yang mana dah yang mau turun," Falen menatap satu persatu dari kesebelas orang disana, matanya membulat sempurna saat melihat ada salah satu anak kompleksnya ada disana

"Lo nggak salah liat kok, itu emang Panji," kata Danny begitu melihat raut terkejut Falen, laki-laki bernama Panji itu melambaikan tangannya begitu melihat Falen dengan wajah sumringah, tentu saja hal itu membuat temannya yang lain ikut menoleh padanya

"Pokoknya gue mau turun, udah cukup gue ketinggalan banyak hal selama seminggu!"

Danny dan Pandhu berunding yang membuat Falen harap-harap cemas dalam diamnya.

"Lo liat cowok yang pake jaket kuning? Itu namanya Zafran yang hari ini turun."

Tepat saat Falen menoleh, pemuda dengan jaket kuning yang duduk diatas motornya itu juga menatapnya. Untuk beberapa menit mereka saling bertatapan sebelum Danny berdehem dan membuat gadis berkuncir kuda disampingnya itu memutuskan kontak mata lebih dulu.

"Ganteng ya? Dia anaknya nggak neko-neko kok," ucap Danny membuat Falen membuang muka

Danny menahan senyumnya melihat adik dari temannya itu dan juga sahabatnya yang salah tingkah dari kejauhan, ia meminta semua orang yang berjumlah 37 itu untuk berkumpul dan berdoa bersama sebelum memulai balapan.

"Ingat ya kalian berdua.. ini cuma buat menyatukan kita bukan untuk saling adu kekuatan, mau kalah atau menang kita satu tim sekarang dan gue nggak mau ada dendam atau probelm yang kalian tutupi, okay?" Bagaikan seorang anak yang menuruti perintah ayahnya, mereka semua menganggukkan kepalanya

"Le, turun gih." Ucapan Danny membuat Falen tersenyum lebar, gadis itu dengan cepat berlari ke motornya juga sang lawan yang sudah siap diatas motornya

"Mau taruhan pribadi gak?" Bisik pemuda itu membuat Falen menoleh, "Anything for you kalo emang elo yang menang,"

"Nggak menarik," komen Falen, ia bisa minta pada Gama apapun bukan? Jadi buat apa ia turun jika minta pada sang ayah bisa dikabulkan, walaupun banyak tantangannya karena Gama bukan tipe pemboros yang suka menghamburkan uangnya

"Kalo gitu... Pagani keluaran terbaru?"

Gadis itu mengangguk membuat laki-laki tersebut tersenyum, keduanya segera mempersiapkan diri, berjejeran dengan tatapan tajam ke depan seakan tak ada yang mau mengalah, keduanya saling tatap dengan sengit sebelum seseorang melempar bendera tanda balapan dimulai.

Falen melajukan motornya dengan kecepatan sedang, ia mulai memimpin, melirik kaca spion dimana laki-laki itu berada. Entah hanya perasaannya saja atau memang dia sengaja memperlambat laju motornya tapi yang jelas Falen kini fokus pada jalanan didepannya. Gadis itu membelokkan arah motornya ke sembarang arah ketika seorang nenek tua hendak menyebrang. Dirinya jatuh berguling ke sisi kanan dimana rumput liar yang sudah kering itu tumbuh, beruntung tak ada luka serius padanya. Dengan tertatih ia segera berdiri untuk membantu nenek tua yang jatuh itu, dalam hati bersyukur dirinya tak terlibat kecelakaan parah.

"Ya Allah nek, nenek gakpapa kan? Maafin saya ya nek, nenek perlu dibawa ke rumah sakit gak? Apa saya harus ganti rugi?" Gadis itu buru-buru memungut jajanan pasar yang jatuh berserakan itu, memasukkannya ke keranjang milik sang nenek, memaki dirinya sendiri dalam hati

Pikirannya menerawang jauh pada kejadian yang hampir sama persis seperti ini, dimana dulu ia dan sang ibu hampir saja menabrak seorang nenek di jalanan. Yang lebih membuatnya terkejut adalah ia sendiri yang memunguti jajanan pasar milik sang nenek.

"Mami, yang itu diambil juga gak?"

"Tolong ambil ya dek, Mami ambil yang disini tapi kamu hati-hati jangan sampai jatuh, jangan ke jalan raya juga ya,"

Falen yang saat itu berumur 10 tahun hanya menganggukkan kepalanya dengan senyum di bibirnya, ia melompat senang memungut beberapa jajanan pasar yang jatuh berserakan. Senyumnya kian lebar ketika melihat sang ibu bercengkrama dengan nenek tua berjilbab itu.

'Dejavu dikit nggak ngaruh..'

Tinn tinn

Matanya terpejam erat ketika sebuah motor hampir menabraknya, ia sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada dirinya saat ini, suara klakson kembali dibunyikan kali ini lebih nyaring bunyinya.

Tiiiinnnnnn tiiiiiiiinnnnnn

Falen membuka matanya perlahan, matanya bertatapan dengan mata cokelat milik pemuda itu, ia mendengus kesal sebelum memundurkan langkahnya untuk memungut jajanan yang tersisa.

Fallen bedecih menatapnya tanpa minat, pemuda yang bernama Zafran itu tampak menyebalkan.

"Nenek beneran gakpapa? Mau saya anterin aja ke rumah sakit atau saya beli semua deh jajanannya,"

"Neng serius mau beli dagangan nenek?" Melihat Falen mengangguk membuat nenek tua itu sujud syukur yang membuat Falen refleks menundukkan badannya, mencegah nenek tua itu mencium kakinya

"Makasih neng, makasih, nenek bersyukur hari ini jajanan buatan nenek ludes lebih awal karena biasanya susah laku neng," Falen tersenyum canggung, ia membantu sang nenek untuk duduk, mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah pada sang nenek

"Neng, ini kebanyakan loh, jajanan buatan nenek nggak semahal itu, nenek nggak ada kembalian neng,"

Falen menggelengkan kepalanya dengan mata yang berkaca-kaca, jika kembarannya tau ia menangis seperti ini akan selama apa ia dibully? Memikirkannya saja ia sudah merinding. "Nenek beneran gakpapa kan? Saya minta maaf ya nek," ucap Falen merasa bersalah

"Gakpapa neng, nenek beneran gakpapa kok. Lain kali hati-hati ya neng kalo naik motor," Falen mengangguk sebagai jawaban, gadis berkuncir kuda itu berpamitan tak lupa mencium tangan sang nenek sebelum pergi

"Lah anjirr balapannya!"

Gadis itu melajukan motornya kembali, mengerutkan keningnya saat melihat motor dengan pengemudi berjaket kuning itu. "Lo ngapain?"

"Sebentar lagi finish, ayo bareng gue, anggap aja sebagai persahabatan kita," pemuda itu melajukan motornya saat Falen lewat. Keduanya sampai digaris finish bersama-sama, suara tepuk tangan terdengar riuh

Falen membuka helm full face miliknya setelah sampai di tempat awal mereka balapan, ia menoleh kearah Zafran yang bertos ria dengan teman-temannya itu. Ia duduk di motor dengan tenang memakan jajanan pasar yang ia beli. "Enak cuy.. nih coba." Teman satu geng gadis itu mulai mendekat untuk mengambil aneka jajanan pasar yang Falen punya

"Elu beli di pasar kapan bjirr kok nggak ngajak gue sih?" Pandhu berjongkok, tak lupa menabok kaki teman-teman yang masih bisa ia jangkau untuk duduk "Makan sambil duduk cuy!" Ucapnya yang langsung dituruti teman-temannya itu

"Bang, ambil bang, gue beli banyak nih. Makan, makan.." ucapnya

Ke-38 anggota itu menikmati jajanan pasar yang Falen beli diselingi obrolan serta candaan yang makin membuat mereka akrab satu sama lain layaknya teman lama yang bertemu kembali.

***

"Nah itu Kak Le," tunjuk Ryden ketika Falen memarkirkan motornya, gadis berkuncir kuda itu memeriksa jam tangannya, sudah pukul 12.30

"Kalian bolos kah?"

Ketiga anak kembar itu menggelengkan kepalanya dengan heboh, Seanne juga ikut menggelengkan kepalanya ketika Falen menatapnya.

"Kan kita bentar lagi ujian Kak, jadi pulang cepat dong. Cuma mengulang pelajaran sama kisi kisi aja. Kak Le darimana? Udah bilang Kak Yash kalo mau pergi?" Tanya Assel membuat Falen menepuk keningnya

"Jangan bilang Kak Yash atau kakak yang lain ya, nanti Kak Le traktir ice cream deh," ucapannya barusan mendapatkan sorakan dari ketiganya, tak apalah daripada mendengarkan omelan Yasha

Tatapan Falen beralih kearah Seanne yang menundukkan kepalanya. "Adik nunggu lama gak? Pulang sendirian ya?"

Seanne mengangkat wajahnya lalu kembali menunduk saat Falen masih menatap dirinya. "Sedikit lama tapi Kakak kembar pulang, tadi River menemani sebentar sebelum Kak Dylon datang,"

"Kak, gakpapa kan?"

Falen mengerjapkan matanya ketika Ryden bertanya, makin bingung begitu Lingga melebarkan matanya dengan wajah terkejut.

"Anu--" Lingga memeluk si bungsu agar tak melihat darah yang merembes dari perut sang kakak, ia bergidik ngeri serta khawatir disaat bersamaan

Assel sudah mondar-mandir menelepon Yasha dan pak Hasbi selaku supir yang mengantar jemput mereka, sopirnya itu kembali ke kantor untuk standby didekat Gama.

"Kakak jangan panik okay? Aduuhh ini gimana dah?? Kak, jangan pingsan dulu ya? Tolong tahan pliss," Ryden menggigit jari tangannya, Falen hanya diam melepaskan leather jaketnya untuk menutupi area lukanya

"Jangan panik den," ucapnya menepuk-nepuk pundak sang adik, ia tertunduk lemas saat mengetahui kecerobohannya

Gadis berkuncir kuda itu masih bertanya-tanya mengapa ia sampai tak sadar jika luka itu terbuka dan sejak kapan? Ia meringis membayangkan wajah khawatir Gama, namun sedikit lega karena adik bungsunya itu masih Lingga peluk agar tak melihatnya.

"Ada apa? Kak Le baik-baik saja kan? Abang kenapa peluk peluk Adik sih?! Adik mau liat kenapa??" Semakin Seanne memberontak Lingga makin mengeratkan pelukannya, tak membiarkan kepala adiknya itu menoleh kebelakang

"Pak," panggil Assel begitu pak Hasbi datang

Lingga memberi kode untuk kedua kembarannya pergi sementara ia di rumah menjaga Seanne yang kini sudah menangis di pelukannya. "Icokey Adik, Kak Le fine kok, nanti Kak Le juga pulang sama Kakak yang lain, sekarang masuk yuk." Ajaknya

***

"Gue bilang juga apa?! Jangan bandel Ale-ale! Lama-lama gue bungkus juga lu!"

Selama perjalanan pulang Falen menutup telinganya rapat-rapat, omelan Yasha masuk kuping kiri keluar kuping kanan, kepalanya sudah panas daritadi ditambah omelan Assel dan Ryden yang menangis bahkan adiknya itu tak mau melepaskan genggamannya sampai sekarang. Belum lagi menghadapi kembarannya, memikirkannya saja Falen sudah pusing.

"Kak Le yakin nggak mau keluar negeri aja buat berobat?"

Sudah sepuluh kali Falen mendengarnya dan itu membuatnya makin pusing. "Dad, aku nggak kena kanker pliss jangan gitu. I'm fine kok! Siapa sih yang ngide nelepon Daddy?"

"Gue. Kenapa?" Jawab Yasha galak, Falen hanya tersenyum lebar menatapnya

"Dad, I'm okay kok, serius. Jahitannya cuma kebuka dikit, nggak perlu lah keluar negeri atau dirawat lagi,"

"Pokoknya Kak Le nggak usah ikut ujian di sekolah dulu, kita ujian di rumah aja biar Daddy dampingi,"

Falen melebarkan matanya, tak bisa berkata-kata "Dad.. please! I'm okay kok, lebih dari okay malah. Aku tau kok kalo Daddy sayang sama Le tapi jangan gitu, Le akan cepat sembuh kok, janji."

Gama mengusap wajahnya dengan kasar, dikabari Yasha jika Falen masuk rumah sakit untuk yang kedua kalinya membuat nyawanya seakan keluar dari tubuhnya, hampir saja ia menabrak pembatas jalan saking paniknya.

"Daddy balik kerja lagi deh mending, ingat Dad, anakmu sekarang ada sembilan jadi dimohon jangan miskin,"

Gama menggelengkan kepalanya, mengusak puncak kepala keempat anaknya satu persatu. "Yaudah Daddy balik ke kantor lagi, kalian kalo ada apa-apa jangan lupa kabari Daddy, okay?" Melihat mereka mengacungkan jempol membuat Gama tersenyum lega, ia pamit untuk kembali ke kantornya

Yasha menepuk jidat ketika Harsa mengiriminya pesan, ia menatap ketiga adiknya. "Gue ada tugas yang harus dikerjain, kalian jangan bertingkah ya! Le, istirahat gih,"

"Iya," gadis berkuncir kuda itu memilih masuk ke kamarnya, begitu terkejut ketika ada Lingga yang tengah menemani Seanne tidur di atas kasurnya, diam-diam ia tersenyum

"Aman Kak, nangis dikit doang udah Ai bujuk permen jelly sampai akhirnya dia tidur kok," Lingga menggeser tubuhnya agar Falen bisa duduk namun sang kakak memilih merebahkan diri di sofa yang memang Gama sediakan di tiap kamar

"Kak Le udah nggak papa?"

"Apanya?" Gadis berkuncir kuda itu balik bertanya membuat laki-laki yang masih mengenakan seragam biru putih itu menatapnya dengan wajah serius

"Luka di perut Kakak nggak papa? Sakit banget?"

"Nyeri dikit tapi it's okay, don't worry be happy," ia terkekeh menatap wajah khawatir sang adik. "Kan gue udah bilang, nyawa gue sembilan mana mungkin kena tusuk begini meninggoy, lo nggak lupa kan gue keren,"

"KUE PANCONG.. KUE PANCONGNYA DIBELI KAKAK.."

🍁🍁🍁